Analisis Saham

Menakar Ketahanan Saham WOOD di Tengah Pandemi

Profil PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD)

PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) merupakan salah satu produsen produk mebel dan industri kayu vertikal terbesar di Indonesia. Perusahaan yang berdiri pada 1989 di Sidoarjo, Jawa Timur ini menjalankan bisnis untuk memenuhi permintaan pasar global dan domestik.

Dalam menjalankan bisnisnya, Integra bergerak dalam tiga bidang usaha utama yaitu pengusahaan hutan, manufaktur pengolahan furnitur kayu, dan perdagangan. Perusahaan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 21 Juni 2017 dan menjadi PT Integra Indocabinet Tbk dengan kode saham WOOD.

Guna memastikan ketiga lini usaha berjalan dengan maksimal, bisnis Integra dioperasikan melalui tujuh anak perusahaan. Kehutanan melalui PT Narkata Rimba dan PT Belayan River Timber. Lalu manufaktur lewat PT Intertrend Utama, PT Interkraft, PT Intera Indonesia, PT Inter Kayu Mandiri. Juga perdagangan yang dijalankan oleh PT Integriya Dekorindo.

Merujuk data RTI, hingga 31 Januari 2021, sebanyak 71,87% kepemilikan saham WOOD dikantongi oleh PT Integra Indo Lestari. Sisanya sebanyak 28,18% saham WOOD dipegang oleh masyarakat.

WOOD memiliki market cap senilai Rp 3,91 triliun dengan harga per lembar sahamnya Rp 620 saat pasar saham tutup di 17 Februari 2021. Nilai itu 138,46% dibandingkan harga saat IPO senilai Rp260 per lembar saham.

Mari kita analisis lebih dalam isi WOOD untuk dapat menilai seberapa menarik saham perusahaan ini.

Kinerja Keuangan dari Laporan Keuangan Terakhir

Merujuk laporan keuangan per 30 September 2020, WOOD masih mampu mempertahankan kinerja di tengah pandemi Covid-19. WOOD membukukan penjualan bersih senilai Rp1,88 triliun sepanjang sembilan bulan pertama 2020 yang naik 33,8% YoY.

Kinerja ini ditopang oleh permintaan pasar Amerika Serikat (AS) untuk produk furnitur dan komponen bangunan. Menguatnya pasar AS didorong oleh penerapan tarif perang dagang, tarif anti-dumping, dan anti-subsidy terhadap produk dari China. Sehingga para buyer AS memindahkan sumber pasokan dari China ke Indonesia.

Penjualan ekspor WOOD hingga kuartal III 2020 tumbuh 45,6% YoY dari periode tahun lalu. Hal ini dipengaruhi oleh penjualan ekspor AS yang terkerek naik 64,54% YoY.

Di sisi lain, permintaan di pasar domestik juga mengalami pertumbuhan untuk lini bisnis manufaktur dan forestry, masing-masing tumbuh 27,5% dan 2,2% secara YoY. Hal ini dikarenakan pasar dalam negeri yang menunjukkan pemulihan dari dampak pandemi Covid-19.

Kendati demikian, lini bisnis perdagangan WOOD mengalami tekanan pandemi. Terlihat dari penurunan pendapatan dari segmen ini hingga 11,6% YoY hingga September 2020. Namun secara keseluruhan, marjin laba kotor perusahaan meningkat menjadi 34,6% di kuartal ketiga 2020 dibandingkan 30,1%pada kuartal kedua 2020.

Berikut ini laporan kinerja keuangan WOOD (dalam miliar rupiah):

Meski tahun lalu terjadi pandemi dan beberapa negara melakukan lockdown, WOOD masih mampu membukukan pertumbuhan laba tahun berjalan senilai Rp189,28 miliar per September 2020. Nilai tersebut tumbuh 3,9% yoy dibandingkan September 2019 sebanyak Rp182,17 miliar.

Selanjutnya mari kita bahas dulu rasio-rasio keuangan umum WOOD. Berikut ini datanya:

Rasio-rasio keuangan tersebut menunjukkan bahwa kondisi bisnis WOOD masih sehat walau mengalami penurunan pada kuartal III 2020. Namun hal tersebut masih terbilang wajar mengingat masih dalam kondisi pandemi.

Riwayat Kinerja

Kinerja positif Integra sudah relatif dalam beberapa tahun terakhir. Berikut ini rata-rata pertumbuhan tahunan (compound annual growth rate/ CAGR) sejumlah komponen kinerja WOOD periode 2015 hingga 2019:

Tingkat pertumbuhan dalam lima tahun terakhir mencerminkan bisnis WOOD yang konsisten. Pelemahan daya beli masyarakat di tengah pandemi masih bisa dibendung oleh WOOD dalam mencatatkan kinerja di 2020.

