Saham

PNLF, Saham Pilihan Lo Kheng Hong Crazy Rich Indonesia

Sumber: sahamtop.com

Ajaib.co.id – Setelah terbukti seringkali sukses dalam pemilihan sahamnya kini banyak investor muda yang berkiblat ke portofolio milik Lo Kheng Hong (LKH). Saham Lo Kheng Hong selalu berhasil menyedot banyak perhatian termasuk saham PNLF yang pergerakannya seringkali asyik sendiri. IHSG kemana, PNLF kemana, asyik sendiri pokoknya.

LKH sendiri keluar-masuk di saham ini sejak 2017 dengan jumlah kepemilikan yang sangat besar. Di laporan keuangan PT Panin Financial Tbk (PNLF) tahun 2017, nama Lo Kheng Hong disebutkan sebagai pemilik dari 541.989.400 lembar saham PNLF atau setara dengan 1,69% dari seluruh saham beredar saat itu.

Sebelum tahun 2017 nama LKH belum berada dalam daftar pemegang saham dengan nilai akumulasi besar. Kita bisa simpulkan beliau baru melirik saham ini di tahun 2017. Atau bisa juga beliau sudah mengoleksi PNLF sejak lama hanya saja nilainya belum signifikan sehingga sebelum 2017 belum terdeteksi. Berikut screenshot Laporan Keuangan Tahunan PNLF tahun 2017.

Di tahun 2017 PNLF bergerak di kisaran harga Rp 175-250 per lembar. Jika kita asumsikan LKH membeli PNLF di harga Rp 200 maka nilai investasi beliau di PNLF adalah sebesar kurang lebih Rp 108 miliar. Tentu itu adalah angka yang fantastis untuk sebagian besar dari kita. Dan kisah akumulasi saham PNLF oleh LKH ternyata belum tamat. 

Di laporan keuangan PNLF tahun fiskal 2018 Drs. Lo Kheng Hong disebut-sebut memiliki 837.878.300 lembar saham PNLF atau setara dengan 2,62% dengan nilai investasi sebesar Rp 104 Milyar. Dengan jumlah saham yang bertambah namun nilai investasi menurun artinya beliau terus melakukan pembelian meski harganya turun terus.

Investasi beliau akhirnya terbayarkan di tahun 2019. Saat itu disebutkan bahwa jumlah dana investasi LKH di saham PNLF menjadi Rp 226,22 Milyar. Dengan demikian beliau cuan Rp 122 miliar di PNLF.

Jika kamu belum tahu, Lo Kheng Hong adalah penganut aliran fundamental garis keras. Beliau anti trading menggunakan analisa teknikal. LKH juga sangat mengidolakan Warren Buffet dan berkiblat pada value investing dengan mencari saham-saham salah harga.

Beliau dijuluki sebagai Sultan Panjang Sabar oleh tim bandarmologi Argha Karokaro. Julukan tersebut lantaran beliau selalu “main” jangka panjang dengan nilai investasi raksasa. Beliau sanggup hold saham bertahun-tahun, nyangkut dengan nilai miliaran, bersabar hingga “buah matang di pohon” dan siap dipanen.

Sang sultan panjang sabar ini selalu dengan rendah hati mengatakan bahwa trik investasinya hanya mengandalkan rasio sederhana seperti PBV dan PER saja. Namun kenyataannya tidak demikian.

Kamu bisa temukan di beberapa artikel yang berisikan wawancara dengan LKH bahwa saham UNTR dibelinya berdasarkan hitungan valuasi Kas Operasional per saham. Bukan cuma PBV dan PER seperti yang beliau sering sarankan. Demikian juga dengan kasus pembelian saham GJTL, MBAI dan lainnya oleh beliau.

Beliau punya pertimbangan tertentu dalam memilih saham yang tidak pernah diungkap seluruhnya ke publik dan itu hak prerogatif beliau. Perhitungannya memang cukup unik dan masing-masing investor rupanya kecenderungan logika investasi sendiri-sendiri karena memang tidak pernah ada aturan baku dalam berinvestasi.

