Saham

Cyclical Stock, Saham yang Sangat Terkait Kondisi Ekonomi

cyclical-stock

Ajaib.co.id – Banyak faktor yang memengaruhi pasar saham. Kalau ditanya saham apa yang sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, jawabannya adalah cyclical stock.

Ya, harga cyclical stock sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, khususnya makroekonomi. Cyclical stock juga merujuk pada pergerakan harga saham yang memiliki tingkat fluktuasi tinggi.

Karakteristik Cyclical Stock

Harga cyclical stock cenderung naik selama ‘ledakan’ ekonomi dan ekspansi bisnis. Jika terjadi ‘ledakan’ ekonomi atau ekspansi bisnis besar-besaran, maka harga cyclical stock bisa naik berkali-kali lipat. Hal ini karena banyak masyarakat yang membutuhkan produk atau layanan emiten tersebut.

Sebaliknya, harga cyclical stock cenderung turun selama resesi ekonomi. Resesi ekonomi bisa berdampak pada banyak aspek, termasuk tergerusnya laba perusahaan. Laba emiten yang merosot pun berimbas pada harga sahamnya.

Jadi, cyclical stocks umumnya memiliki volatilitas harga sangat tinggi. Meski begitu, cukup banyak investor yang yakin bahwa imbal hasil yang diberikannya juga bisa tinggi selama dalam periode ‘ledakan’ ekonomi, termasuk pemulihan ekonomi.

Memang, harga cyclical stocks bergerak naik-turun seiring dengan siklus ekonomi. Pergerakan harga cyclical stocks bisa begitu ‘liar’. Oleh sebab itu, perihal pemilihan waktu (timing) menjadi hal krusial.

Kinerja cyclical stocks juga sangat sensitif terhadap dua data makroekonomi. Kedua data makroekonomi itu menjadi katalis terhadap perbaikan ekonomi dan daya beli masyarakat.

Dua data yang dimaksud adalah inflasi dan ketenagakerjaan. Banyak investor yang merujuk data mengenai inflasi dan ketenagakerjaan sebelum membuat keputusan investasinya di pasar saham.

Contoh Cyclical Stocks

Saham-saham seperti apa saja yang termasuk cyclical stocks? Salah satunya adalah saham yang termasuk consumer discretionary. Berdasarkan indeks S&P 500, saham Nike dan Starbucks adalah segelintir saham yang termasuk cyclical stocks. Saham lainnya adalah emiten maskapai penerbangan.

Saat pandemi Covid-19 menerjang, banyak negara yang kondisi ekonominya terpuruk. Dalam konteks pandemi Covid-19, hal ini diperparah dengan adanya pembatasan bepergian menggunakan berbagai moda angkutan, termasuk pesawat terbang.

Kondisi ini pun kemudian menggerus laba emiten maskapai penerbangan. Bahkan, tak sedikit maskapai penerbangan yang akhirnya ‘gulung tikar’.

Selain maskapai penerbangan, saham perhotelan adalah contoh serupa. Dengan adanya pembatasan bepergian, otomatis mengurangi tingkat okupansi hotel-hotel. Laba hotel pun ‘terjun bebas’.

Kini, pandemi Covid-19 menunjukkan tren menurun. Kondisi ekonomi di banyak negara sudah mulai pulih. Kondisi ini pun berimbas pada cyclical stocks. Momentum Ramadan dan Idulfitri turut menambah optimisme membaiknya kinerja sektor consumer, terutama bagi emiten di bisnis ritel.

Hal ini bisa dilihat dari data awal tahun 2022. Kenaikan harga saham sejumlah emiten di sektor consumer cyclicals (barang konsumsi primer) cukup signifikan sejak awal tahun ini. Secara year to date (YTD), indeks sektor ini pun masih bertengger di zona hijau.

Emiten yang bergelut di bisnis perhotelan, media, dan ritel menjadi penggerak sektor consumer cyclicals. Di Indonesia, PT Hotel Sahid JayaTbk (SHID) memimpin jajaran top gainers dengan saham yang meroket 237,18% secara YTD. PT MNC Digital Entertainment Tbk (MSIN) menyusul di belakangnya dengan kenaikan 125,81%.

Kelebihan Cyclical Stocks

Meskipun sangat fluktuatif dan dipengaruhi kondisi ekonomi, cyclical stocks memiliki sejumlah kelebihan, yakni:

Pengembalian tinggi

Seperti yang telah dijelaskan di atas, fluktuasi kondisi ekonomi mempengaruhi kinerja cyclical stocks. Selama pemulihan ekonomi, cyclical stocks mampu menawarkan tingkat pengembalian tinggi (high return).

Bagian dari siklus bisnis

Sebagian investor juga ada yang meyakini resesi dan pemulihan ekonomi merupakan bagian dari siklus bisnis. Itulah yang kerap menjadi pertimbangan sejumlah investor untuk tidak berpaling dari cyclical stocks meski di periode resesi ekonomi.

Kekurangan Cyclical Stocks

Di samping kelebihan, cyclical stocks juga memiliki sejumlah kekurangan, yaitu:

Berisiko tinggi

Harga saham yang fluktuatif tentu mengandung risiko tinggi (high risk). Belum ada yang bisa mengetahui kapan resesi ekonomi akan berakhir.

Salah memilih ‘timing’ justru dapat memperburuk keadaan yang dialami oleh investor. Dengan kata lain, jika perhitungannya meleset, maka kerugian berlipat ganda akan dideritanya.

Keuntungan yang tidak pasti

Barang utilitas sangat tergantung selera dan kesukaan konsumen. Dengan teknologi yang berkembang cepat, banyak perusahaan yang bergerak di bidang produksi barang-barang seperti itu sering kehilangan keunggulan kompetitifnya jika mereka gagal mengikuti tren terbaru dan preferensi pelanggan.

Ini mungkin mengarah pada kerugian yang signifikan bahkan selama masa ‘ledakan’ ekonomi karena berkurangnya permintaan untuk produk ‘usang’.

Cyclical Stock vs Non-cyclical Stock

Kinerja cyclical stock memiliki kecenderung untuk berkorelasi terhadap kondisi perekonomian suatu negara. Hal ini berbeda dengan saham non-cyclical stock.

Non-cyclical stock tidak tergantung pada kondisi ekonomi. Bahkan, pergerakannya kerap ‘berlawanan arah’ dengan kondisi ekonomi. Ada non-cyclical stock yang justru melesat di tengah perlambatan ekonomi.

Non-cyclical stock punya istilah lain, yakni saham defensif. Kumpulan surat berharga ini termasuk dalam kategori kebutuhan pokok konsumen.

Barang dan jasa dalam kategori kebutuhan pokok ini terus dibeli masyarakat melalui semua jenis siklus bisnis, bahkan pada saat krisis ekonomi. Perusahaan yang berurusan dengan makanan, gas, dan air adalah contoh dari mereka yang memiliki non-cyclical stock.

Mitigasi Risiko Terhadap Cyclical Stock

Dengan adanya beberapa kekurangan tersebut, maka mitigasi risiko yang bisa dilakukan adalah menambahkan saham non-cyclical stock ke dalam portofolio. Ini bisa menjadi strategi yang bagus bagi investor. Strategi ini setidaknya memberikan perlindungan ekstra terhadap potensi kerugian yang dialami selama perlambatan ekonomi.

Artikel Terkait