Track Record Pembagian Dividen untuk Pemegang Saham

Meski memiliki kinerja yang stabil dan terus tumbuh, WOOD bukanlah perusahaan yang suka menebar dividen bagi investornya. Hal ini bisa menjadi salah satu pertimbangan sebelum mengoleksi saham ini untuk jangka panjang.

Prospek Bisnis WOOD

Bisnis WOOD masih terbuka luas ke depannya. Apalagi kontribusi penjualan untuk pasar luar negeri atau ekspor telah menopang bisnis perusahaan. Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan permintaan dari pasar Amerika Serikat.

Penguatan permintaan dari Amerika Serikat masih bisa berlanjut karena para pemasok produk kayu dan furnitur memilih produk Indonesia. Langkah itu diambil guna menghindari tarif pajak yang telah ditetapkan terhadap berbagai produk dari China.

Meskipun presiden terpilih Amerika Serikat dalam empat tahun ke depan adalah Joe Biden, belum ada perang dagang antar AS-China akan mereda. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh WOOD dalam mengenjot pemasaran ke negeri Paman Sam. Oleh sebab itu, perusahaan terus meningkatkan kapasitas produksi pabrik sejak 2019 untuk hal ini.

Merujuk keterbukaan informasi, Presiden Direktur Perusahaan WOOD Halim Rusli menyatakan pada Oktober 2020, WOOD telah menerima order penjualan sebesar Rp 2,6 triliun. Hal itu telah sesuai dengan target sepanjang tahun 2020.

Tak sampai di situ, berdasarkan presentasi perusahaan, WOOD akan terus mendapatkan keuntungan dari ekspansi pasar. Juga sumber daya yang terbatas di Vietnam dalam hal bahan mentah dan ketersediaan tenaga kerja.

Juga ada sentimen dari dalam negeri, ketika pemerintah Indonesia telah melarang ekspor kayu gelondongan untuk memberantas pembalakan liar. Hal ini membuat pasokan kayu sebagai bahan baku melimpah dengan tren harga yang stabil. Otomatis, WOOD memiliki kesempatan untuk memperbesar margin kotornya.

Perusahaan melihat segmen furniture dan permintaan Millwork terus meningkat. Kedepannya, WOOD melihat tren ini akan terus berlanjut. Oleh karena itu, secara konservatif WOOD mengharapkan pertumbuhan 20% pada 2021 bisa tercapai.

Selain itu, pemulihan di dalam negeri seiring dengan program vaksinisasi yang masif juga bisa menjadi angin segar bagi WOOD. Hal ini bisa mendorong peningkatan permintaan akan produk olahan kayu dan furnitur di pasar domestik.

Terlebih, IHS Markit mencatat, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia pada bulan Januari 2021 berada di level 52,2. Indeks itu meningkat dari posisi Desember 2020 di level 51,3.

Dalam laporannya, HIS Markit menyatakan pemulihan sektor manufaktur Indonesia pada Januari baik output dan permintaan baru berkembang pada laju yang semakin cepat dan kepercayaan bisnis mencapai level tertinggi dalam empat tahun.

Selain itu, WOOD mengalokasikan belanja modal Rp100 miliar hingga Rp120 miliar pada 2020 untuk pembelian dan pemeliharaan mesin. Hal ini bisa menjadikan kapasitas dan kinerja perusahaan akan terus meningkat ke depannya.

Harga Saham (Kesimpulan)

PER dan PBV WOOD saat ini masih tergolong wajar bila dibandingkan saham pada sektor manufaktur yang fokus pada peralatan rumah tangga lainnya. Berdasarkan data RTI, PER dan PBV WOOD per Rabu (17 Februari 2020) ada di level 15,52 kali dan 1,35 kali. Sebagai pembanding, saham CINT memiliki PER dan PBV di level -485,01 kali dan 0,62 kali. Sementara itu, PER dan PBV saham KICI ada di level -33,43 kali dan 0,85 kali.

Selain itu, saham LMPI punya PER dan PBV di level -2,75 kali dan 0,42 kali. PER negatif berarti fundamental perusahaan kurang baik lantaran tidak mampu membukukan laba secara konsisten. Bila ingin mengoleksi saham sektor manufaktur yang fokus ke peralatan rumah tangga WOOD bisa jadi pertimbangan.

Disclaimer

Disclaimer: Tulisan ini berdasarkan riset dan opini pribadi. Bukan rekomendasi investasi dari Ajaib. Setiap keputusan investasi dan trading merupakan tanggung jawab masing-masing individu yang membuat keputusan tersebut. Harap berinvestasi sesuai profil risiko pribadi.

Artikel Terkait