Ajaib.co.id – Di Indonesia praktik money laundering atau pencucian uang merupakan hal yang masih banyak dijumpai. Biasanya praktik ini kerap identik dengan tindak pidana korupsi. Mengapa demikian? karena para koruptor menyembunyikan atau menyamarkan dari mana asal-usul uang yang ilegal tersebut sehingga membuat seolah-olah sudah legal.
Orang-orang yang melakukan money laundering memiliki tujuan utama untuk memperkaya diri sendiri. Namun, mereka memperoleh uang tersebut dengan cara yang tidak sah atau tidak wajar. Misalnya hasil dari korupsi, perampokan, perdagangan manusia, terorisme, narkoba, hingga illegal fishing. Lalu mereka berupaya untuk mengaburkan bahkan menghilangkan asal usul dari uang atau aset yang mereka dapatkan tersebut. Agar tindakan melanggar atau ilegalnya tidak bisa atau sulit untuk dilacak oleh aparat hukum.
Mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPSTK) menyampaikan ciri-ciri pencucian uang. Di antaranya, para pelaku berupaya untuk mengaburkan asal-usul uang atau aset yang mereka peroleh. Karena diperoleh dari kegiatan yang tidak sah sehingga seolah terlihat legal. Pelaku bisa melakukan penempatan uang hasil kejahatan di sistem keuangan seperti perbankan, asuransi, hingga pasar modal.
Yang kedua, pelaku terus menutupi tindakan pencucian uang dengan pemindahan uang dan aset secara berkala. Hal ini diyakini bisa semakin menutupi asal muasal uang hasil aktivitas yang tak sah itu. contohnya, hari ini disimpan di salah satu bank di Jakarta, lalu keesokan harinya ditransfer ke rekening atas nama orang lain atau pihak lain yang jauh dari dia.
Adapun ciri yang selanjutnya, pelaku pencucian uang ini rajin mengubah uang tersebut dengan membelikan sebuah aset tertentu dan di wilayah tertentu. Namun, pembelian tersebut tentunya menggunakan nama orang lain yang identitasnya jauh dari lingkaran pelaku dan keluarga pelaku.
Ciri dari tindak pidana pencucian uang lainnya, yakni, pelaku pasti mempunyai strategi. Misalnya, dengan berpura-pura membeli atau mengajukan kredit dari orang yang namanya digunakan sebagai pemilik aset. Untuk kemudian transaksi ini dibawa ke notaris dan diajukan kredit atau digadaikan agar asetnya menjadi atas nama sang pelaku. Begitu perputaran uang atau asetnya.
Tentunya praktik pencucian uang seperti ini akan sangat merugikan masyarakat. Mengapa demikian? Karena menimbulkan dampak negatif ke sektor swasta, merusak integritas pasar keuangan, hingga mengakibatkan pemerintah kehilangan kendali terhadap kebijakan ekonomi.
Bahkan yang lebih parah, tindakan pencucian uang ternyata bisa berdampak pada ekonomi yang tidak stabil, mengurangi pendapatan sebuah negara dari sektor pajak, membahayakan upaya privatisasi perusahaan milik negara yang dilakukan pemerintah, hingga bisa merusak reputasi sebuah negara serta mengakibatkan biaya sosial yang tinggi.
Modus-modus Money Laundering
Di bawah ini terdapat modus-modus pencucian uang yang biasa dilakukan oleh para pelaku, di antaranya:
- Menyembunyikan Uang ke Perusahaan Pelaku
Pertama, ada modus yang paling sering dilakukan oleh pelaku pencucian uang yakni, menyembunyikan uang ilegal tersebut ke perusahaan yang sebetulnya dimiliki atau justru dikuasai oleh pelaku. Misalnya saja, uang yang didapatkan dari korupsi tersebut dicampurkan ke dalam rekening perusahaan yang menyimpan uang dari sumber yang legal.
Maksud dari tindakan ini, rekening perusahaan tersebut berisi uang dari proses produksi sebuah perusahaan. Maka jadi bisa terhitung jelas dan sah aliran uangnya. Dengan memasukan uang hasil korupsi ke rekening perusahaan maka bisa menyamarkan asal usul uang haram tersebut.
