Ajaib.co.id – PT Arthavest Tbk (kode saham ARTA) merupakan perusahaan yang berdiri dengan nama PT Artha Securities Prima pada tanggal 29 Juni 1990. Perusahaan kemudian memulai kegiatan operasinya secara komersial pada tahun 1992.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan tercatat ruang lingkup kegiatan usaha ARTA dalam bidang jasa pengelolaan aset dan jasa penasihat keuangan. Arthavest juga mempunyai anak usaha yaitu, PT Sanggraha Dhika yang bergerak di bidang perhotelan (Hotel Redtop, Jakarta).
Kemudian, pada tanggal 15 Oktober 2002, ARTA telah mendapatkan Pernyataan Efektif BAPEPAM-LK terkait dengan Penawaran Umum Saham Perdana ARTA (IPO) kepada masyarakat sejumlah 70.000.000 saham biasa. Dengan nilai nominal Rp200,- per saham pada harga penawaran Rp225,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 05 November 2002.
Pada tanggal 28 Juni 2005, ARTA mendapatkan Pernyataan Efektif BAPEPAM-LK terkait dengan Penawaran Umum Terbatas I (Rights Issue I) dalam rangka penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) untuk mengeluarkan 145.000.000 saham baru dengan nilai nominal Rp200,- per saham yang ditawarkan pada harga Rp200,- per saham sehingga seluruhnya sebesar Rp29.000.000.000. Yang disertai dengan penerbitan 101.500.000 Waran Seri I yang melekat dan diberikan secara cuma-cuma.
Artinya setiap pemegang 1 (satu) waran berhak membeli satu saham ARTA dengan harga pelaksanaan sebesar Rp220,- per saham.
Apakah saham ini masih layak dikoleksi? Bagaimana keadaan fundamental perusahaan saat ini dan apa rencana bisnis yang akan dilakukan? Mari kita bedah kinerja saham PT Arthavest Tbk (ARTA).
Pandemi Bikin Bisnis ARTA Rugi di 2020
Kinerja bisnis Arthavest Tbk (ARTA) pada 2020 ikut terdampak oleh merebaknya pandemi covid-19. Bahkan perseroan harus menelan kerugian mencapai belasan miliar rupiah.
Hal ini terlihat dari perolehan pendapatan usaha yang anjlok hingga 62% pada 2020 hanya sebesar Rp32,9 miliar. Padahal pada tahun 2019, perusahaan bisa memperoleh pendapatan usaha mencapai Rp85,7 miliar.
Kemudian, anjloknya pendapatan usaha ini juga berdampak pada ARTA yang harus menelan kerugian bersih mencapai Rp11,2 miliar. Padahal pada 2019 perusahaan masih mampu mendapatkan laba bersih sebesar Rp629 juta. Artinya untuk laba bersih harus anjlok hingga -1883%
Bisnis ARTA Terus Menurun di 3 Tahun Terakhir
Terlepas dari kondisi pandemi, Arthavest Tbk (ARTA) terus mengalami penurunan kinerja bisnis. Hal ini bisa dilihat dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, terhitung 2018 hingga 2020.
Berikut data ikhtisar keuangan yang diambil dari informasi finansial perseroan (dalam jutaan rupiah).
Laporan Laba Rugi | 2020 | 2019 | 2018 |
Penjualan bersih | 32.934 | 85.727 | 87.440 |
Laba kotor | 20.463 | 58.926 | 60.133 |
Laba (Rugi) tahun berjalan | (11.209) | 629 | 7.498 |
Dari data tersebut, secara penjualan ARTA memang terus mengalami penurunan per tahunnya. Terhitung dalam tiga tahun terakhir, yakni 2018 hingga 2020 tahun lalu. Puncaknya terjadi pada 2020 di mana penjualan atau pendapatan bersih perusahaan anjlok hingga sebesar 62%.
Kemudian dari segi laba kotor juga perusahaan konsisten mengalami penurunan. Artinya ada sejumlah beban atau biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan yang meningkat tiap tahunnya. Perusahaan terlihat masih berjuang dalam efisiensi beban dan pengeluaran.
Alhasil hal ini juga berdampak pada perolehan laba tahun berjalan perusahaan. Dari 2018 ke 2019, laba perusahaan mengalami penurunan yang signifikan. Puncaknya pada 2020, perusahaan harus menelan kerugian Rp11,2 miliar yang diperparah oleh adanya pandemi covid-19.
Jika dilihat dari rasio keuangannya memang kondisi bisnis ARTA saat ini sedang tidak sehat. Berikut data yang diambil dari ikhtisar keuangan untuk tahun buku 2019 dari informasi finansial perseroan:
Rasio | 2019 |
ROA | -2,8% |
ROE | -3,3% |
NPM | -34,0% |
CR | 909,6% |
DER | 15,1% |
Bagaimana Prospek Bisnis ARTA Ke depannya? Apakah Sahamnya Layak Dikoleksi?
Kondisi Pandemi covid yang masih berlangsung masih menjadi tantangan terbesar bagi ARTA. Perusahaan bahkan mengkhawatirkan adanya peningkatan kasus di bulan Mei-Juni 2021. Hal ini turut didorong oleh masuknya varian baru B.1.6.1.7 ke Indonesia yang membuat Perseroan menargetkan pendapatan atau income 2021 sama dengan tahun 2020 lalu.
Lebih lanjut dijelaskan, ARTA melihat bisnis Perhotelan pun terpuruk sepanjang tahun 2020 lalu akibat pandemi Covid 19. Maka akan semakin mengkhawatirkan dengan masuknya varian-varian baru dari covid-19 ini.
Sejumlah penemuan varian baru covid-19 dan ancaman kenaikan kasus covid-19 akan sangat berdampak terhadap kegiatan salah satu anak usaha Perseroan yang bergerak di bidang Perhotelan.
Padahal sebelum pandemi Covid-19, sudah banyak bermunculan hotel-hotel baru di sekitar Hotel RedTop. Kemudian ditambah dengan adanya pandemi ini membuat persaingan tarif hotel makin sengit.
Beberapa strategi perusahaan dalam menghadapi tantangan bisnis di tengah pandemi covid-19 di antaranya:
- Tetap meningkatkan produktivitas dengan tetap berlandaskan kepada kualitas pelayanan yang prima yang sesuai dengan protokol kesehatan tatanan hidup yang baru di tengah pandemi.
- Melakukan promo promo yang menarik untuk mengundang tamu menginap di hotel , seperti : promo Ramadhan dan lebaran.
- Melakukan strategi penetapan harga yang lebih fleksibel sesuai dengan budget customer.
- Menekan biaya operasional
- Tetap mencari peluang investasi yang lebih aman tetapi tetap menguntungkan.
Disclaimer: Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Ajaib membuat informasi di atas melalui riset internal perusahaan, tidak dipengaruhi pihak manapun, dan bukan merupakan rekomendasi, ajakan, usulan ataupun paksaan untuk melakukan transaksi jual/beli Efek. Harga saham berfluktuasi secara real-time. Harap berinvestasi sesuai keputusan pribadi.