Prinsip syariah bersifat inklusif dan memahami adanya force majeur (kahar) dalam bisnis. Apa maksudnya? Untuk menjawabnya, simak ulasan redaksi Ajaib berikut ini.
Para pebisnis tak jarang terjebak untuk menempuh segala cara termasuk cara yang negatif (haram) demi menyelamatkan laba dan keuntungan, di tengah beratnya tekanan ekonomi global dan lokal.
Sebaliknya, bagi pebisnis yang religius, ternyata sistem nilai yang berasal dari agama justru memberikan pengaruh dominan terhadap prinsip-prinsip etika bisnis yang sesuai dengan syariah.
Hal ini telah dibuktikan oleh kemajuan pesat dalam pembangunan Eropa yang dibawa oleh Max Weber dengan Protestant Ethics-nya yaitu: mengutamakan bekerja keras dan tetap berhemat terhadap harta – seperti yang dijelaskan oleh Nurcholis Majid dalam Alma dan Donni (2009 : 204).
Selanjutnya Nurcholis Majid juga memaparkan bahwa beberapa negara lain yang non-Protestan; seperti Perancis dan Italia yang taat Khatolik juga mengalami kemajuan. Begitu pun halnya dengan Jepang dan Korea yang menganut Shinto-Buddhis, negara lain yang menganut Konfusianisme (Alma dan Donni, 2009 : 205).
Peran Force Majeur (Kahar) dalam Prinsip Syariah
Prinsip syariah mengharamkan prinsip bunga tetap karena menyadari dan meyakini bahwa di dalam kegiatan berbisnis, ada yang namanya Force majeure atau kahar – yang artinya “kekuatan yang lebih besar” – yaitu suatu kondisi yang terjadi di luar kendali manusia dan tak terhindarkan, sehingga suatu kegiatan bisnis tidak dapat menguntungkan sebagaimana mestinya. Yang tergolong force majeur adalah bencana alam, peperangan, kerusuhan, revolusi, , pemogokan, kebakaran.
Toleransi terhadap kehadiran force majeur inilah yang menjadi dasar bagi Investasi Syariah memberlakukan prinsip bagi hasil, yang memungkinkan investor terkadang memperoleh keuntungan lebih tinggi dari bunga investasi bank konvensional, tapi terkadang juga bisa lebih rendah. Ketidakpastian inilah yang membuat banyak orang ragu untuk menanamkan dana di investasi syariah.
Ciri Utama Prinsip Syariah dalam Bisnis Investasi
Keuntungan yang didapat akan dikelola menggunakan prinsip bagi hasil. Prinsip keuntungan bunga tetap dianggap sebagai riba, dan haram hukumnya dalam Islam, karena menafikan adanya force majeur, sehingga mencerminkan takkabur (sombong).
Pendanaan investasi syariah hanya akan digunakan untuk mendanai berbagai hal atau kegiatan yang halal, bukan maksiat dan haram seperti makan haram, minuman keras, judi, pornografi, hiburan maksiat, bisnis riba, perdagangan barang palsu.
Orientasi Bisnis Islam Mendorong Prinsip Syariah
Tujuan bisnis dalam Islam adalah untuk mencapai 4 hal:
Mencapai Target
Target ini terdiri dari hal-hal ini:
Qimah madiyah
Profit materi dalam bisnis.
Qimah insaniyah
Bisnis berupaya memberikan manfaat kemanusiaan melalui kesempatan kerja, bantuan sosial (sedekah), dlsb.
Qimah khuluqiyah
Nilai-nilai keluhuran akhlaq menjadi suatu keharusan yang harus muncul dalam setiap aktivitas bisnis, sehingga tercipta hubungan persaudaraan yang Islami, bukan sekedar fungsional atau profesional.
Qimah ruhiyah
Bisnis dijadikan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt (Yusanto dan Karebet, 2002 : 19).
Pertumbuhan
Bisnis harus berupaya menjaga pertumbuhannya terus meningkat, namun tetap dalam koridor syariah, bukan menghalalkan segala cara.
Keberlangsungan
Keberlangsungan pencapaian target dan pertumbuhan tahunan harus dijaga agar perusahaan bisa eksis dalam kurun waktu yang lama.
Keberkahan
Semua pencapaian tujuan tidak akan berarti jika tidak ada keberkahan di dalamnya karena hal itu merupakan bukti dari segala aktivitas bisnis yang dilakukan oleh pengusaha muslim telah mendapat ridla dari Allah Swt, dan bernilai ibadah.
