Ajaib.co.id – Berinvestasi adalah tindakan membeli aset, seperti saham atau obligasi dengan cara menunda penggunaan tunai saat ini untuk masa depan. Namun, diperlukan suatu cara menangkal risiko dalam berinvestasi agar menjadi maksimal.
Karena adanya risiko berinvestasi tersebut, maka kamu juga berhak mengkompensasikan pengembalian yang sesuai dengan risiko yang akan diterima. Jika tidak sesuai untuk apa berinvestasi?
Kompensasi ini datang dalam bentuk suku bunga, dividen atau return yang kamu dapatkan. Return adalah tingkat pengembalian tambahan atas dana yang kamu tanamkan. Return yang kamu terima ditentukan oleh kombinasi risiko aset, likuiditas, jatuh tempo (jika ada), tingkat inflasi, dan keamanan berinvestasi.
Mengenal Risiko dalam Berinvestasi
Kamus Merriam-Webster medefinisikan risiko sebagai kemungkinan terjadinya sesuatu yang buruk atau tidak menyenangkan (seperti cedera atau kerugian). Menurut teori portofolio modern, risiko dapat dibagi menjadi dua unsur: risiko sistematis dan risiko tidak sistematis.
Risiko Sistematis
Risiko ini disebut juga sebagai risiko pasar atau risiko yang melekat di bursa secara keseluruhan dan tidak spesifik pada perusahaan atau sektor tertentu. Risiko ini muncul akibat kondisi ekonomi secara umum di sebuah negara. Jenis risiko ini seringkali tak terprediksi dan tidak mungkin dihindari sepenuhnya. Biasanya risiko jenis ini dihindari dengan melakukan strategi Average Down pada efek/aset investasi berfundamental baik. Strategi ini akan dijelaskan lebih lanjut di bagian selanjutnya.
Risiko Non Sistematis
Risiko ini sisebut juga risiko tidak sistematis, risiko spesifik, risiko terdiversifikasi, atau risiko residual. Ini adalah risiko yang terjadi spesifik pada satu atau beberapa perusahaan atau sektor atau industri tertentu saja.
Misalnya saja sebuah perusahaan transportasi laut yang klien-nya tidak memperpanjang kontrak dan oleh karenanya kehilangan 70% pendapatannya. Ini adalah risiko yang hanya dialami perusahaan itu saja.
Jenis risiko ini dapat dikurangi melalui diversifikasi portofolio investasi. Diversifikasi artinya memiliki aset investasi yang berbeda-beda dengan jumlah yang tidak sedikit.
Dengan memiliki saham-saham dari perusahaan yang berbeda, industri yang berbeda, dan membeli aset investasi yang berbeda, investor dapat lebih sedikit terpapar oleh risiko yang disebabkan suatu peristiwa atau keputusan besar yang terjadi di aset investasi manapun.
Risiko Total = Risiko Sistematis + Risiko Tidak Sistematis.
Jika kamu hanya memiliki satu saham, maka risiko sistematis dan tidak sistematis dalam satu portofolio saham kamu sangat tinggi. Pasar saham bisa jatuh (risiko sistematis) atau perusahaan yang sahamnya kamu beli bisa saja kehilangan pelanggan utama (risiko non sistematis).
Tetapi jika kamu memiliki 30 saham maka risiko non sistematis kamu tersebar dalam 30 saham. Karena peristiwa negatif yang spesifik di hanya satu perusahaan tidak akan memengaruhi 29 perusahaan lain dalam portofolio-mu. Begitu pun saat pasar saham jatuh, tidak semua sektor akan jatuh bersamaan. Bahkan ketika terjadi depresi ekonomi sekalipun ada beberapa sektor yang malah justru akan berjaya diantaranya sektor media yang justru mendapat keuntungan dari broadcast berita. Dengan demikian risiko sistematis pun akan berkurang. Jadi dengan melakukan diversifikasi maka risiko keseluruhan lebih rendah.
Masalahnya untuk mengoleksi 30 saham terbaik dari seluruh sektor maka dibutuhkan dana yang tidak sedikit dan dibutuhkan keahlian untuk membeli di saat-saat terbaik. Kamu bisa mengakalinya dengan membeli Reksa Dana Indeks IDX 30, dengan hanya satu produk saja kamu bisa memiliki portofolio berisikan saham-saham yang termasuk ke dalam indeks IDX 30. Kamu bisa lakukan itu di Ajaib, platform untuk membeli reksa dana yang sudah teregulasi OJK!
Meski demikian, ternyata melakukan diversifikasi juga seringkali tidak bisa 100% menangkal risiko sistematis. Kebanyakan reksa dana saham juga memiliki performa negatif ketika pasar saham anjlok. Jika sudah demikian kamu bisa memilih reksa dana yang penurunannya tidak sebanyak penurunan pasar secara keseluruhan.
