Ajaib.co.id – PT Minna Padi Investama Tbk termasuk salah satu sekuritas yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan awalnya didirikan pada tahun 1998 dengan nama PT Batavia Artatama Securindo, dan baru rebranding menjadi PT Minna Padi Investama pada tahun 2004. Perusahaan kemudian memutuskan untuk go public dengan kode saham PADI pada tanggal 9 Januari 2012.
PT Minna Padi Investama Tbk saat ini mengantongi dua jenis izin perusahaan efek, yakni izin Perantara Perdagangan Efek (PPE) dan Penjamin Emisi Efek (PEE). Artinya, perusahaan dapat beraktivitas dalam bidang perantara perdagangan saham, penjaminan emisi, sekaligus menyediakan layanan keuangan korporat seperti jasa penasehat keuangan, restrukturisasi perusahaan, merger dan akuisisi, Penawaran Umum, dan masih banyak lagi.
Tinjauan Kinerja Keuangan Minna Padi Investama
PT Minna Padi Investama Tbk mencetak kerugian sangat drastis pada periode kuartal III/2020. Perusahaan mencatat rugi bersih tahun berjalan sebesar Rp89,94 miliar per 30 September 2020, padahal sempat meraup laba bersih senilai Rp7,47 miliar per 30 September 2019.
Kemerosotan laba berkaitan erat dengan anjloknya total pendapatan usaha perusahaan hingga minus Rp78,27 miliar dalam periode ini. Meski perusahaan berhasil menekan beban usaha dari Rp18,71 miliar per 30 September 2019 menjadi Rp13,61 miliar per 30 September 2002, kejatuhan pendapatan berdampak signifikan terhadap keseluruhan kinerja keuangan.
Perusahaan terutama menanggung kerugian dari menguapnya pendapatan kegiatan perantara perdagangan efek, sedangkan pendapatan dari kegiatan penjaminan emisi juga nyaris ludes. Sumber pendapatan perusahaan hanya tersisa dari dividen dan bunga saja.
Adapun situasi sejumlah statistik utama antara lain sebagai berikut:
Aset: Rp306,48 miliar (QIII/2020) menurun dibanding Rp418,39 miliar (QIV/2019)
Liabilitas: Rp27,82 miliar (QIII/2020) menurun dibanding Rp35,71 miliar (QIV/2019)
Ekuitas: Rp278,66 miliar (QIII/2020) menurun dibanding Rp382,68 miliar (QIV/2019)
NPM: 114,92% (QIII/2020)
DER: 9,98%
Sedangkan estimasi yang disetahunkan untuk beberapa rasio penting adalah sebagai berikut:
Return on Asset (ROA): -39,13%
Return on Equity (ROE): -43,04%
EPS: -11 (QIII/2020) lebih rendah dibanding -10 (QIV/2019)
PBV: 2,03x tergolong mahal
PER: -4,71x, jadi pemegang saham PADI menanggung kerugian hingga 4,71x per lembar sahamnya.
Outlook Minna Padi Investama
Masalah PT Minna Padi Investama Tbk bukanlah kabar baru. Sejak beberapa tahun lalu, perusahaan sudah sering menghiasi headline berita-berita ekonomi. Mulai dari kegagalan akuisisi Bank Muamalat, pembatalan rights issue, investigasi atas dugaan insider trading, hingga pembubaran reksa dana.
Tak berlebihan kiranya jika kredibilitas PADI dikatakan sudah tergerus di mata sebagian nasabahnya. Padahal kredibilitas merupakan aset non-materiil penting bagi sebuah perusahaan jasa keuangan. Kegagalan perusahaan memfasilitasi penyelesaian likuidasi reksa dana yang dibubarkan tahun lalu dalam waktu singkat juga semakin mengikis reputasinya.
Menjelang akhir tahun 2019, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membubarkan enam (6) reksa dana yang dikelola oleh Minna Padi Asset Management (MPAM). Pasalnya, karyawan tertangkap basah menjual dua reksa dananya dengan janji return pasti (fixed return) masing-masing 11% dalam rentang waktu 6 bulan-12 bulan. Kedua produk reksa dana tersebut adalah RD Minna Padi Pasopati Saham dan RD Minna Padi Pringgondani Saham yang bersifat terbuka dan selayaknya memiliki kinerja yang fluktuatif (return tidak terjamin).
Setelah enam reksa dana MPAM dibubarkan, dana hasil likuidasi semestinya sudah diterima oleh investor paling lambat 7 hari bursa sejak pembubaran selesai dilakukan. Namun, pengembalian dana hasil likuidasi belum juga rampung hingga akhir tahun ini. MPAM telah melakukan pelunasan sebagian, tetapi sejumlah nasabah tidak menyetujui skema pembagian hasil likuidasi reksa dana tahap berikutnya.
Minna Padi Asset Management merupakan anak usaha dari PT Minna Padi Investama Tbk. Direktur Utama Minna Padi Investama Sekuritas, Djoko Djoelianto, mengatakan kepada bisnis.com (29/1/2020) bahwa pihaknya tidak berkaitan dengan masalah pembubaran reksa dana MPAM karena perbedaan manajemen. Lebih lanjut, Djoko menjelaskan bahwa PADI merupakan pemegang saham minoritas saja di MPAM dengan kepemilikan hanya sebesar 18,87%.
Pihak yang menjadi sumber masalah sejatinya adalah MPAM. Tapi kalangan calon nasabah awam sudah terlanjur mengidentikkan kedua perusahaan yang sama-sama menyandang nama “Minna Padi”. Harga saham PADI langsung terjun bebas pada bulan November 2019, segera setelah skandal yang memicu pembubaran reksa dana MPAM itu merebak. Kemerosotan terus berlanjut hingga harga saham PADI jatuh ke level gocap pada bulan Januari 2020. Hingga kini, saham PADI masih terkunci di level ini.
Bagaimana outlook saham PADI ke depan? Sukar memproyeksikan masa depan yang cerah untuk sementara ini. PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk telah mengambil inisiatif untuk menutup galeri investasinya di Bandung pada bulan Juli, karena dianggap gagal memberikan kontribusi memadai dan meningkatkan beban biaya saja. Tapi sekedar efisiensi belum akan mendatangkan profitabilitas bagi perusahaan.
Perusahaan juga perlu memperbaiki brand recognition-nya di kalangan investor maupun awam, membenahi manajemennya, serta menampilkan terobosan baru untuk mengemas produk-produknya. Sebelum munculnya indikasi ke arah yang lebih baik, pembalikan (turnaround) jangka pendek maupun panjang untuk saham PADI agaknya belum memungkinkan. Calon investor justru perlu mewaspadai kemungkinan “goreng-menggoreng” berakibat fatal yang lazim terjadi pada saham-saham tingkat gocap.
Disclaimer: Tulisan ini dibuat berdasarkan riset dan opini pribadi. Bukan rekomendasi investasi dari Ajaib. Trading maupun investasi saham berpotensi memberikan keuntungan, sekaligus mengandung risiko. Setiap keputusan investasi dan trading merupakan tanggung jawab masing-masing individu yang membuat keputusan tersebut. Harap berinvestasi sesuai profil risiko pribadi.