Dampak Prinsip Syariah Bagi Dunia Investasi Indonesia
Ekonomi Indonesia kini mendapat dukungan signifikan dari keuangan syariah, yang berpotensi sebagai salah satu mesin baru pendorong pertumbuhan. Pemaparan ini disampaikan oleh Kepala Bank Indonesia Institute, Solikin M. Juhro, di acara forum 5th International Islamic Monetary Economics and Finance Conference (IIMEFC) 2019, rangkaian dari ISEF (Indonesia Sharia Economic Festival) 2019.
Dengan peran aktif dalam forum IIMEFC yang mempertemukan beragam pemikiran cendekiawan dunia demi mendorong pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru, yang berkelanjutan dan inklusif, kontribusi Indonesia diharapkan meningkat.
Bukti kontribusi prinsip syariah bagi dunia investasi Indonesia:
- Prinsip bagi hasil dan resiko dalam keuangan syariah dianggap sesuai untuk pembiayaan sektor riil terutama UKM, karena bersifat inklusif dan berkualitas. Total aset perbankan syariah > 5,79%dari total aset industri perbankan nasional.
- Sukuk Negara atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) semakin berperan dalam membiayai APBN, hingga mencapai > Rp944,03 Triliun.
- Nilai kapitalisasi saham yang tergolong efek syariah tercatat > 52,5% dari total kapitalisasi saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
- Data Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) memeparkan bahwa potensi zakat di Indonesia mencapai Rp217 triliun/ tahun.
- Data inisiatif Wakaf (iWakaf) menunjukkan potensi aset wakaf di Indonesia Rp2.000 triliun, dan potensi wakaf uang Rp188 triliun/tahun.
Prinsip Syariah dalam Bisnis Franchise
Penentuan besaran franchise fee dan royalty fee harus sebanding dengan biaya pendirian bisnis franchise tersebut, dan tidak boleh ada biaya-biaya terselebung lain.
Sesuai dengan kaidah syirkah abdan dan syirkah inan, pembayaran franchise fee berbasis syari’ah dilakukan setelah usaha berjalan, tidak boleh sebelum usaha berjalan.
Pembagian keuntungan bisnis franchise berbasis syari’ah harus berdasarkan prinsip bagi hasil nett profit (keuntungan bersih yang sudah dikurangi oleh biaya-biaya operasional).
Brand royalty merupakan jasa/manfaat yang dihasilkan oleh karya intelektual, dan mempunyai nilai finansial yang jelas dalam syari’ah. Pemilik franchise harus menyediakan semua informasi dan keahlian yang diperlukan oleh pelaku bisnis franchise, agar kualitas produknya setara produk asli.
Prinsip Syariah dalam Bisnis P2P Lending
Akad
Segala hal yang terjadi antara P2PL, pemberi pinjaman, dan penerima pinjaman telah ditentukan oleh akad Mudharabah dan Murabahah.
Keuntungan
OJK tidak memiliki aturan resmi bunga P2PL. P2PL syariah tidak mengenal sistem bunga tetap. Keuntungan yang diperoleh peminjam dari bisnisnya akan dibagi hasil bersama dengan pemberi pinjaman.
Risiko
Seluruh risiko P2PL syariah yang timbul dari kesepakatan usaha ditanggung sepenuhnya oleh masing-masing pihak. Sedangkan pada P2PL konvensional, jika bisnis peminjam terkena force majeur dan bangkrut, maka peminjam tetap harus melunasi pinjaman + bunga.
Jika kamu tertarik dan merasa nyaman berinvestasi dalam prinsip syariah, pilih produk reksa dana syariah favorit dan kembangkan investasmu di Ajaib. Dengan minimum modal hanya Rp10.000 dan menyandang status kelulusan dari program pembinaan inkubator startup terkemuka Y Combinator di Silicon Valley, serta pengawasan penuh Otoritas Jasa Keuangan, Ajaib masih jadi pilihan berinvestasi reksa dana yang cerdas dan berakal sehat untuk kaum milenial!
Ajaib merupakan aplikasi investasi reksa dana online yang telah mendapat izin dari OJK, dan didukung oleh SoftBank. Investasi reksa dana bisa memiliki tingkat pengembalian hingga berkali-kali lipat dibanding dengan tabungan bank, dan merupakan instrumen investasi yang tepat bagi pemula. Bebas setor-tarik kapan saja, Ajaib memungkinkan penggunanya untuk berinvestasi sesuai dengan tujuan finansial mereka. Download Ajaib sekarang.