Kamu bisa lihat bagaimana Greenblatt dan Michael Burry punya trik investasi yang berbeda namun tetap cuan di investasi saham yang sama. Dan keduanya juga sama-sama untung besar dari krisis Subprime tahun 2008 lalu. Begitu pula Lo Kheng Hong yang punya hitung-hitungan sendiri dalam setiap saham yang dipilihnya.

Usut punya usut saham PNLF sempat beranjak dari Rp178 per saham di bulan September 2020 menjadi Rp264 per saham di Januari 2021. Beberapa orang masih menanyakan perihal kemungkinan untuk mengakumulasi saham PNLF saat ini. Berikut pembahasan singkat tentang PNLF

Profil PNLF

PT Panin Financial Tbk (PNLF) sudah listing di bursa sejak tanggal 14 Juni 1983 dan berarti sudah sekitar 37 tahun sejak IPO. Seluruh pendapatan usaha PNLF berasal dari anak usahanya, yakni PT Panin Dai Ichi Life (PDL) yang bergerak di bidang asuransi jiwa. 

Sebelumnya PNLF memiliki sumber pendapatan lainnya seperti jasa konsultasi keuangan dan investasi, pengarsipan, dan layanan lainnya. Namun berdasarkan penelusuran terakhir di laporan keuangan kuartal III-2020, kini seluruh pendapatan PNLF berasal dari PDL. Pemegang saham utama PNLF adalah PT Paninvest Tbk (PNIN) yang menguasai 62,48% dari total saham PNLF yang beredar.

Selama pandemi pendapatan premi PNLF berkurang drastis turun 36,9 persen dari Rp2,92 triliun di kuartal III-2019 menjadi hanya Rp1,84 triliun saja di periode yang sama tahun 2020. Rupanya banyak nasabah yang terdampak secara ekonomi semasa wabah virus Corona ini dan itu menyebabkan arus kas yang masuk ke PNLF berkurang.

Untuk melihat kemenarikan saham ini maka kita harus lakukan analisa atas kinerjanya sebelum terdampak wabah COVID-19. Hal ini dilakukan karena nyaris semua sektor mengalami masa-masa yang sulit selama pandemi. Pandemi ini adalah keadaan kahar yang tak dapat diantisipasi sehingga kinerja akan tampak jelek, bukan karena kurangnya kemampuan perusahaan tapi karena hal yang diluar kuasa perusahaan.

Oleh karenanya kinerja dari laporan tahunan per tahun fiskal 2019 yang akan ditelaah dengan asumsi 2019 adalah tahun normal seperti tahun-tahun lainnya.

Analisa Fundamental PNLF

Alasan mengapa LKH mengoleksi PNLF sesungguhnya hanya beliau yang tahu tapi kita juga bisa menyelidiki potensi yang dimiliki PNLF dari sisi fundamentalnya. Sedikitnya kita bisa mencari tahu kinerja profitabilitas, solvabilitas dan likuiditas, serta valuasinya.

Perusahaan asuransi adalah salah satu lembaga keuangan non-bank yang bergerak dalam industri penghindaran risiko. Jadi perusahaan asuransi akan mengutip premi kepada nasabahnya dan menginvestasikannya ke sejumlah instrumen keuangan seperti deposito, surat utang, dan saham.

Keuntungan investasi kemudian akan digunakan untuk membayar insentif kegiatan underwriting, membayar klaim yang terjadi, mengembalikan kepada nasabah sesuai perjanjian apabila asuransi yang diambil adalah semi investasi-asuransi (unit link) dan sisanya menjadi laba bagi perusahaan.

Oleh karena itulah cara analisa perusahaan asuransi berbeda dengan cara menganalisa perusahaan perbankan atau multifinance karena nature-nya saja sudah berbeda. Dengan begitu rasio-rasio yang digunakan tidak bisa disamakan dengan perhitungan rasio emiten pada umumnya karena sifat bisnis perusahaan asuransi yang unik. Kita baiknya berkiblat pada kementrian keuangan yang telah merumuskan rasio-rasio bisnis asuransi.

