Rumah Tangga Masa Kini

Duh, 5 Hal Ini Ternyata Penyebab Panic Buying

Penyebab Panic Buying
Penyebab Panic Buying

 Ajaib.co.id – Jika terjadi sesuatu pada dunia, misalnya bencana, apa hal pertama yang biasanya dilakukan oleh masyarakat? Betul, panic buying atau pembelian sesuatu dengan volume yang besar karena panik. Hal ini menyebabkan harga suatu barang akan meningkat drastis, karena pembelian karena panik mengurangi penawaran dan menciptakan permintaan yang tinggi.

Sementara di tingkat mikro, misalnya pasar saham, FOMO atau fear of missing out akan memicu terjadinya pembelian panik, katakan suatu emiten saham harganya melonjak tinggi, karena takut untuk tidak mendapatkan kesempatan, katakanlah trader memutuskan untuk masuk ke saham yang harganya sudah tinggi atau disebut buy high, tetapi di hari berikutnya, harga saham tersebut justru turun drastis sehingga menyebabkan trader harus melakukan cut loss.

Pembelian karena panik berbeda dengan penjualan karena panik (panic selling, kondisi di mana orang-orang menjual barang dengan volume yang besar sehingga menyebabkan harga barang tersebut turun, kondisi tersebut sering terjadi di pasar saham karena takut akan terjadinya market crash.

Bagaimana Panic Buying Bekerja?

Fenomena ini dapat terjadi akibat sejumlah peristiwa berbeda. Umumnya pembelian karena panik terjadi akibat peningkatan permintaan yang menyebabkan kenaikan harga. Sedangkan, panic selling memiliki pengaruh sebaliknya yang mengakibatkan peningkatan penawaran dan harga lebih rendah. Secara konseptual, panic buying dan panic selling dalam skala besar dapat memiliki pengaruh dramatis yang menyebabkan pergeseran pasar di berbagai skenario.

Lalu, apa sih alasan psikologi individu melakukan pembelian secara panik, apa yang menyebabkan mereka melakukan pembelian dalam jumlah yang banyak? Berikut adalah 5 alasan yang menjawab bagaimana pembelian karena panik dapat tercipta.

Dua Cara Berpikir

Kita memiliki dua tingkat keputusan. Pada tingkat dasar, keputusan individu paling baik dipahami sebagai interaksi antara otak logis dan otak emosional. Kedua sistem menggunakan operasi yang berbeda. Otak logis menghitung dan mempertimbangkan bukti, otak emosional bersifat intuitif, cepat, sebagian besar otomatis, dan tidak dapat diakses oleh kesadaran diri.

Pikiran logis mungkin memberi tahu kamu, “tidak, kamu tidak perlu membeli saham tersebut karena harganya sudah jauh terbang tinggi.” tetapi otak emosional berkata, “Ayolah, lebih baik telat daripada tidak sama sekali, bagaimana jika besok harga sahamnya akan naik lagi?” Pikiran emosional kita sangat selaras dengan citra visual, dan kita telah melihat bagaimana candlestick terus naik menandakan banyak orang di sana yang mendapatkan keuntungan.

Ingin Mengamankan Hal-hal Penting untuk Masa Depan

Alasan utama dan paling jelas adalah karena selalu ingin mengamankan sesuatu yang menurut mereka penting. Misalnya, bagi kebanyakan orang, ancaman seperti pandemi Covid-19 sifatnya signifikan. Hal ini akan menimbulkan kekhawatiran tentang apakah kita akan memiliki cukup makanan dan kebutuhan untuk bertahan hidup jika di karantina untuk waktu yang lama.

Gabungkan kekhawatiran tersebut dengan harus berhenti makan di restoran karena penutupannya dan minimnya toko yang menjual kebutuhan dasar, membeli bahan makanan untuk mengisi dapur, lemari es, dan lemari kamar mandi adalah satu-satunya tindakan paling masuk akal. Mungkin tingkat ancaman tidak nyata dan akurat. Tetapi persepsi kita yang mengemasnya demikian.

Mengurangi Ketakutan dan Kecemasan

Pernah merasa takut tidak mendapatkan bagian ketika suatu saham terbang tinggi? Perasaan yang memicu panic buying tersebut terjadi karena kamu tidak ingin menyesal di kemudian hari karena tidak berpartisipasi. Saham yang tinggi bahkan berpotensi ARA (Auto Reject Atas) akan memicu rasa ketakutan sehingga pembelian karena panik pun terjadi untuk mengurangi rasa ketakutan tersebut.

Mungkin di awal waktu kamu tidak akan menyesali keputusan tersebut karena sudah mendapatkan saham tersebut, tetapi sayangnya kamu membeli saham tersebut di harga tertingginya, beberapa hari kemudian saham tersebut justru melakukan koreksi dan menimbulkan kerugian bagi kamu. Fenomena sudah menjadi hal yang biasa di dunia saham, dan kerap kali dimanfaatkan bandar untuk melakukan distribusi barang.

Respon Perilaku Terhadap Kelangkaan

Salah satu ketidaktahuan terbesar di pasar saham adalah kapan harga suatu saham akan naik atau turun sehingga menyebabkan kelangkaan informasi. Persepsi kelangkaan informasi tersebut akan memberikan motif yang kuat bagi pelaku pasar saham untuk membeli barang-barang yang sedang naik.

Meskipun suatu saham perusahaan sudah naik tinggi, mereka masih menganggapnya berharga. Misalnya saham yang harga wajarnya di level Rp2.000/lembar, tetapi kamu membelinya di titik Rp4.000 akan tampak seperti pembelian yang wajar. Logika ini berlaku untuk hampir semua saham-saham yang mengalami kenaikan karena semua orang membelinya, tidak peduli apakah persepsi tentang ketakutan akan kelangkaan saham tersebut nyata atau tidak.

Mental Kelompok

Mentalitas kelompok adalah penyebab lain dari panic buying. Sebagai makhluk sosial, kita menafsirkan situasi berdasarkan bagaimana orang lain bereaksi. Ketika insting kawanan muncul, orang-orang menangguhkan penilaian logis dan mulai melakukan apa yang orang lain lakukan. Jadi, jika semua orang panik karena membeli suatu saham, orang-orang akan mengikutinya. Pola tersebut akan terus berjalan hingga ada pihak yang mengalami kerugian.

Fenomena panic buying adalah perilaku manusia yang kompleks dan merusak, yang didorong oleh serangkaian motivasi dan proses psikologis yang beragam dan tidak tumpang tindih. Setelah itu terjadi, sulit untuk memutus lingkaran setan pembelian berlebihan yang tidak rasional tersebut. Banyaknya persepsi dan interpretasi individu tentang suatu keadaan, apakah keadaan tersebut benar adanya atau tidak yang menjadi penyebab utamanya.

Satu hal yang bisa kamu lakukan agar terhindar dari perilaku panic buying di kondisi apapun, terutama di pasar saham, temukan informasi sebanyak-banyaknya tentang bagaimana suatu kondisi bisa terjadi, sehingga jika suatu waktu terjadi kembali, kamu sudah paham harus melakukan apa.

Artikel Terkait