Investasi, Saham

Memahami Mega Merger BRIS menjadi Bank Syariah Nasional

Ajaib.co.id – Pada tanggal 21 Oktober 2020 penandatanganan Conditional Merger Agreement dilaksanakan untuk menandai awal merger/penggabungan BRI Syariah (kode: BRIS) dengan dua entitas perbankan syariah lain yakni PT BNI Syariah (BNIS) dan PT. Bank Syariah Mandiri (BSM).

Wakil Direktur Utama Bank Mandiri, Hery Gunardi, mengungkap bahwa total aset pasca merger akan mencapai Rp 215,6 triliun dengan modal inti lebih dari Rp 20,4 triliun.

Dengan demikian BRIS sebagai surviving entity, alias perusahaan yang menerima penggabungan, akan menjadi salah satu dari 10 bank terbesar di Indonesia dari sisi aset. Sedangkan dari sisi kapitalisasi pasar, merger skala raksasa dari bank syariah milik negara ini akan menjadi salah satu dari 10 bank syariah terbesar di dunia.

Publik menyambut antusias hal ini dan saham BRIS berhasil naik 1.151% dari level terendah yaitu Rp135 per lembar pada 24 Maret 2020 ke level tertingginya hingga kini yaitu Rp1.690 per lembar pada Kamis, 15 Oktober 2020. Sebelumnya BRIS melakukan penawaran perdana/IPO di harga Rp510 per lembar pada 9 Mei 2019.

Merger adalah salah satu informasi penting bagi pemegang saham karena dapat mempengaruhi harga saham perusahaan yang menjadi penerima merger/surviving entity maupun perusahaan yang di-merger/dilebur.

Berikut rincian mega merger perbankan syariah dengan BRIS sebagai surviving entity.

Pengertian Merger

Merger/penggabungan didefinisikan sebagai sebuah perjanjian antara dua perusahaan yang sudah berdiri untuk bersatu menjadi sebuah entitas. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam merger akan menciptakan nilai lebih kepada pemegang sahamnya dalam bentuk pangsa pasar, nilai aset, dll.

Head of Research Reliance Sekuritas Lanjar Nafi menjelaskan “Perusahaan dengan skema merger perusahaan go public biasanya akan dilakukan dengan penerbitan saham baru.”

Jadi perusahaan yang sudah TBK akan menerbitkan saham baru. Dan perusahaan yang dimasukkan alias dilebur ke dalam perusahaan cangkang/surviving entity harus membeli saham baru tersebut.

Hasil merger berupa entitas yang sepenuhnya baru, atau pengembangan entitas cangkang/surviving entity dengan meleburnya perusahaan-perusahaan lama ke dalam perusahaan surviving.

Merger mempengaruhi harga saham yang jadi surviving entity maupun yang di-merge. BRIS yang menjadi surviving entity, sahamnya sempat diburu, meroket, lalu berfluktuasi.

BRIS sebagai Surviving Entity

Merger bank syariah yang melibatkan tiga bank syariah BUMN ini termasuk ke dalam reverse merger. Reverse merger adalah ketika sebuah perusahaan terbuka yang sudah listing di bursa menjadi perusahaan cangkang/surviving entity dan mengakuisisi perusahaan lain yang belum listing di bursa.

Dalam hal ini BRIS adalah perusahaan cangkang tersebut, sedangkan BNIS (BNI Syariah) dan BSM (Bank Syariah Mandiri) adalah perusahaan yang akan digabungkan ke dalam BRIS.

Kemudian untuk medapat porsi pengendalian, maka perusahaan yang dilebur akan mengambil alih seporsi besar saham perusahaan surviving entity. Perusahaan yang menjadi cangkang akan menyerahkan saham baru yang dirilis untuk dibeli perusahaan yang di-merger.

Dengan demikian terjadi “reverse merger” di mana perusahaan yang diakuisisi adalah yang membayar kepada perusahaan yang mengakuisisi.

Ini adalah hal yang lumrah, lebih murah daripada harus melakukan IPO/Penawaran Saham Perdana. Seringkali disebut backdoor listing tak langsung, merger memang lebih irit daripada BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri melakukan IPO sendiri.

Toni E.B. Subari  selaku Direktur Utama Bank Syariah Mandiri (BSM) yang menjelaskan bahwa merger ini menggabungkan kekuatan dari tiga bank Syariah milik BUMN.

Setelah merger maka BRI Syariah akan memiliki 1.200 cabang dan 1.700 jaringan ATM, dan didukung oleh 20.000 orang karyawan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Tahapan yang Harus Dilalui Dalam Proses Merger

Kendati perjanjian telah resmi diteken, masih ada sejumlah proses yang harus dilewati sebelum penggabungan benar-benar terlaksana.