Risk Based Capital (RBC) alias Solvabilitas

Yang paling pertama adalah mengetahui berapa rasio solvabilitas alias tingkat kesehatan keuangannya. Hitungan Risk Based Capital (RBC) digunakan untuk mengukur seberapa sehat atau sakitnya kondisi keuangan perusahaan asuransi. Semakin besar RBC perusahaan asuransi maka semakin sehat.

Rumus yang akan digunakan adalah berdasarkan PSAK No. 28 tahun 2010 yaitu:

Rasio Solvabilitas = Modal sendiri / premi neto x 100%

Keterangan:

  • Modal sendiri alias ekuitas perusahaan asuransi adalah modal saham + tambahan modal disetor + saldo laba – dividen yang dibayarkan. Modal sendiri PNLF per 31 Desember 2019 adalah Rp 25,89 triliun
  • Premi neto adalah premi bruto dikurangi premi reasuransi. Premi bruto PNLF di sepanjang 2019 adalah Rp 3,92 triliun. Sedangkan premi reasuransinya adalah sebesar Rp 139 miliar. Dengan demikian premi netonya adalah sebesar Rp 3,78 triliun.

Rasio RBC saham PNLF adalah Rp 25,89 triliun / Rp 3,78 triliun x 100% = 684%

Berdasarkan KMK No. 504/KMK.06/2004 rasio RBC alias solvabilitas perusahaan asuransi haruslah minimal 120%. Karena RBC dari saham PNLF adalah sebesar  684% maka PNLF sangat sehat secara keuangan alias jauh dari kebangkrutan.

Loss Ratio (Rasio Beban Klaim/Rasio Kerugian)

Berikutnya adalah tentang kualitas underwriting/ kinerja marketing asuransi dan penutupan atas risiko. Rasio yang menghitung kualitas semacam ini dinamakan loss ratio alias rasio kerugian. Semakin rendah angka rasio ini maka semakin baik.  Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio ini berdasarkan PSAK No. 28 2010 adalah:

Loss ratio= Klaim yang terjadi/pendapatan premi x 100%

  • Klaim yang terjadi sepanjang  2019 adalah; Unit-linked 71,774 miliar + Kematian 6,710 miliar + Dwiguna kombinasi 1,416 miliar + Kesehatan 263 juta + Kecelakaan 40 juta = Total 80,203 miliar
  • Sedangkan pendapatan premi adalah berdasarkan premi bruto yaitu sebesar Rp3,92 triliun.

Rasio kerugian (loss ratio) saham PNLF adalah 80,203 miliar / 3.920 miliar x 100% = 2,04%

Rasio Beban Klaim berdasarkan KMK No. 504/KMK.06/2004 adalah maksimal 20%. Dengan rasio kerugian yang minim artinya kualitas kerja PNLF memang baik.

Jika ada terlalu banyak klaim maka artinya proses persetujuan asuransinya lemah alias banyak nasabah tak layak asuransi namun disetujui untuk mengikuti program asuransi.

Dengan rasio kerugian hanya 2,04% maka kita bisa menilai bahwa PNLF memang melakukan penyortiran nasabah dengan baik sebelum nasabah berhasil mengikuti asuransi.

Diketahui bahwa pendapatan PNLF dibagi menjadi dua yakni premi tunggal dan premi reguler. Sebagai informasi, pendapatan dari premi reguler terus meningkat meski selama pandemi. Dalam paparan publik terbarunya emiten mengakui bahwa mereka akan melakukan pemasaran dengan berfokus pada premi reguler karena premi tunggal nilainya terus menurun.

Premi tunggal adalah asuransi yang dilakukan dengan sekali bayar. Sedangkan reguler adalah yang dicicil bayar berkala setiap bulan atau setiap kuartal.

