

Ajaib.co.id – Pada tanggal 21 Juni 2021 perdagangan saham LMAS disuspensi oleh BEI dengan alasan cooling down sehubungan peningkatan harga kumulatif yang signifikan. Sebagai informasi harga penutupan saham LMAS pada 21 Juni 2021 adalah Rp 130, artinya LMAS telah meningkat 260% sejak harga penutupannya di 31 Desember 2020 yang hanya Rp 50 saja per saham.
Beberapa akun di forum saham berpendapat bahwa kenaikan saham LMAS sebenarnya sangat wajar. Pasalnya LMAS, yang disebut-sebut sebagai Bloomberg nya Indonesia ini, diduga kuat menerima pemasukan besar selama pandemi karena jumlah investor di dalam negeri telah meningkat pesat selama pandemi.
Nyatanya pendapatan malah menurun karena pelanggan-pelanggannya, yang notabene adalah korporat dan bukannya individu, terkena pembatasan jam operasional sejumlah perusahaan akibat penerapan Pembatasan Sosial Besar-Besaran. Sebenarnya bagaimana gambaran kinerja emiten penyedia informasi data keuangan ini? Berikut bedah sahamnya.
Profil Perusahaan
PT Limas Indonesia Makmur Tbk (LMAS) adalah perusahaan penyedia informasi data keuangan untuk mendukung investasi di bursa nasional secara real time. Per tahun 2020 pelanggan utama LMAS adalah Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java, PT Pertamina Hulu Sanga Sanga dan PT Pertamina Hulu Energi OSES.
Produknya termasuk StockWatch dan StockTrade. StockWatch adalah sistem kuotasi harga berbasis terminal yang dirancang untuk profesional dan institusi sedangkan StockTrade adalah sistem yang memfasilitasi perdagangan langsung melalui bursa efek. Emiten juga memiliki e-Bursa.com sebagai sumber informasi pasar dan Limas Feed untuk memfasilitasi penyebaran data penelitian dan pasar.
PT Limas Indonesia Makmur telah berdiri sejak 4 Juni 1996 dan sudah IPO di papan pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 28 Desember 2001 dengan kode saham LMAS. Dengan jumlah saham beredar sebanyak 787,85 juta lembar di harga Rp 101, kapitalisasi pasar LMAS adalah sebesar Rp 79,57 Miliar. Adapun pemegang saham terbesar adalah Itek Bachtiar yakni 50,42%, kemudian sebanyak 49,58% beredar di masyarakat.
Kinerja Berdasarkan Laporan Keuangan Terakhir
Laporan keuangan terakhir yang disampaikan adalah yang dirilis di Kuartal 2-2021. Sebagai informasi, sumber pendapatan utama emiten berasal dari sewa dan jasa pemeliharaan, yang kedua adalah dari penjualan perangkat keras dan lunak, dan kontributor pendapatan ketiga terbesar adalah StockWatch dan StockTrade. Berikut laporan pendapatannya.
Rp penuh | 2Q21 | 2Q20 | Perubahan |
Pendapatan | 22.760.438.867 | 53.730.525.587 | -57,64% |
Laba Kotor | 8.315.693.378 | 16.326.490.120 | -49,07% |
Laba Usaha | -713.568.670 | 3.957.149.152 | -118,03% |
Laba Bersih | -4.479.450.028 | -1.233.856.586 | 263,04% |
Dalam jangka waktu setahun pendapatan emiten turun sebanyak 57% menjadi hanya Rp 22,76 miliar dibandingkan dengan yang dicapainya di Kuartal 2-2020 yang berjumlah Rp 53,73 miliar. Sejalan dengan penurunan pendapatan, laba kotor juga turun sebesar 49% menjadi hanya Rp 8,3 miliar saja.
Beban –beban lainnya seperti beban penjualan, beban umum dan administrasi telah berkurang banyak, hal ini menunjukkan efisiensi yang baik. Namun meski telah dihemat, karena kurangnya pendapatan maka emiten tak mampu membukukan laba usaha yang positif alias merugi.
Di bottom line kerugian emiten tak terelakkan, emiten merugi bersih Rp 4,47 miliar naik 263% dibandingkan dengan kerugian yang dibukukan di periode yang sama tahun 2020. Berikut informasi mengenai neracanya.
Rp penuh | 2Q21 | 2Q20 | Perubahan |
Aset | 347.747.147.209 | 371.471.639.652 | -6,39% |
Liabilitas | 228.009.698.624 | 244.662.804.104 | -6,81% |
Beban Keuangan | 3.971.243.990 | 5.337.306.563 | -25,59% |
Ekuitas | 119.737.448.585 | 126.808.835.548 | -5,58% |
Secara umum emiten menunjukkan kemampuan administrasi bisnis yang cukup baik. Per Juni 2021 total aset berkurang 6,39% menjadi Rp 347,74 miliar sejalan dengan penurunan total sebesar 6,81% menjadi Rp 228 miliar saja. Sebelumnya per Juni 2020 total aset emiten adalah sebesar Rp 371,47 miliar dengan total utang sebesar Rp 244,66 miliar.
Dengan turunnya total liabilitas, beban keuangan yang terdiri dari bunga utang juga menurun dari Rp 5,33 miliar menjadi hanya Rp 3,97 miliar saja. Dengan demikian penurunan total aset dapat disimpulkan terjadi berkat pembayaran sebagian liabilitas. Hal itu baik adanya karena menunjukkan itikad emiten untuk memperkuat kesehatan keuangannya.
