Analisis Saham

Mengenal TRIM, Sesepuh di Dunia Perantaraan Jual-Beli Efek

Ajaib.co.id – PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (TRIM) adalah perusahaan sekuritas yang melakukan kegiatan usaha berupa perantaraan transaksi saham dan efek lainnya seperti obligasi pemerintah, pinjaman marjin untuk nasabah ritel dan institusi, investment banking, penjaminan emisi dan penasehat keuangan.

Perusahaan juga memiliki jasa riset emiten. Seluruh jasa emiten tersedia di semua kantor cabangnya yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.

Perusahaan didirikan pada tanggal 9 Mei 1990, dan melaksanakan penawaran perdana saham di papan utama emiten pada tanggal 31 Januari 2000 dengan kode saham TRIM.

Dengan jumlah saham beredar sebanyak 7.109.300.000 lembar di harga Rp 133 maka kapitalisasi pasarnya adalah sebesar Rp 945,54 Miliar.

Pemegang saham TRIM dengan kepemilikan signifikan diantaranya Advance Wealth Finance Ltd (49,23%), PT Union Sampoerna (9,85%) sedangkan yang beredar di masyarakat adalah sebesar 40,92% dari seluruh saham beredar.

Kinerja Pada Laporan Keuangan Terakhir

Trimegah Sekuritas adalah salah satu emiten yang telah menyampaikan laporan keuangan terbarunya di kuartal I-2021.

Rupanya pandemi telah melahirkan jutaan investor yang masuk ke bursa dan peningkatan jumlah investor sebanyak 104% jika dibandingkan dengan tahun 2019. Pandemi telah menciptakan kesempatan bagi emiten perantara perdagangan efek seperti TRIM untuk mendulang cuan.

Berikut ringkasan kinerjanya per Kuartal I-2021 dan 2020; 

Komponen 1Q21 1Q20
Aset 3,48 triliun 2,67 triliun
Liabilitas 2,64 triliun 1,85 triliun
Ekuitas 840,9 miliar 822,3 miliar
Pend. Usaha 127,8 miliar 95,42 miliar
Laba Entitas Induk 19,38 miliar 1,13 miliar

TRIM mencatatkan kenaikan kinerja dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Kinerja emiten per Maret 2021 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan Maret 2020 ketika pandemi Covid-19 pertama kali diumumkan sebagai kejadian luar biasa di seluruh dunia.

Adapun pendapatan usaha emiten naik 33,93% menjadi Rp 127,8 miliar per Kuartal I-2021. Kenaikan pendapatan utamanya berasal dari peningkatan komisi perantara perdagangan efek dari Rp 14,31 miliar saja per Maret 2020 menjadi Rp 37,7 miliar per Maret 2021.

Meski hanya meningkat 33,93%, tercatat TRIM mengantongi laba bersih yang dapat diatribukan ke pemilik entitas induk naik menjadi Rp19,38 miliar. Sebelumnya di kuartal I-2020 hanya Rp1,13 miliar dan dengan demikian kenaikan laba bersih TRIM mencapai 1715% alias naik 17,15 kali lipat.

Sepanjang awal tahun hingga Maret 2021 TRIM membukukan aset hingga Rp 3,48 triliun atau naik 30,3% dibandingkan dengan aset per Maret 2020 yakni Rp 2,67 triliun.

Ekuitas meningkat menjadi Rp 840,9 miliar dari sebelumnya Rp 822,3 miliar di Maret 2020. Kendati demikian rasio kesehatan emiten tak juga meningkat karena liabilitas naik signifikan menjadi Rp 2,64 triliun, sebelumnya per Maret 2020 adalah sebesar Rp 1,85 triliun.

1Q21 1Q20
NPM 15,17% 1,19%
DER 314,38% 225,46%
ROA 0,56% 0,04%
ROE 2,31% 0,14%

Adapun marjin laba bersih (NPM) yang berhasil dicatatkan oleh emiten meningkat menjadi 15,17% dari sebelumnya hanya 1,19%. Berdasarkan penelusuran diketahui bahwa NPM berhasil ditingkatkan berkat efisiensi beban usaha yang sukses dilakukan emiten.

Secara nominal beban usaha meningkat dari Rp76,23 miliar menjadi Rp 84,45 miliar. Namun jika beban usaha dibandingkan dengan pendapatan maka persentase Beban Usaha per Pendapatan turun dari 79,8% menjadi 66% saja. Karena itulah laba bersih meningkat dari Rp 1,13 miliar saja menjadi Rp 19,38 miliar per periode yang sama year over year.

Pencapaian peningkatan efisiensi beban menjadikan rasio profitabilitas lainnya dari emiten menjadi lebih baik. Rasio laba per aset meningkat menjadi 0,56% padahal per Maret 2020 hanya 0,04% saja. Rasio laba per ekuitas pun naik menjadi 2,31% per Maret 2021, sebelumnya bahkan tidak sampai 1% pun.