Lebih lanjut Teori portofolio modern (MPT) menjelaskan bagaimana mengukur eksposur aset terhadap risiko sistematis dengan menggunakan koefisien beta (β).
Apa itu beta?
Dalam MPT, beta (koefisien β atau beta) aset investasi mengukur tingkat paparan risiko sistematis dengan melihat apakah aset tersebut lebih atau kurang volatil daripada pasar secara keseluruhan. Volatilitas adalah fluktuasi harga saham di sekitar rata-ratanya.
Nilai beta yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa aset investasi kurang fluktuatif daripada pasar, sedangkan beta lebih dari 1 menunjukkan bahwa aset investasi lebih fluktuatif daripada pasar.
Dengan kata lain semakin kencang pergerakan naik-turunnya suatu harga, semakin tinggilah tingkat pengembalian yang dapat diberikan. Dengan kata lain Risk sama dengan reward. Konsep pengukuran risiko investasi dengan menghitung beta bisa kamu lihat lebih lanjut di artikel ini; https://ajaib.co.id/cara-mengukur-volatilitas-dalam-saham/
Konsep beta diajarkan secara akademis di berbagai sekolah bisnis. Namun oleh para investor ternama konsep beta dinilai tidak tepat untuk mengukur paparan risiko sistematis terhadap efek. Misalnya saja Seth Klarman dari Grup Baupost melalui bukunya Margin of Safety mengatakan seperti ini;
Saya merasa tidak masuk akal bahwa sebuah angka yang mencerminkan fluktuasi harga masa lalu dapat dianggap sepenuhnya menggambarkan risiko. Beta memandang risiko hanya dari perspektif harga pasar, gagal mempertimbangkan fundamental bisnis atau perkembangan ekonomi tertentu.
Tingkat harga juga diabaikan, seolah-olah IBM yang dijual dengan harga 50 dolar per saham bukan merupakan investasi yang berisiko lebih rendah daripada IBM dengan harga 100 dolar per saham.
Beta juga mengasumsikan bahwa potensi kenaikan dan risiko penurunan dari setiap investasi pada dasarnya sama, yang merupakan fungsi volatilitas investasi tersebut dibandingkan dengan pasar secara keseluruhan. Ini juga tidak konsisten dengan dunia yang kita kenal.
Kenyataannya adalah bahwa volatilitas harga sekuritas di masa lalu tidak dapat dengan andal memprediksi kinerja investasi masa depan (atau bahkan volatilitas masa depan) dan oleh karena itu merupakan ukuran risiko yang buruk.
Dalam hal ini bahkan Warren Buffet, sang legenda investasi dunia, pun mengatakan hal yang sama
Saya ingin menyampaikan satu hal penting tentang risiko dan penghargaan. Terkadang risiko dan penghargaan berkorelasi dengan cara yang positif. Jika seseorang berkata kepada saya, “Saya memiliki enam penembak di sini dan saya telah menyelipkan satu kartrid ke dalamnya. Mengapa Anda tidak memutarnya dan menariknya sekali? Jika Anda bertahan, saya akan memberi Anda $ 1 juta.
” Saya akan menolak – mungkin dengan menyatakan bahwa $ 1 juta tidak cukup. Kemudian dia mungkin menawarkan saya $ 5 juta untuk menarik pelatuknya dua kali – sekarang itu akan menjadi korelasi positif antara risiko dan penghargaan!
Satu contoh singkat: The Washington Post Company pada tahun 1973 dijual dengan valuasi seharga $ 80 juta di pasar. Pada saat itu, hari itu, Anda bisa saja menjual aset itu kepada salah satu dari sepuluh pembeli dengan harga sedikitnya $ 400 juta, mungkin lebih mahal lagi. Perusahaan itu memiliki Post, Newsweek, ditambah beberapa stasiun televisi di pasar utama. Properti yang sama sekarang bernilai $ 2 miliar, jadi orang yang akan membayar $ 400 juta saat itu bukan orang gila.
Saham yang telah turun jauh ke harga yang membuat valuasinya menjadi $ 40 juta, bukan $ 80 juta, beta-nya akan lebih besar. Dan bagi orang-orang yang berpikir bahwa beta mengukur risiko, maka harga saham yang lebih rendah akan membuatnya terlihat lebih berisiko. Ini benar-benar Alice in Wonderland. Saya tidak pernah bisa membayangkan mengapa lebih berisiko membeli properti senilai $ 400 juta dengan harga $ 40 juta daripada $ 80 juta.
Jadi bagi Buffett, risiko tidak ada hubungannya dengan volatilitas. Risiko hanyalah kemungkinan kehilangan nilai investasi awal. Jika ada kemungkinan besar kehilangan uang karena investasi, maka Buffett sama sekali tidak berinvestasi.