2Q21 | 2Q20 | |
DER | 190,42% | 192,94% |
Current Ratio | 197,07% | 205,30% |
Turunnya liabilitas membuat rasio utang per ekuitas turun, meski tipis, menjadi 190%. Adapun rasio lancar juga berkurang namun masih sangat baik. Rasio lancar yang besarnya 197% menunjukkan bahwa aset lancar besarnya 1,9x liabilitas lancarnya. Meski terkoreksi dari sebelumnya yakni 205%, namun rasio lancar dengan besar lebih dari 100% sudah sangat baik sekali.
Riwayat Kinerja
Rp penuh | Aset | Liabilitas | Ekuitas |
2017 | 446.339.446.199 | 318.464.006.522 | 127.875.439.677 |
2018 | 453.984.850.118 | 327.378.417.654 | 126.606.432.464 |
2019 | 379.566.361.874 | 251.523.669.740 | 128.042.692.134 |
2020 | 346.974.718.729 | 222.757.820.116 | 124.216.898.613 |
CAGR | -8% | -11% | -1% |
Setiap tahun total aset emiten turun dengan rata-rata penurunan sebesar 8% per tahun. Di akhir 2020 total aset emiten adalah sebesar Rp 346,9 miliar. Adapun liabilitas juga turun sebanyak 11% per tahun.
Yang menarik sebenarnya terletak di bagian arus kas. Arus kas menunjukkan bahwa setiap tahunnya emiten mengalami penurunan penerimaan dari pelanggan, akan tetapi aktivitas operasi selalu menghasilkan kas bersih yang positif. Kemudian di bagian pendanaan, setiap tahunnya emiten melakukan gali lubang-tutup lubang yang nilainya semakin besar saja.
Pada tahun 2017 emiten mengajukan utang bank tambahan sebesar Rp 64,26 miliar, lalu kemudian melakukan pembayaran utang bank sebesar Rp 101 miliar. Di 2018, emiten emiten mengajukan utang bank lagi sebesar Rp 101,7 miliar lalu kemudian membayar utang bank sebesar Rp 120,4 miliar. Di 2019 dan 2020 pun juga demikian. Di 2020 penambahan utang bank adalah sebesar Rp 110,6 miliar dan utang bank yang dibayarkan adalah sebesar Rp 142 miliar.
Selama ini arus kas operasional selalu berhasil menutup minus yang dihasilkan arus kas pendanaan dengan baik. Di samping itu arus kas investasi juga terus membebani dengan terus menambah aset tetap. Defisit ini akan terus membesar hingga berpotensi menyebabkan default dan hal yang dapat membantu keadaan keuangan emiten adalah penjualan yang meningkat. Sayangnya penjualan dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.
Rp Penuh | Penjualan | Laba Kotor | Laba Usaha | Laba Bersih |
2017 | 189.230.788.762 | 57.774.760.761 | 25.911.706.854 | 3.895.439.449 |
2018 | 167.097.354.227 | 56.783.716.822 | 20.229.349.189 | -1.322.616.189 |
2019 | 162.942.467.774 | 47.632.194.812 | 18.998.378.387 | 799.725.045 |
2020 | 102.699.955.629 | 31.659.955.234 | 8.988.078.824 | -3.838.498.010 |
CAGR | -18% | -18% | -33% | -199% |
Dari tahun ke tahun penjualan terus turun dengan penurunan sebesar 18% per tahun, penurunan utamanya terjadi di tahun 2020. Sebagai informasi produk dan layanan LMAS termasuk StockWatch; terminal data dan informasi keuangan real time, Limas DataFeed, dan situs web http://www.e-bursa.com; portal pasar modal dan keuangan. Penurunan pada penjualan mengisyaratkan turunnya minat pelanggan untuk meneruskan paket berlangganan mereka.
Mengenai efisiensi, beban-beban umum dan administrasi telah berusaha ditekan sedemikian rupa. Terlihat dari turunnya angka beban Gaji dan Tunjangan, beban pemasaran dan lainnya dari tahun ke tahun. Namun apa daya meski sudah berusaha maksimal namun laba usaha masih harus turun akibat semakin lemahnya penjualan dari tahun ke tahun. Dan seiring dengan melemahnya penjualan, laba bersih pun terkoreksi 199% per tahun.
Kesimpulan
Secara administrasi bisnis manajemen LMAS telah menunjukkan kemampuan yang sangat baik. Emiten melakukan efisiensi dalam hal mengurangi beban usaha, termasuk mengurangi utang. Dari laporan arus kas terlihat bahwa emiten setiap tahunnya berutang lebih besar untuk menutup utang yang telah dimiliki sebelumnya. Dan selama ini kelebihan utang selalu dapat ditutupi dengan sisa hasil penerimaan dari pelanggan.
Pada akhirnya kita mendapati liabilitas turun setiap tahun rata-rata 11% per tahun. Meski kemampuan administrasi bisnis emiten terbilang jempolan, namun keadaan akan memburuk jika angka penjualan terus menurun. Intinya adalah LMAS punya masalah dengan produknya sehingga penjualan turun dari tahun ke tahun.
Disclaimer: Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Ajaib membuat informasi di atas melalui riset internal perusahaan, tidak dipengaruhi pihak manapun, dan bukan merupakan rekomendasi, ajakan, usulan ataupun paksaan untuk melakukan transaksi jual/beli Efek. Harga saham berfluktuasi secara real-time. Harap berinvestasi sesuai keputusan pribadi.