Sementara itu, terdapat peningkatan utang dan membuat kesehatan keuangan emiten menjadi lebih rawan dari sebelumnya. Rasio utang per ekuitas (DER) menjadi 3,14x meningkat dari sebelumnya per Maret 2020 sebesar 2,25x. Peningkatan utang disebut-sebut oleh emiten tidak akan mempengaruhi kinerja perseroan.

Riwayat Kinerja

Untuk menilai kinerja emiten maka dilakukan penelusuran kinerja hingga beberapa tahun ke belakang. Yang hendak dicari tahu yang pertama adalah tentang kemampuan emiten dalam beroperasi dan menghasilkan laba, yang kedua adalah tentang kesehatan keuangan emiten.

Berikut informasi mengenai data profitabilitas emiten:

Tahun Pendapatan
Usaha
Laba Induk NPM Share
Outstanding
2017 402,6 miliar 54,16 miliar 13,45%    6.930.660.438
2018 448,5 miliar 59,7 miliar 13,31%    6.875.482.619
2019 443 miliar 64,8 miliar 14,63%    7.109.300.000
2020 424 miliar 28,26 miliar 6,67%    7.109.300.000
CAGR 1,74% -19,49%  
1Q20 95,42 miliar 1,13 miliar 1,19%    7.109.300.000
1Q21 127,8 miliar 19,38 miliar 15,17%    7.109.300.000

Sebagai informasi emiten menerima pendapatan dari lima segmen usaha yakni Komisi Transaksi Efek, Jasa Manajer Investasi, Pendapatan dari kegiatan Investasi dan Trading yang dilakukan sendiri oleh emiten, Jasa Penasehat Investasi, dan Jasa Penjaminan Emisi.

Gabungan kelima segmen usaha menghasilkan total pendapatan usaha di kisaran Rp 400-an miliar setiap tahunnya. Peningkatan rata-rata tahunan pada pendapatan usaha tidaklah signifikan yakni sebesar 1,74% saja.

Ketika pendapatan sudah maksimal berada di kisaran Rp400-an miliar setiap tahunnya, maka emiten melakukan efisiensi beban yang menyebabkan peningkatan laba bersih. Laba bersih merangkak naik dari Rp54,16 miliar di tahun 2017 menjadi Rp64,8 miliar di tahun 2019. Namun di tahun 2020 laba bersih mesti turun ke Rp28,26 miliar.

Sejauh ini marjin laba bersih berada di kisaran 13%, sempat mencapai lebih dari 14% di tahun 2019 dan pertama kalinya marjin laba bersih emiten mencapai 15% di Maret 2021. Kemampuan emiten dalam melakukan efisiensi beban usaha dapat diacungi jempol, namun kita masih harus memantau apakah emiten konsisten dalam melakukan efisiensi.

Emiten diketahui telah melakukan beberapa kali aksi korporasi yang mengakibatkan jumlah saham beredar emiten meningkat menjadi 7,1 miliar lembar. Hal ini tentu mendelusi besar laba per saham. Berikut informasi neraca TRIM per Maret 2021:

  Tahun Aset Liabilitas Ekuitas
2017 3,18 triliun 2,48 triliun 696,6 miliar
2018 2,67 triliun 1,87 triliun 792,2 miliar
2019 3,05 triliun 2,19 triliun 857,4 miliar
2020 2,67 triliun 1,85 triliun 822,3 miliar
CAGR -5,62% -9,32% 5,68%
1Q20 2,67 triliun 1,85 triliun 822,3 miliar
1Q21 3,48 triliun 2,64 triliun 840,9 miliar

Sebagai sebuah perusahaan yang telah berdiri sejak tahun 1990, Trimegah bisa dikatakan sebagai emiten yang sudah berada pada tahap mature dalam siklus hidup bisnis. Sebuah emiten yang telah mencapai tahap yang demikian biasanya menampilkan pendapatan usaha di kisaran tertentu dengan besar aset yang naik-turun di kisaran tertentu juga.

Aset TRIM berada di kisaran antara Rp 2,5 triliun hingga Rp 3,5 triliun, setiap tahunnya naik-turun di kisaran angka tersebut. Sementara itu setiap tahunnya besaran liabilitas bergerak di antara Rp 1,85 triliun hingga 2,5 triliun. Namun pada Maret 2021 liabilitas emiten naik menjadi Rp 2,64 triliun alias lebih besar dari biasanya.

