Saham

Malindo Feedmill Terseret Tren Penurunan Saham Poultry

Ajaib.co.id – Kamu masih ingat sama wabah flu burung atau Avia Influenza, yang merebak pada 2006-2011 lalu? Meskipun tertular terhadap manusia, tapi tampaknya target utama sang virus memang ternak ayam dan unggas.

Wabah memukul telak produktivitas ternak unggas Indonesia yang saat itu dipawangi tiga peternakan besar, satu di antaranya PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN), padahal sebelumnya arus ekspor sempat merambah wilayah Asia seperti Myanmar dan Bangladesh.

Setelah sukses menemukan vaksin Avian Influenza lokal dalam 11 bulan pada 2011, produktivitas ternak unggas Indonesia kembali mengisi kebutuhan domestik yang diproyeksikan meningkat 36% di 2014, dan pada 2015 mulai mengekspor produk ayam olahan ke Jepang.

Profil PT Malindo Feedmill Tbk

Didirikan pada 10 Juni 1997 dalam rangka Penanaman Modal Asing, PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) mulai beroperasi secara komersial pada 1998, dengan berkantor pusat di Duta Mas Fatmawati, Jakarta Selatan. Peternakan MAIN berlokasi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera dan Kalimantan Selatan, sedangkan pabriknya di Jakarta, Jawa Timur, dan Banten.

Pemilik saham mayoritas yang memiliki lebih dari 5%, persisnya sebesar 57,21% saham PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) adalah Dragon Amity Ltd. Perusahaan yang berkedudukan di Mauritius tersebut merupakan perusahaan pendiri Leong Hup Holding Berhard – perusahaan peternakan ayam terintegrasi terbesar di Malaysia, sehingga menjadi induk usaha. 

Ruang lingkup utama usaha MAIN adalah industri pakan ternak dan peternakan anak ayam usia satu hari (day old chick). Industri MAIN terkait lainnya meliputi pakan ternak, produksi induk ayam Parent Stock dan anak ayam umur sehari (pembibitan ayam), dan melalui anak usaha PT Malindo Food Delight memproduksi ayam pedaging dan makanan olahan berbahan baku ayam, dengan brand “SunnyGold” dan “Ciki Wiki”.

MAIN memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Initial Public Offering Saham MAIN sebanyak 61.000.000 dengan nilai nominal Rp100 per saham dan harga penawaran Rp880 per saham pada 27 Januari 2006. Pencatatan saham-saham tersebut di Bursa Efek Indonesia (BEI) dilakukan pada 10 Februari 2006.

Right Issue di 2015

Pada 27 Oktober 2015, PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) menetapkan harga pelaksanaan penawaran umum terbatas dengan hak memesan saham terlebih dahulu, atau biasa disebut rights issue, senilai Rp1.200 per saham.

Perusahaan menyebutkan akan menawarkan 20% atau setara dengan 447,75 juta saham baru senilai Rp537,3 miliar melalui prospektus. Rencananya, sekitar 50%-75% dari perolehan dana tersebut, akan digunakan untuk pembayaran utang bersama dengan anak usaha, kepada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).

Lalu sekitar 25%-50% selanjutnya akan digunakan untuk pembayaran utang kepada PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA). 

Dragon Amity Pte Ltd selaku pemegang saham pengendali menyatakan dalam aksi korporasinya, bahwa mereka akan menyerap rights issue tersebut sebanyak 230,49 juta lembar saham baru dengan harga Rp1.200 – Rp1.600 per lembar, demi mempertahankan kepemilikan mayoritas.  

Dragon Amity juga akan bertindak sebagai pembeli siaga jika rights issue tidak diserap oleh pemegang saham lainnya. Sebelumnya perseroan menetapkan harga pelaksanaan rights issue di kisaran Rp1.200 per lembar hingga Rp1.600 per lembar.

Tren Menurun MAIN di Oktober 2019

Sepanjang periode tersebut, saham MAIN terus turun dan kembali menguji area support level 860. Jika mampu bertahan di atas batas tersebut, saham ini berpeluang technical rebound ke target terdekat, di level 935.

MAIN akan menuju target di resistance 995 apabila ternyata kemudian rebound berlanjut. Apabila menembus dan melewati batas tersebut, maka berarti MAIN akan mengonfirmasi ke publik tentang pola reversal bullish double bottom-nya, dan mulai naik. 

