Ajaib.co.id – Analisis ini dibuat pada bulan Mei 2021, sampai artikel ini dibuat emiten belum mengeluarkan laporan keuangan tahunan FY 2020. Dalam satu tahun saja kinerja emiten anjlok dari marjin laba bersih sekitar 13-an persen setiap tahun menjadi hanya 0,8% di tahun 2019. Dengan beban usaha yang selalu saja besar di kuartal IV, bisa diprediksi bahwa keadaan emiten saham ASJT per akhir tahun 2020 tidak baik-baik saja.
Profil Emiten
PT Asuransi Jasa Tania Tbk atau Asuransi Jastan (ASJT) adalah perusahaan yang bergerak dalam penyediaan perlindungan risiko alias asuransi. Produk asuransinya meliputi asuransi kendaraan bermotor, asuransi properti, yang dipasarkan dengan merek JT Oto dan JT Griya, lalu ada asuransi Marine Cargo dan Engineering.
Telah berdiri sejak tahun 1979, kini emiten memiliki cabang dan kantor pemasaran di berbagai daerah di Indonesia, seperti Banda Aceh, Bandar Lampung, Jambi, Jakarta, Jember, Kediri, dan lainnya.
Pada tahun 2003 PT Asuransi Jasa Tania Tbk memutuskan untuk melakukan penawaran umum terbatas alias IPO di papan pengambangan bursa dengan kode saham ASJT. Dengan jumlah saham beredar sebanyak 600.000.000 lembar di harga Rp 246 kapitalisasi pasarnya adalah sebesar Rp 150 Miliar.
Adapun pemegang saham utama emiten adalah Dana Pensiun Perkebunan (77.39%) dan Pemodal Nasional (22.55%) sedangkan saham ASJT yang beredar di masyarakat hanya sedikit sekali. Yang diwajibkan oleh bursa adalah setidaknya 7% dari seluruh jumlah saham beredar di masyarakat, maka ASJT tidak memenuhi ketentuan free float yang sudah ditentukan.
Ulasan Laporan Keuangan Terakhir
3Q20 | 3Q19 | |
Pendapatan Premi | 87 miliar | 116,48 miliar |
Klaim neto | 36,31 miliar | 51,2 miliar |
Hasil Underwriting | 40,86 miliar | 42,83 miliar |
Hasil Investasi | 3,18 miliar | 6,71 miliar |
Pendapatan Usaha | 44 miliar | 49,55 miliar |
Laba Bersih | 264,7 juta | 7,6 miliar |
Laporan keuangan terakhir yang disampaikan oleh emiten kepada bursa adalah di kuartal III-2020. Adapun pendapatan premi turun menjadi Rp 87 miliar, dari sebelumya di Kuartal III-2019 sebesar Rp116,48 miliar.
Setelah pendapatan premi dikurangi reasuransi dan beban underwriting, hasil underwriting yang dicatatkan adalah sebesar Rp 40,86 miliar. Per kuartal III-2019 hasil underwriting ASJT adalah sebesar Rp 42,83 miliar.
Kegiatan usaha emiten lainnya yakni investasi hanya menghasilkan Rp 3,18 miliar di mana sebelumnya adalah Rp 6,71 miliar. Dengan demikian pendapatan usaha ASJT per Kuartal III-2020 turun menjadi Rp 44 miliar dari sebelumnya Rp 49,55 miliar di Kuartal III-2019.
Meski pendapatan usaha hanya turun sedikit namun laba bersih anjlok hingga 97% menjadi hanya Rp 264,67 juta saja, sebelumnya di periode yang sama tahun sebelumnya emiten saham ASJT membukukan laba bersih senilai Rp 7,6 miliar.
Berikut rasio-rasio yang dapat disampaikan:
3Q20 | 3Q19 | |
Own Retention | 62,24% | 64,40% |
Underwriting Ratio | 46,96% | 36,77% |
DER | 79,28% | 120,54% |
RBC | 262,96% | 188,32% |
Loss Ratio | 41,74% | 43,96% |
- Rasio Kerugian / Loss Ratio
Yang hendak dicermati pertama kali adalah tentang rasio kerugiannya. Jadi klaim yang terjadi per Kuartal III-2020 adalah sebesar Rp78,45 miliar namun ditanggung oleh klaim reasuransi sebesar Rp 42,13 miliar. Alhasil klaim yang mesti ditanggung sendiri oleh emiten hanya sebesar Rp 36,3 miliar saja.
