Ajaib.co.id – Berinvestasi saham tak sekadar membeli lalu meninggalkannya. Pada akhir periode, investor akan mendapatkan dividen atau jika ingin menjual saham, harganya akan naik. Namun sebelum berinvestasi saham, ada baiknya investor memahami komponen rasio keuangan.
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan. Sebagai calon pemegang saham, kamu wajib mengetahui tinggi rasio atau besar rasio keuangan perusahaan. Kenali laporan keuangan perusahaan, perputaran piutang sampai bagaimana perusahaan membayar kewajiban lancar. Ini sebagai analisis rasio keuangan yang penting.
Rasio Keuangan dan Saham
Saham merupakan salah satu investasi yang paling menguntungkan untuk jangka panjang. Ketika investor berinvestasi saham, ia tak sekadar menanamkan uang pada saham emiten. Namun ia juga harus memahami analisis teknikal dan fundamental.
Analisis teknikal untuk melihat data historis harga saham, volume perdagangan, dan indikator pasar sebagai bahan pertimbangan membeli atau menjual saham. Investor yang fokus pada analisis teknikal untuk trading dan jangka pendek.
Sedangkan cara analisis fundamental adalah melihat kinerja perusahaan termasuk rasio keuangan, kondisi dan aksi korporasi, hingga pertumbuhan industri. Analisis ini digunakan oleh investor jangka panjang dan ingin menghindari saham gorengan.
Menggali informasi mengenai kinerja perusahaan sangat penting bagi investor. Karena semua investor ingin berinvestasi saham yang menguntungkan dan kondisi keuangan perusahaan sehat. Oleh karena itu, ada baiknya sebelum bertransaksi, investor memahami rasio keuangan. Sehingga ia membeli saham dengan harga wajar atau murah.
Menurut CNBCIndonesia.com (21/09/2019), untuk mengetahui fundamental perusahaan, investor dapat menilai dengan analisis perhitungan yang menghasilkan angka absolut dan angka relatif. Perhitungan angka absolut biasanya digunakan oleh analis saham di perusahaan sekuritas. Pasalnya, nilainya dianggap lebih akurat dengan menggunakan variabel yang cukup banyak plus asumsi dan pengetahuan mendalam, meski membutuhkan waktu cukup lama. Contohnya Discounted Cash Flow (DCF) dan Discounted Dividend Model (DDM).
Sedangkan perhitungan angka relatif cukup mudah dan dapat dilakukan siapapun, termasuk investor. Angka relatif membandingkan angka perhitungan perusahaan lain dan perhitungan angka indeks industrinya. Angka relatif memiliki lima hal, yaitu Rasio Profitabilitas, Rasio likuiditas, Rasio aktivitas, Rasio solvabilitas, dan rasio harga pasar.
Sementara itu, laporan perusahaan dalam laman Bursa Efek Indonesia (BEI) menggunakan rasio keuangan untuk membandingkan kinerja antar perusahaan yang tergolong valuasi relatif. Untuk lebih jelas mengenai rasio keuangan, cek di bawah ini:
EPS merupakan laba bersih perusahaan dibagi dengan jumlah saham biasa yang dimiliki, Investopedia.com (17/09/2020) atau disebut juga laba per saham. EPS juga bisa menunjukkan berapa banyak uang yang dihasilkan oleh perusahaan untuk setiap sahamnya. EPS ini banyak digunakan untuk memperkirakan nilai perusahaan.
Contoh: saham XYXY yang beredar sebanyak satu juta lembar pada tahun 2015. Laba bersih perusahaan setelah pajak Rp1 miliar. Perusahaan XYXY akan membagikan 10 persen dividen atau Rp100 juta kepada para investor. Berapa EPS-nya?
EPS = (Laba Bersih Setelah Pajak – Dividen) dibagi Jumlah Saham Beredar
(Rp1.000.000.000 – Rp100.000.000) dibagi 1.000.000
Rp900.000.000 dibagi 1.000.000 = Rp 900
Price Earning Ratio (PER)
PER adalah rasio harga terhadap laba yang menunjukkan jumlah investor membayar pada laba setiap rupiah yang diperoleh perusahaan. Rasio ini untuk membandingkan P/E saat ini terhadap data historis perusahaan, industri rata-rata, serta pasar.