Own Retention Ratio (Rasio Retensi Sendiri)

Ini adalah rasio yang mengukur besarnya reasuransi. Reasuransi adalah asuransi yang dibeli perusahaan asuransi dari perusahaan asuransi lainnya agar terhindar dari risiko apabila klaim besar-besaran terjadi.

Porsi reasuransi tidak boleh terlalu besar karena jika terlalu besar maka sebenarnya perusahaan hanya bekerja sebagai makelar asuransi saja. Jika reasuransi terlalu besar maka pada akhirnya keuntungan perusahaan akan sedikit saja.

Rasio retensi yang besar mengandung arti bahwa reasuransi yang dilakukan bernilai kecil. Oleh karenanya semakin besar rasio retensi semakin baik. Rumus yang digunakan adalah:

Own retention ratio= premi neto / premi bruto x 100%

  • Premi neto saham PNLF selama 2019 adalah Rp 3,78 triliun
  • Premi bruto saham PNLF selama 2019 adalah Rp 3,92 triliun

Maka own retention ratio saham PNLF adalah Rp 3,78 triliun / Rp 3,92 triliun x 100% = 96,4%

Rasio retensi yang disarankan KMK No. 504/KMK.06/2004 adalah minimal 75% sedangkan rasio retensi sendiri dari PNLF adalah sebesar 96,4%. Ini adalah angka yang sangat baik, dengan begitu keuntungan perusahaan bisa lebih dimaksimalkan.

Net Profit Margin (NPM)

Berikutnya adalah tentang efisiensi kerja yang diukur dengan NPM alias marjin laba bersih. Semakin besar marjin laba bersih akan semakin baik karena akan mencerminkan kemampuan manajemen meminimalisir pengeluaran. Rumus NPM perusahaan asuransi adalah

Net Profit Margin = laba tahun berjalan / premi bruto x100%

  • Laba tahun berjalan adalah sebesar Rp2.147.315 juta alias Rp2,14 triliun
  • Sedangkan Premi bruto saham PNLF selama 2019 adalah Rp 3,92 triliun

Maka besar marjin laba bersih PNLF adalah Rp2,14 triliun/ Rp 3,92 triliun x 100% adalah 54,5%.

Sebagai informasi angka 54,5% adalah angka yang luar biasa mengingat sebagian besar perusahaan asuransi lainnya hanya memiliki marjin laba sebesar 10 persenan saja. Mungkin inilah yang menyebabkan Lo Kheng Hong, sang sultan panjang sabar kita ini, tertarik dengan PNLF.

Penutup

Apakah kamu juga tertarik? Penulis sangat berharap bahwa pengambilan keputusan investasi mesti dilakukan lebih dalam lagi terlebih karena emiten ini tidak membagikan dividen. Artinya kesabaranmu hanya akan diganjar capital gain saja dan tidak ada keuntungan dividen. Harap ingat itu.

Jika kamu tertarik kamu bisa melakukan analisa seperti di atas untuk lima atau bahkan 10 tahun ke belakang. Dengan begitu kamu bisa melihat tren-nya, apa selama lima tahun ini solvabilitas meningkat kah atau bagaimana. Sebagai tambahan kamu juga bisa mencari tahu valuasinya untuk mengetahui harga wajarnya.

Untuk saat ini nilai premi bruto PNLF menurun karena pandemi, ketika rilis laporan keuangan tahunan pasti akan terlihat dan oleh karenanya diprediksi harga sahamnya pun akan ikut tertarik ke bawah.

Disclaimer: Penyebutan saham dan analisa dalam artikel ini bukan rekomendasi. Segala posisi transaksi yang diambil oleh pembaca berkaitan dengan saham yang disebutkan tidak akan mengikat penulis secara hukum. Penulis tidak memiliki saham yang disebutkan sehingga analisa bebas dari bias. Pembaca diharapkan melakukan analisa lanjutan terkait segala posisi transaksi yang diambil atas saham yang disebutkan setelah membaca artikel ini.

Artikel Terkait