Tapi dari mana datangnya risiko?
Jawaban sang legenda ternyata sederhana: Risiko berasal dari ketidakmampuan kita untuk mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan yang selalu tidak pasti.
Oleh karenanya, cara terbaik untuk melindungi diri Anda dari risiko, dari kemungkinan kehilangan investasi, adalah dengan tetap berada dalam lingkaran kompetensi, menjadi rajin, berinvestasi dengan margin of safety, dan bersiap menghadapi hal terburuk yang akan terjadi. “Dibandingkan dengan beta, konsep margin of safety lebih baik dalam pencegahan risiko,” ungkapnya.
Margin of Safety
Istilah ini dipopulerkan oleh Seth Klarman yang mengusulkan untuk membeli saham di bawah harga wajar atau nilai intrinsiknya. Semakin jauh dari harga wajarnya maka semakin baik. Adapun saham-saham yang nilainya berkembang menjadi 10 kali lipat adalah saham-saham yang nilainya hanya seper sepuluh harga wajarnya. Sebenarnya hal ini sudah dikenal lama sebelumnya dan dipraktekkan oleh bapak Value Investing; Benjamin Graham.
Cara Mencari Saham Murah ala Benjamin Graham
Di jamannya, Ben Graham melakukan penyaringan saham murah dengan strategi investasi yang disebut “cigar butt” atau “puntung rokok”. Layaknya sisa puntung rokok yang masih bisa dihisap sekali-dua kali, saham-saham “cigar butt” adalah saham-saham yang tidak diinginkan orang, dibuang dan menjadi sangat murah sampai kapitalisasi pasarnya lebih rendah daripada nilai likuidasinya.
Nilai likuidasi adalah harga yang dibayarkan pembeli jika perusahaan benar-benar bangkrut. Jika ada yang demikian maka ia akan membelinya dan melepasnya tepat ketika harga sahamnya naik sedikit di atas nilai likuidasinya.
Saham-saham ini juga disebut dengan saham “net-net” olehnya, karena ia mencari saham yang dijual di bawah harga NCAV (net current asset value/nilai aset lancar bersih)-nya. Perhitungan NCAV adalah dengan melihat aset lancar yang paling likuid seperti Kas dan Setara Kas, Piutang, dan Persediaan, lalu dikurangi seluruh liabilitas (utang jangka panjang dan pendek). Sedangkan aset non lancar seperti properti tanah dan bangunan, peralatan, dianggapnya tidak berharga karena saat likuidasi akan terdepresiasi.
Jika harga saham berada di bawah NCAV nya maka itulah saham “net-net” yang ia cari. Strategi ini berhasil terutama ketika terjadi resesi. Namun dalam situasi normal cukup sulit mendapatkan saham “net-net”.
Strategi ini diterapkan di semua sektor untuk mencari yang termurah di tiap sektor sehingga diversifikasi pada portofolio bisa berjalan efektif.
Strategi “cigar butt” dan pencarian saham “net-net” telah berhasil membuat Graham selama dua dekade mengalahkan kinerja indeks. Tercatat perusahaan investasi milik Graham telah beroperasi dari 1936 hingga 1956 dengan return sekitar 20% per tahun. Sedangkan saat itu kinerja pasar saham hanya membukukan rata-rata 12% saja per tahunnya.
Modifikasi Pada Strategi “Cigar Butt” Agar Dapat Menangkal Risiko dalam Berinvestasi
Sebagai murid dari Ben Graham, strategi pembelian saham Warren Buffet juga serupa. Namun mitranya Charlie Munger telah meyakinkan Buffet untuk tidak hanya berinvestasi pada saham murah ala cigar butt namun lebih pada perusahaan luar biasa di harga yang menarik.
Munger juga percaya bahwa diversifikasi akan mengakibatkan sakit kepala dalam pengelolaannya jika kita tidak mengerti caranya. Ia menambahkan bahwa dalam investasi yang dikelola secara aktif, berinvestasi dengan cara berkonsentrasi hanya pada beberapa saham saja akan memberikan hasil yang lebih baik.
Jadi alih-alih terdiversifikasi, ia justru lebih memilih portofolio yang terkonsentrasi. Selain daripada itu gaya investasinya masih sama dengan prinsip investasi nilai ala Graham dan Dodd.
Jika kamu telah menjadi investor aktif yang full-time di saham, kamu boleh mencoba memiliki portofolio yang terkonsentrasi seperti Munger-Buffet. Akan tetapi mayoritas dari kita adalah investor yang juga memiliki pekerjaan. Jika demikian maka investasi terdiversifikasi mungkin adalah yang terbaik bagi kita.
Atau kamu bisa coba reksa dana indeks yang berisikan 10 sampai 30 saham-saham berkualitas terbaik di bursa. Dengan demikian otomatis portofolio investasimu terdiversifikasi.