Dijelaskan oleh Ketua Tim Project Management Office Hery Gunardi yang juga merupakan Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri mengungkap bahwa penandatangan hanya awal dari proses merger. Masih ada tahapan-tahapan berikutnya yang harus dijalani sehingga dalam prosesnya, merger bisa saja gagal terjadi.

Setelah semua tahapan dilalui barulah merger akan resmi terlaksana, sebelum semua tahapan dijalani maka baru sebatas rencana. Semua tahapan untuk merger diharapkan dapat terlaksana pada Februari 2021. “Nantinya diharapkan di bulan Februari 2021 terjadi namanya legal merger, di situ sebetulnya penggabungan itu secara resmi terjadi” ungkap beliau.

Ada pun tahapan merger yang mesti dilalui, sebagaimana diungkap oleh Hery Gunardi ditampilkan dalam infografis berikut;

Sumber: Bisnis Indonesia – market today

Right Issue yang Bukan Right Issue

Selama ini kita mengenal aksi korporat right issue (RI) sebagai aksi penerbitan saham baru untuk menambah jumlah saham beredar yang ada sebelumnya. Biasanya RI ditandai dengan adanya hak yang dapat ditebus dengan saham baru yang ditandai dengan –R di akhir kode saham. Misalnya MAMI-R yang diberikan cuma-cuma kepada para pemegang saham MAMI, yang dapat ditebus di harga exercise.

Kali ini berbeda, dalam rangka merger bank syariah ini rencananya PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS) yang sebelumnya telah menerbitkan saham sebanyak 9.716.113.498 alias 9,7 miliar lembar akan menerbitkan 31,13 miliar saham tambahan namun tanpa hak tebus BRIS–R kepada pemegang saham BRIS.

Jadi dalam prospektus merger dikatakan bahwa yang diberlakukan adalah skema Konversi Saham.

  • Jadi setiap saham BRIS yang dimiliki pemegang saham BNIS berhak atas 3.500,2767 saham tambahan  BRIS. Atau setara dengn 10,23 miliar saham tambahan di BRIS. Yang mana akan merepresentasikan 25,0% dari total saham beredar BRIS.
  • Sedangkan Bank Syariah Mandiri berhak atas 34,97 saham BRIS yang baru atas setiap saham BRIS yang dimiliki.  Itu setara dengan  20,91 miliar lembar saham BRIS yang mereprsentasikan 51,2% dari total saham beredar BRIS. Maka PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) selaku pemilik Bank Syariah Mandiri akan menjadi pengendali BRIS.
  • Sisanya 17% akan dikuasai oleh BRI sebagai pengendali BRI Syariah, investor lainnya adalah PT BNI Life Insurance sebanyak 5,25 juta saham saja.
  • Dengan demikian jumlah saham yang diterbitkan oleh Bank Yang Menerima Penggabungan [BRIS] pada Tanggal Efektif Penggabungan [1 Februari 2021] adalah sebesar 40,85 miliar saham.

Sepintas seperti right issue namun tanpa saham-R untuk ditebus sehingga masyarakat yang memiliki saham BRIS tidak dapat menghindari dilusi pada sahamnya.

Struktur Pemegang Saham BRIS

Jika merger telah resmi di 1 Februari 2021 maka struktur pemegang saham BRIS menjadi;

Setelah efektif merger di 1 Februari 2021, maka struktur kepemilikan atas saham BRIS terdiri dari Bank Mandiri (51,2%) sebagai pengendali baru, BNI (25%), BRI (17,4%), DPLK BRI – Saham Syariah (2%), dan Masyarakat (4,4%).

Sebelumnya pemegang saham pengendali BRIS adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (kode: BBRI) sebesar 73%, DPLK BRI-Saham Syariah sebesar 8,53%, dan publik 18,47%.

Sedangkan Bank Syariah Mandiri yang belum listing di bursa, sahamnya sebanyak 99,9% dikuasai oleh PT Bank Mandiri (BMRI) dan 0,1% oleh Mandiri Sekuritas. Di lain pihak BNI Syariah dikuasai oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar 99,95%, sisanya oleh BNI Life Insurance sebesar 0,05%. 

Rencana penguasaan oleh Bank Mandiri (BMRI), BNI (BBNI) dan BBRI membuat saham ketiganya juga ikut meningkat selama rencana merger BRIS beredar di kalangan investor dan trader.

Namun semuanya akan tunduk pada Pemerintah Republik Indonesia yang secara tidak langsung tetap menjadi pengendali BRIS sebagai Bank Yang Menerima Penggabungan.