- Menyembunyikan Uang ke Perusahaan Milik Orang Lain
Berbeda dengan modus yang pertama. Lokasi yang digunakan untuk menyembunyikan uang haram ini ditempatkan di perusahaan milik orang lain. Akan tetapi, modus seperti ini termasuk menyalahgunakan perusahaan milik orang lain yang sah. Karena dilakukan tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Hal ini berarti sang pelaku hanya melakukan penempatan bisa berupa investasi dan sebagainya. Namun, pemilik perusahaan tersebut tidak mengetahui dengan jelas asal-usul uang tersebut.
- Menggunakan Identitas Palsu
Ketiga, pelaku kerap menggunakan identitas palsu. Jika terdapat pemalsuan pasti memiliki korelasi dengan orang lain yang membantu pemalsuan itu. Contoh sederhananya, ada pelaku yang menggunakan KTP palsu atas nama orang lain. Dengan tujuannya menyembunyikan identitas pelaku. Alhasil uang milik pelaku bisa ditempatkan pada bank dan sebagainya menggunakan identitas palsu tersebut.
- Menyimpan Uang di Negara Tax Heaven
Keempat, pelaku memanfaatkan kemudahan dari negara lain. Yakni negara-negara yang memiliki kebebasan pajak atau disebut dengan surga pajak atau tax heaven country.
Alasannya menyimpan di negara ini karena melalui menyimpan uang di perusahaan negara tax heaven membuat peraturan pajak sangat longgar. Tak hanya itu, kerahasiaan perusahaan dan aset sangat dijaga ketat. Dampaknya, orang lain menjadi sulit sekali untuk menembus informasinya, hal ini akan akan membuat uang ilegal tersebut lebih aman.
- Membeli Aset Tanpa Nama
Modus kelima adalah pelaku melakukan penempatan uang dengan membelikan aset tertentu tapi tanpa nama atau aset yang tak memerlukan identitas lengkap. Misalnya, berupa perhiasan, lukisan, dan benda-benda yang dinilai berharga lainnya.
Modus Pencucian Uang yang Paling Sering
Mengutip dari bbc.com, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan modus money laundering yang paling sering terjadi. Modus yang paling sering digunakan tersebut oleh pelaku yang berawal dari tindak pidana korupsi adalah pemecahan harta hasil tindak pidana. Caranya dengan memecah nominal uang tersebut ke dalam beberapa rekening atas nama banyak orang.
Seperti diketahui, lembaga perbakan memiliki batasan yang diterapkan dalam hal jumlah dana transfer dan profil nasabah. Dengan begitu, pelaku tidak mungkin menempatkan uang hasil tindak korupsinya tersebut pada satu rekening saja apalagi dalam waktu yang bersamaan. Untuk itu, para pelaku akan memanfaatkan rekening lain, biasanya lebih dari satu untuk mengamankan uang yang tidak sah miliknya tersebut.
Modus kedua yang paling sering dilakukan adalah utang piutang. Apabila praktik pencucian uang ini melibatkan jumlah yang lebih besar, maka biasanya ada struktur lebih kompleks yang dibangun. Lalu melibatkan struktur pinjam-meminjam, utang-piutang, membuat badan usaha baik di dalam maupun di luar negeri, bisa juga mereka mengintegrasi ke dalam pembiayaan.
Gambarannya seperti ini, saat ada seorang pelaku korupsi menerima uang ratusan miliar rupiah secara tidak legal. Dia akan meminta orang lain untuk membuat perjanjian utang-piutang dengannya dalam upaya mengaburkan sumber uang tersebut agar tidak terlacak.
Sehingga, kamu membuat usaha dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT). Contohnya, membangun bisnis rumah makan seolah-olah kamu memperoleh pinjaman (utang) dari pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut berupa bank seharunya. Namun, dalam kasus ini tentunya hal ini hanya strategi saja. Strategi lain adalah dengan membuat perusahaan lagi milik kamu sendiri. Namun, kamu mengatasnamakan bisnismu dengan nama orang lain.
Seperti itulah modus-modus dari pencucian uang. Terutama modus-modus yang paling sering diterapkan di Indonesia. Adanya konsep modus money laundering ini bisa membantu aparat hukum untuk melacak kasus korupsi.