Contoh: harga saham ABCD adalah Rp3.000 per unit dan nilai EPS-nya Rp500. Maka perhitungannya:
PER = Harga Saham dibagi EPS
Rp3.000 dibagi 500 = 6x
BV ialah rasio untuk membandingkan ekuitas investor saham dengan jumlah saham yang beredar. Dengan kata lain, BV untuk mengetahui jumlah dana yang akan diterima oleh para investor, jika perusahaan terlikuidasi atau perusahaan akan dijual sebesar nilai bukunya. Jika nilai rasio ini kurang dari satu berarti undervalued atau harga saham di bawah nilai buku.
Contoh: total aset PT EFGH sebesar Rp1 miliar, utang sebanyak Rp100 juta, dan saham yang beredar dua juta lembar. Harga saham Rp1.000 per lembar. Maka BV atau nilai buku per saham adalah:
BV = (Aset – Hutang) dibagi Jumlah Saham yang Beredar
(Rp1 miliar – Rp100 juta) dibagi 2.000.000
Rp900.000.000 dibagi 2.000.000 = 450
Price to Book Value (PBV)
Rasio keuangan selanjutnya adalah PBV. Rasio ini untuk membandingkan harga perusahaan dengan nilai bukunya (BV). Dengan PBV, investor dapat melihat seberapa besar atau berapa kelipatan nilai pasar saham terhadap nilai bukunya.
Contoh: harga saham PT EFGH pada penutupan terakhir 7 Oktober 2020 adalah Rp1.000. Sedangkan nilai buku per saham Rp450. Maka PBV-nya?
PBV = Harga per Lembar Saham dibagi nilai Buku per lembar Saham
Rp1.000 dibagi Rp450 = 2,22x
Return On Asset (ROA)
ROA adalah indikator pengukuran suatu perusahaan dalam memanfaatkan asetnya untuk menghasilkan laba. Semakin tinggi nilai ROA mengindikasikan perusahaan tersebut memiliki kinerja semakin baik dalam mencetak laba bersih.
Contoh: laporan keuangan PT ABCD per 31 Desember 2019 menunjukkan bahwa laba bersih setelah pajak sebesar Rp1 triliun dan total aset sebesar Rp20 triliun. Maka tingkat pengembalian aset atau ROA-nya:
ROA = (Laba Bersih Setelah Pajak dibagi Total Aset) x 100 persen
(Rp1 triliun dibagi Rp20 triliun) x 100 persen = 5 persen
Return On Equity (ROE)
ROE merupakan perhitungan rasio profitabilitas bisnis dalam kaitannya dengan ekuitas. Karena ekuitas pemegang saham dapat dihitung dengan mengambil semua aset dan mengurangi semua kewajiban, ROE juga dapat dianggap sebagai pengembalian aset dikurangi kewajiban.
Contoh: masih berdasarkan laporan keuangan PT ABCD per 31 Desember 2019, laba bersih setelah pajak sebesar Rp1 triliun dan total ekuitas pemegang saham sebanyak Rp2 triliun. Maka ROE-nya adalah:
Contoh: Berdasarkan laporan keuangan yang diterbitkan per tanggal 31 Desember 2017, PT. STUV yang bergerak di sektor konstruksi memiliki laba bersih setelah pajak sebesar Rp. 500 juta, total ekuitas para pemegang saham adalah sebanyak Rp. 800 juta. Berapakah rasio pengembalian ekuitas (ROE) PT. STUV tersebut?
ROE = Laba Bersih Setelah Pajak dibagi Ekuitas Pemegang Saham
(Rp1.000.000.000 dibagi Rp2.000.000.000) x 100 persen = 50 persen
Buat kamu yang ingin berinvestasi saham, komponen rasio keuangan diatas penting untuk dipahami. Jika membutuhkan informasi tentang dunia saham, langsung akses laman Ajaib.