Ajaib.co.id – Lelang obligasi pemerintah pada 10 September 2019 lalu sempat mencetak rekor penerbitan tertinggi sejak bulan Juni lalu. Pembelian produk investasi jangka menengah ini banyak dilakukan oleh investor pemula, umumnya milenial. Instrumen ini sempat jadi pilihan kala pasar ditekan oleh perang dagang Amerika Serikat dan Cina.
Pada 10 September lalu, nilai penerbitan surat utang negara (SUN) dalam lelang mencapai Rp23,25 triliun, di atas rerata sejak awal tahun Rp21,33 triliun dan dari penerbitan lelang terakhir Rp17,3 triliun. Jumlah penawaran dari peserta lelang mencapai Rp44,72 triliun, lebih tinggi daripada lelang sebelumnya Rp29,1 triliun.
Hanya saja angka ini masih lebih rendah daripada rerata per lelang sejak awal tahun yang mencapai Rp49,37 triliun. Tentunya ini menjadi hal positif karena dukungan dari pasar keuangan domestik. Mereka mendukung hasil lelang obligasi pemerintah sehingga membuat pelaku pasar agresif dalam melempar permintaan lelang.
Obligasi pemerintah sebelumnya bukan merupakan instrumen yang kerap dilirik publik. Alasannya karena keuntungannya tidak terlalu menjanjikan. Namun fenomen berbeda muncul ketika era digital saat ini. Obligasi pemerintah mulai diminati khususnya kalangan yang ingin berinvestasi dengan dana terjangkau.
Ditopang dengan meningkatknya literasi keuangan dan kemudahan akses investasi ala dunia digital, kini surat utang negara ini menjadi primadona.
Obligasi Pemerintah, Pernah Jadi Primadona tapi Tak Selalu Bersinar
Surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah ini diminati publik karena dianggap aman, mudah dan terjangkau. Risiko gagal bayar obligasi negara sangat rendah jika tidak mengandung risiko nihil karena penerbit obligasi merupakan pemerintah. Kecuali dalam kondisi terburuk negara dinyatakan pailit sehingga tak sanggup melakukan pembayaran bunganya dan utang yang kamu berikan.
Sedangkan jangka waktu jatuh temponya juga cukup cepat memberikan keuntungan bagimu dengan masanya masing-masing baik itu jangka panjang atau jangka pendek. Harga obligasi pemerintah juga sangat terjangkau. Kini kamu bisa membeli surat utang jangka menengah ini sangah mudah.
Pasalnya ada banyak e-commerce yang tercatat menjadi agen penjual instrumen ini selain sejumlah bank lainnya. Penerbitan obligasi pemerintah dilakukan salah satunya untuk sumber pembiayaan berbagai proyek di dalam negeri misalnya saja pemabngunan jalan raya atau berbagai fasilitas umum yang bersumber dari APBN.
Kamu memberikan pinjaman dana dan kemudian pemerintah akan bertanggung jawab membayar pinjaman beserta dengan bunga yang ditetapkan di awal. Demikian lah konsep penerbitan instrumen obligasi pemerintah. Mudah dan gampang dipahami namun tetap meuntungkan.
Sempat Jadi Primadona Kala Perang Dagang
Obligasi pemerintah sempat hype di kalangan milenial sebagai instrumen yang harus dimiliki untuk berinvestasi. Tren berinvestasi memang tengah naik di kalangan anak muda dengan akses keuangan yang lebih leluasa. Hanya saja memang instrume berisiko seperti saham masih ditakuti.
Opsi lainnya seperti obligasi pemerintah yang terbukti menjadi penjualan tertinggi kala tren perang dagang tahun 2019 lalu. Bahkan ketika tensi perang antar negara raksasa mulai menerun, tren kepemilikan atas surat utang negara ini masih terus bertahan.
Turunnya tensi perang dagang juga didukung potensi penurunan suku bunga di Uni Eropa dan Amerika Serikat memberikan angin segar di tengah paceklik sentimen positif sejak retalisasi China terhadap penaikan tarip pajak secara sepihak oleh Amerika Serikat. Sayangnya, kenaikan harga SUN tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN terlihat dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik, yiel akan turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Pelajari Saham SUN
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 7 basis poin (bps) menjadi 7,69 persen. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yield yang terjadi pada yield tenor 2 tahun hingga 10 tahun yang mulai hilang sejak pekan lalu, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi Amerika Serikat semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi, kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang. Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator tekanan ekonomi.