Saham BRIS Terjerembab

BRIS yang sempat mengangkasa dilepas beramai-ramai dan jatuh sebesar 7% ke Rp1.395 pada hari Rabu, 21 Oktober 2020 tepat di hari penandatangan rencana merger. Dihitung dari level tertingginya, BRIS sudah turun 17,4% hanya dalam waktu sepekan.

Saham BRIS telah menjadi primadona, ditransaksikan sebanyak 81.787 kali dalam sehari. BRIS juga masuk daftar saham paling ramai ditransaksikan dengan nilai Rp811 miliar atau mewakili 10,1% dari total transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam sehari.

Jatuhnya saham BRIS berbarengan dengan pengumuman dari BBRI sebagai induk BRIS yang menawarkan untuk membeli saham BRIS yang dipegang publik senilai Rp781,29. Itu adalah harga yang jauh di bawah harga pasar yang saat itu mencapai seribu rupiah lebih.

Rp781,29 adalah penilaian valuasi wajar atas saham BRIS per Juni 2020, maka wajar harga sahamnya mulai turun mendekati harga wajarnya. Valuasi wajar BRIS diungkap dalam Laporan Penilaian KJPP Suwendho, Rinaldy dan Rekan.

Dalam laporan tersebut, BRIS yang pada Juni memiliki 9.716.113.498 lembar saham pantas dihargai pada valuasi senilai Rp 7,59 triliun. Oleh karenanya valuasi per lembar saham BRIS adalah Rp 781,29 saja.

Selain itu merger dengan skema Right Issue oleh BRIS akan menyebabkan kepemilikan saham oleh publik yang sebelumnya 18,47% menjadi 4,4% saja. Maka aksi merger ketiga bank syariah akan menciptakan dilusi/turunnya nilai kepemilikan saham BRIS sebesar 76,2%.

Dilusi kepemilikan artinya menurunnya nilai saham yang dipegang. Misalnya kamu punya 100 lembar saham dengan nilai Rp500 ribu. Jika terjadi dilusi 50% maka kamu tetap punya 100 lembar namun nilainya tak lagi Rp500 ribu melainkan Rp250 ribu saja. Itulah yang dimaksud dengan dilusi.

Sudah lumrah terjadi di mana saham yang hendak menerbitkan saham baru/Right Issue mendadak ramai ditransaksikan, naik ke angkasa, lalu jatuh di detik-detik sebelum Right Issue dilaksanakan.

Namun dalam hal ini right issue yang terjadi bukan benar-benar right issue, namun konversi saham. Masyarakat harus tahu hal ini sebelum cemas harga akan dibawa turun ke harga teoritisnya.

BRIS Tidak Akan Delisting

Sebelumnya ramai diperbincangkan di forum-forum saham bahwa pasca merger, BRI Syariah (BRIS) akan melakukan delisting karena kecilnya free float/porsi saham beredar yang akan dikuasai publik yaitu hanya 4,4% saja.

Regulasi Bursa Efek Indonesia  (BEI) mewajibkan perusahaan terbuka menyediakan free float/porsi saham untuk dimiliki publik setidaknya 7,5% dari total jumlah saham beredar. Namun meski demikian hal itu dibantah oleh manajemen BRI Syariah dan Inarno Djayadi selaku Direktur Utama BEI.

Free float yang kecil membuat saham mudah terindikasi gorengan, terkena suspensi dan masuk daftar saham yang berstatus unusual market activity (UMA). Itulah sebabnya masyarakat khawatir.

Inarno mewakili bursa menyatakan akan memberi waktu bagi BRI Syariah selaku bank yang menerima penggabungan untuk menambah free float/saham beredar untuk publik dalam waktu satu hingga dua tahun pasca merger.

Harapan yang Berusaha Dicapai Melalui Merger

Merger bank syariah adalah sesuai dengan arahan Kementerian BUMN untuk mewadahi aktivitas ekonomi syariah Indonesia. Indonesia sebagai rumah dari 13% populasi muslim dunia membutuhkan bank syariah nasional berdaya saing global

Hery Gunardi  selaku Project Management Office mengatakan bahwa ia ingin memastikan bahwa bank syariah nasional terbesar ini akan dapat memberi manfaat dan menjadi wadah bagi masyarakat sebagai pusat perputaran ekonomi syariah. Hal ini sejalan dengan upaya Pemerintah dalam mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia.

Dengan layanan finansial berbasis syariah, layanan sosial bahkan spiritual, dibekal modali dan aset yang kuat dari segi finansial, sumber daya manusia, sistem teknologi informasi, maupun produk dan layanan keuangan, BRIS berharap dapat memenuhi kebutuhan nasabah dengan prinsip syariah.

Artikel Terkait