Ajaib.co.id – Bila berbicara mengenai pajak, maka besaran tarifnya sulit untuk dipinggirkan. Tarif pajak sendiri bisa beraneka ragam sesuai dengan jenisnya. Terkadang, wajib pajak bisa dikenai lebih dari satu jenis tarif. Oleh sebab itu, pengenaan pajak perlu dicermati dengan seksama.
Tarif pajak digunakan sebagai dasar pengenaan pajak atas objek pajak. Pengenaan pemungutan pajak atas objek pajak tersebut menjadi tanggung jawab wajib pajak. Pemerintah telah menetapkan besaran tarif perpajakan dalam bentuk persentase tergantung dari jenisnya, seperti diuraikan di bawah ini.
Tarif Pajak Proporsional
Persentase tarif pajak proporsional tetap, meskipun terjadi perubahan terhadap dasar pengenaan pajak. Jadi, berapapun besarnya jumlah objek pajak, persentasenya akan tetap. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan persentase 10% serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 0,5% adalah contoh pajak proporsional.
Tarif Pajak Tetap
Tarif pajak tetap disebut juga tarif pajak regresif. Jika tarif pajak proporsional yang tetap adalah persentase, maka tarif pajak tetap nominalnya yang tidak berubah. Jadi, pajak jenis ini akan selalu sama sesuai dengan peraturan yang berlaku, misalnya Bea Meterai sebesar Rp6 ribu yang kini ditetapkan sebesar Rp10 ribu.
Pajak Progresif
Persentase pajak progresif semakin besar seiring besaran nilai objek yang dikenai pajak. Dengan kata lain, makin besar nilai objek pajak, maka makin besar pula besaran membayar pajak. Pajak progresif dibedakan menjadi tiga.
Salah satunya ialah tarif progresif-progresif. Persentase tarif pada jenis tarif ini semakin besar sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya. Pajak progresif-progresif diberlakukan untuk Pajak Penghasilan (PPh) wajib pajak individu (pribadi), yakni
· Pajak sebesar 5% untuk penghasilan kena pajak (gaji) hingga Rp50 juta
· Pajak sebesar 15% untuk penghasilan kena pajak lebih dari Rp50–Rp250 juta
· Pajak sebesar 25% untuk penghasilan kena pajak lebih dari Rp250– Rp500 juta
· Pajak sebesar 30% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp500 juta
Pajak progresif juga bisa diberlakukan pada kendaraan bermotor. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, kepemilikan aset pembayaran pajak pada kendaraan dibedakan berdasarkan jenis dan jumlah kendaraan, misalnya kendaraan roda dua dikenakan pajak progresif minimal 1% dan maksimal 2%.
Namun, besaran persentase pajak bisa bertambah untuk kendaraan bermotor kedua, ketiga dan seterusnya. Besaran minimalnya ialah minimal 2% dan maksimal 10%. Untuk kendaraan roda empat, tingkat pajak progresif minimal 1,5% dan maksimal 4%.
Besaran pajak 1,5% dikenakan pada kepemilikan mobil pertama. Mobil kedua akan dikenakan pajak sebesar 2% dan seterusnya hingga maksimal 4%.
Tapi, persentase di atas berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008. Besaran persentase bisa berubah karena setiap daerah memiliki ketentuannya masing-masing. Jadi, tarif yang ada di Jakarta, misalnya, akan berbeda dengan tarif yang ada di Samarinda.
Ketentuan pajak progresif pada kendaraan bermotor bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah. Tetapi, ketentuan pajak progresif ini juga bertujuan untuk menurunkan jumlah kendaraan bermotor milik pribadi sehingga menekan angka kemacetan dan polusi udara.
Tarif Pajak Degresif
Persentase pajak degresif semakin kecil jika nilai objek yang dikenai pajak semakin besar. Dengan kata lain, persentase pajak akan semakin rendah saat dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat.
Jadi, jumlah pajak terutang tidak ikut mengecil bila persentasenya semakin kecil. Persentase tarif untuk dasar pengenaan pajak sebesar Rp10 juta, misalnya, akan lebih kecil daripada persentase tarif untuk dasar pengenaan pajak sebesar Rp5 juta.
Tapi, meskipun persentase semakin kecil, jumlah pajak terutang tidak akan selalu ikut mengecil, bahkan bisa jadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga pada dasarnya semakin membesar.
Penerapan jenis pajak degresif merupakan kebalikan dari jenis pajak progresif yang diberlakukan untuk PPh atas setiap wajib pajak yang sudah mendapat status kewajiban perpajakan. Pajak degresif ditanggung oleh orang pribadi atau badan berdasarkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak. Tarif pajak degresif juga akan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Pajak Ad Valorem
Pajak ad valorem menggunakan persentase khusus. Persentase khusus ini dikenakan pada harga suatu barang. Sebagai gambaran, perusahaan A mengimpor barang sebanyak 50 unit komputer dengan harga per unit Rp10 juta.
Tarif bea masuk impor barang tersebut sebesar 20%. Maka, nilai bea masuk yang harus dibayarkan adalah:
Nilai barang impor = jumlah unit x harga per unit
= 50 x Rp10 juta
= Rp500 juta
Bea Masuk = tarif bea masuk x nilai barang impor
= 20% x Rp500 juta
= Rp100 juta
Tarif Pajak Spesifik
Pajak spesifik dikenakan pada suatu barang atau jenis barang tertentu dengan jumlah tertentu. Sebagai ilustrasi, PT A mengimpor mobil sedan dari Amerika Serikat (AS) sebanyak 100 unit.
Apabila harga satu mobil tersebut Rp200 juta dan tarif bea masuk atas impor barang Rp20 juta per unit, maka jumlah bea masuk yang harus dibayarkan oleh perusahaan A sebagai berikut:
Jumlah mobil yang diimpor: 100 unit
Tarif bea masuk Rp20 juta
Jumlah bea masuk yang harus dibayarkan
= Tarif bea masuk per unit x jumlah mobil
= Rp10 juta x 200
= Rp2 miliar
Memang, cukup rumit untuk menghitung tarif pajak. Terlebih, wajib pajak bisa saja dikenakan lebih dari satu jenis tarif. Jadi, langkah bijak adalah berkonsultasi dengan konsultan pajak atau petugas Ditjen Pajak.