SUN diterbitkan oleh Pemerintah sesuai Undang-Undang No. 24 Tahun 2002. Keberadaannya digunakan oleh pemerintah untuk membiayai kebutuhan anggaran pemerintah seperti untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
SUN dapat dimiliki investor melalui pasar perdana maupun pasar sekunder. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan Surat Utang Negara untuk pertama kali, sedangkan Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan Surat Utang Negara yang telah dijual di Pasar Perdana.
Pasar perdana kerap dikenal sebagai piblic offering atau go public antara penerbit kepada pemodal. Sedangkan pasar sekunder biasanya berlangsung di Bursa Efek Indonesia dan melibatkan agen penjual dan dilakukan ketika ingin menjual kembali SUN miliknya sebelum jatuh tempo.
SUN merupakan instrumen investasi yang bebas resiko gagal bayar karena pembayaran bunga/kupon dan pokoknya dijamin oleh UU SUN. Oleh karena itu, setiap tahun Pemerintah menganggarkan pembayaran kupon maupun pokok ON dalam APBN.
Tak Kebal Corona
Obligasi pemerintah dengan berbagai keunggulannya sayangnya tidak menjamin nilainya bebas dari dampak Corona. Pendemi virus ini memang memberikan pukulan telak bagi berbagai pasar keuangan. Pasar modal mengalami pengaruh paling besar meskipun pasar obligasi pemerintah nyatanya juga ikut terseret.
Laporan dari CNBC Indonesia menyebutkan jika arus modal yang mengalir ke pasar obligasi pemerintah seret, karena kekhawatiran investor terhadap dampak ekonomi dari pandemi virus corona atau Coronavirus Desease-2019 (Covid-19). Akibatnya, pemerintah terpaksa menyerap penawaran dengan imbalan tinggi.
Semenjak 18 Februari sampai akhir Maret, yield SBN [Surat Berharga Negara] naik 130 bps [basis poin] untuk tenor 10 tahun. Kenaikan yield menandakan harga obligasi sedang turun. Penurunan harga terjadi akibat minimnya minat pelaku pasar.
Pemberitaan yang sama juga menyebutkan jika Sri Mulyani, Menteri Keuangan menyatakan jika penawaran obligasi pemerintah mengalami penurunan cukup signifikan. Estimasi angka penawaran sebesar Rp 80-100 triliun untuk satu kali lelang terbukti hanya menghasilkan penawaran sebesar Rp34 triliun pada bidding 31 Maret lalu.
Pemerintah akhirnya terpaksa melakukan penyerapan atas obligasi yang diterbitkan sebesar sekitar Rp 22 triliun. Dengan tingkat yield yang ada maka harga yang dibayar jelas lebih mahal. Rendahnya angka penawaran pada lelang obligasi negara menandakan kondisi pasar belum menunjukkan tren perbaikan dalam waktu dekat.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), dari periode 20 Januari 2020 hingga 30 Maret 2020, aliran keluar modal asing (outflow) dari pasar keuangan Tanah Air menembus Rp145,1 triliun (year to date/ytd). Jumlah tersebut terdiri atas Rp131,1 triliun outflow di pasar SBN dan Rp9,9 triliun di pasar saham.
Adapun, Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Rendahnya minat pasar atas obligasi pemerintah menjadi cerminan atas kekhawatiran investor akan situasi ekonomi negara. Masyarakat masih merasa uang tunai atau investasi emas adalah pilihan yang lebih aman dalam situasi seperti ini. Pemerintah sendiri menyadari jika Corona merupakan penyebab utama atas hal ini.
Keunggulan obligasi pemerintah sebagai instrumen yang mudah dan terpecaya memang tidak pudar. Namun saat ini sepertinya investor memilih mengalokasikan dananya untuk instrumen yang berbeda. Paling tidak hal ini untuk mempertahankan likuiditas dana yang dimiliki serta alokasi dana darurat di tengah kondisi serba tidak pasti ini.
Ajaib merupakan aplikasi investasi reksa dana online yang telah mendapat izin dari OJK, dan didukung oleh SoftBank. Investasi reksa dana bisa memiliki tingkat pengembalian hingga berkali-kali lipat dibanding dengan tabungan bank, dan merupakan instrumen investasi yang tepat bagi pemula. Bebas setor-tarik kapan saja, Ajaib memungkinkan penggunanya untuk berinvestasi sesuai dengan tujuan finansial mereka. Download Ajaib sekarang.