Berikut rasio-rasio yang dapat disampaikan;

NPM DER ROA ROE
2017 13,45% 356,94% 1,70% 7,77%
2018 13,31% 237,26% 2,23% 7,54%
2019 14,63% 255,78% 2,13% 7,56%
2020 6,67% 225,46% 1,06% 3,44%
1Q20 1,19% 225,46% 0,04% 0,14%
1Q21 15,17% 314,38% 0,56% 2,31%

Atas laba yang dihasilkan per modal kerja yang dikeluarkan (ROE), kinerja emiten berada di tingkat medioker dengan besaran sekitar 7 persenan saja setiap tahunnya. Ketika pandemi berlangsung ROE emiten turun menjadi 3,44% saja. Namun keadaan nampaknya telah berangsur-angsur pulih karena per Maret 2021, ROE emiten mencapai 2,31%.

Secara marjin laba per pendapatan (NPM), besaran NPM emiten ada di kisaran 13-15%, dan baru pada Maret 2021 emiten berhasil membukukan 15,17% laba dari pendapatannya. Dari sisi profitabilitas emiten telah berangsur-angsur pulih, namun dari sisi kesehatan keuangan tidak demikian.

Selama tiga tahun belakangan sejak 2018 emiten telah berhasil menekan rasio DER-nya menjadi 200-an persen. Meski masih berada di atas ambang batas yang dianjurkan, yakni 100%, namun emiten telah menunjukkan perbaikan karena sebelumnya di tahun 2017 rasio DE emiten adalah 356,94% atau 3,56x. Pada kuartal I-2021 rasio DE emiten telah kembali ke posisi di tahun 2017 di atas 300-an persen, tepatnya 314,38%.

Dividen

Saat ini emiten sudah tidak membagikan dividen, terakhir kali emiten membagikan dividen adalah pada tahun 2011. Pada bulan Juli 2011 emiten membagikan Rp 0,84 per saham sebagai dividen tunai. Namun setelahnya tidak lagi.

Kesimpulan

Trimegah adalah sebuah sekuritas ternama, salah satu yang terbesar dan tertua di Indonesia dan telah beroperasi sejak Bursa Efek masih terdiri dari dua entitas yakni Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.

Saat ini pendapatan emiten berada di kisaran Rp 400-an miliar setiap tahunnya, dan agaknya sulit untuk terus berkembang disebabkan oleh persaingan yang diberikan sekuritas-sekuritas lainnya yang lebih populer sekarang ini. Oleh sebab itu emiten menekan beban usahanya untuk memperbesar marjin laba.

Beban usaha emiten secara nominal mungkin tampak membesar namun secara persentase mengecil. Per Maret 2020 beban usaha per pendapatan adalah 79,8% namun setahun berselang di periode yang sama di tahun 2021 beban usaha per pendapatan hanya sebesar 66% saja.

Perbaikan dalam efisiensi menyebabkan bottom line membaik, adapun marjin laba emiten menjadi 15,17% per Maret 2021. Sebelumnya setiap tahun marjin laba emiten adalah sebesar 13 persenan dan drop di tahun 2020 menjadi hanya 1,19% saja.

Perbaikan profitabilitas sayangnya tidak dibarengi dengan perbaikan kesehatan keuangan. Rasio utang per ekuitas emiten naik menjadi 314% di kuartal I-2021, padahal selama tiga tahun terakhir emiten telah berhasil menekannya menjadi hanya 200-an persen saja.

Emiten cukup menarik dari sisi peningkatan profitabilitasnya, terutama dilihat dari cara emiten menghemat pengeluaran beban-beban. Namun sayangnya liabilitas mesti ditingkatkan untuk meng-upgrade teknologi digital. Emiten akan jauh lebih menarik jika pendapatan bisa ditingkatkan juga.

Emiten tidak lagi membagikan dividen sejak 2011, dan peluang peningkatan laba bersih emiten mungkin terbatas pada seberapa jauh emiten dapat menghemat beban. Emiten adalah perusahaan yang sudah memasuki tahap mature dilihat dari usianya berdiri, kisaran jumlah aset dan pendapatan setiap tahun.

Untuk meningkatkan pendapatan, saat ini emiten sedang berusaha menjangkau lebih banyak user dengan peningkatan digital. Emiten terbilang lambat dalam mengadopsi teknologi digital dalam hal pelayanan, karena momen untuk itu sudah dimulai sejak pandemi di tahun 2020. Namun pengalaman emiten dalam kegiatan usaha perantaraan transaksi efek dan penjaminan emisi yang telah dimulai sejak tahun 1990 tentu memiliki dampak tersendiri bagi investor maupun trader.

Disclaimer: Tulisan ini berdasarkan riset dan opini pribadi. Bukan rekomendasi investasi dari Ajaib. Setiap keputusan investasi dan trading merupakan tanggung jawab masing-masing individu yang membuat keputusan tersebut. Harap berinvestasi sesuai profil risiko pribadi.

Artikel Terkait