Untuk saham MAIN, rekomendasi analis adalah Speculative Buy. Yakni Batasi resiko jika kembali turun dan gagal bertahan di 860.

Nilai MAIN pada Maret 2020 Naik-Turun

Tanggal     Open        Close   Pergerakan  Volume

09 Maret    725            690      -55                 1.982.100

10 Maret    690            700     +10                 1.434.600

18 Maret    525            494      -36                 1.825.000

24 Maret    412            380      -26

Jika tren tingkat daya beli masyarakat, harga daging ayam serta kapasitas produk unggas meningkat, pastinya kinerja keuangan PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) otomatis akan membaik, sehingga otomatis meningkatkan kapasitas produksi peternakan, meningkatkan volume penjualan, bahkan memperbanyak jumlah peternak mitra.

Tapi sayangnya, situasi ekonomi domestik dan global saat ini tidak seperti yang diharapkan.

Tren Saham Poultry

1.   Pada 16 Maret lalu, saham PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA) tercatat sudah turun 21% dalam sepekan terakhir ke posisi Rp1.080 per saham, setelah sebulan terakhir saham JPFA juga tercatat turun 30,55%, dan secara year to date ambles 29,64%.

Selama setahun terakhir, (year on year) saham JPFA masih tercatat merosot 52,63%. Bahkan jika dihitung dalam jangka panjang tiga tahun dan lima tahun pun, tetap saja saham JPFA masih turun 23,13% dan 3,14%.

2.   Di sisi lain, saham PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) juga mengalami tekanan akibat sentimen global. Selama seminggu terakhir sejak 16 Maret, saham CPIN anjlok 22,47% ke Rp5.175 per saham, dan dalam 3 bulan terakhir turun 25%.

Dihitung secara year to date CPIN sudah anjlok 20,38% dan secara year on year turun 28%. Namun jika dihitung dalam jangka panjang tiga tahun dan lima tahun, investor tidak kecewa karena saham CPIN tercatat masih naik 78,45% dan 35,47%.

3.   Dalam sepekan terakhir saham MAIN sudah jatuh 34,68%, dalam tiga bulan terakhir telah merosot 46,19%. Dalam perhitungan year to date, saham MAIN merosot 43,78%, dan secara year on year turun 62,08%. Secara perhitungan jangka panjang tiga tahun dan lima tahun juga ternyata masih merosot 52,92% dan 75,22%.

Kesimpulannya, dari tiga saham poultry terbesar di Indonesia, hanya CPIN yang masih mampu memberikan keuntungan bagi investor di tengah krisis ekonomi akibat perang dagang berkepanjangan dan pandemi virus Corona.

Karena Faktor Tantangan Terberat

Bukannya mencari kambing hitam, tapi faktanya perang dagang berkepanjangan antara Cina & Amerika Serikat telah memporak-porandakan kondisi ekonomi dunia sedemikian parah, hingga mempengaruhi kemerosotan kurs (nilai tukar) mata uang negara-negara lain, termasuk Indonesia yang faktanya “terjepit” di antara kepentingan dagang kedua negara raksasa itu.

Ada 3 faktor pembeban industry poultry saat ini, yaitu:

1.   Beban utang mata uang asing.

2.   Daya beli masyarakat menurun.

3.   Kenaikan harga komponen impor.

Perusahaan poultry sayangnya termasuk di dalamnya, karena pakan ayam dan unggas sejak dulu hingga kini, masih saja impor. Padahal bahannya tak jauh dari bungkil dan jagung.

Jadi, kalau berminat berinvestasi pada saham poultry, kamu harus juga rajin mencermati pergerakan nilai kurs rupiah terhadap valuta asing utama dunia, sambil meminimalisasi risikonya dengan jenis instrumen investasi berisiko moderat seperti reksa dana.

Bacaan menarik lainnya:

World Bank/International Finance Corporation (2013). Doing business (2013): Smarter regulations for small and medium-size enterprises. 10th Edition. IBRD: Washington, DC


Ajaib merupakan aplikasi investasi reksa dana online yang telah mendapat izin dari OJK, dan didukung oleh SoftBank. Investasi reksa dana bisa memiliki tingkat pengembalian hingga berkali-kali lipat dibanding dengan tabungan bank, dan merupakan instrumen investasi yang tepat bagi pemula. Bebas setor-tarik kapan saja, Ajaib memungkinkan penggunanya untuk berinvestasi sesuai dengan tujuan finansial mereka. Download Ajaib sekarang.

Artikel Terkait