Dengan klaim neto sebesar itu rasio kerugian emiten adalah sebesar 41,74%, kurang lebih sama dengan rasio kerugian yang dialami emiten di kuartal III-2019. Rasio kerugian menampilkan besarnya klaim per pendapatan premi.
Batas maksimal rasio kerugian yang dianjurkan pemerintah melalui OJK adalah 20% saja. Lebih dari 20% artinya proses seleksi nasabah asuransi oleh emiten terlalu longgar sehingga menyebabkan banyak klaim terjadi.
- RBC
Yang menarik adalah meski rasio kerugian di atas batas maksimal yang dianjurkan tapi emiten masih mampu memenuhi kewajibannya. Angka RBC yang menunjukkan kemampuan emiten untuk membayar klaim cukup tinggi. Rasio RBC emiten adalah sebesar 262%, sebelumnya di Kuartal III-2019 adalah sebesar 188%.
Rasio RBC diperoleh dengan membagi aset yang diperkenankan dikurangi dengan seluruh kewajiban (lihat ekuitas) dengan jumlah dana yang dibutuhkan untuk menutup risiko kerugian yang mungkin timbul.
RBC mengukur seberapa besar kemampuan keuangan perusahaan asuransi kerugian dalam mendukung kewajiban yang mungkin timbul dari penutupan risiko yang telah dilakukan.
Singkat kata rasio ini mengukur seberapa kuat perusahaan asuransi menghindari gagal bayar klaim nasabah. Semakin besar rasio ini semakin baik, yang dianjurkan pemerintah adalah minimal 120%.
- DER
Rasio utang per ekuitas emiten juga berada di bawah batas maksimal 100% yang dianjurkan, oleh karena itu termasuk ke dalam kategori baik yaitu 79,28%. Dengan demikian kesehatan keuangan emiten dapat dikatakan sangat baik.
Riwayat Kinerja
- Pendapatan Premi
Pendapatan premi emiten setiap tahunnya bervariasi di kisaran Rp 150-180an miliar dan tidak dalam tren tertentu. Kamu bisa lihat bahwa pendapatan premi turun dari Rp 183,16 miliar di tahun 2018 menjadi Rp 152,8 miliar di tahun 2019.
Pendapatan dari kuartal III-2019 ke akhir tahun 2019 naik dari Rp 116,48 miliar menjadi Rp 152,8 miliar. Namun laba bersih malah turun dari Rp7,6 miliar di Kuartal III-2019 menjadi Rp1,2 miliar saja di akhir tahun 2019.
Segera marjin laba anjlok dari 13-an persen di tahun 2017 dan 2018 menjadi hanya 0,8% di tahun 2019. Penelusuran belum dilakukan terkait fenomena anjloknya laba bersih di ASJT di tahun 2019.
Adapun pendapatan premi per Kuartal III-2020 turun menjadi Rp 87 miliar, sebelumnya di kuartal yang sama di tahun 2019 pendapatan premi emiten saham ASJT adalah Rp 116,4 miliar. Pendapatan premi yang turun menyisakan laba bersih hanya sebesar Rp 264,6 juta saja di Kuartal III-2020.
Penelusuran lebih lanjut menemukan bahwa beban usaha emitan terbilang sangat besar di kuartal IV setiap tahunnya.
Beban usaha | |
2017 | 62,9 miliar |
2018 | 67,7 miliar |
2019 | 67,9 miliar |
3Q18 | 41,5 miliar |
3Q19 | 43,5 miliar |
3Q20 | 45,39 miliar |
Kamu bisa perhatikan bahwa beban usaha yang terdiri dari gaji pegawai, transportasi, biaya listrik, air dan sebagainya setiap tahunnya memakan biaya sebesar Rp 60-an miliar.
Nah, dari kuartal III ke akhir tahun, alias di kuartal IV saja, ternyata ada peningkatan beban usaha sebesar Rp 20-an miliar alias sekitar 55% dari jumlah beban usaha selama sembilan bulan sebelumnya.
Jika beban usaha selalu naik 55% dari total beban usaha selama sembilan bulan sebelumnya maka bisa diprediksi bahwa jumlah beban usaha emiten di akhir tahun 2020 akan menjadi sekitar Rp72,64 miliar dan bisa dipastikan di akhir tahun 2020 ASJT akan membukukan rugi bersih.
Berikut keuntungan per kegiatan usaha yang dapat disampaikan:
Hasil underwriting | Hasil Investasi | Pendapatan Usaha | |
2017 | 77,27 miliar | 10,48 miliar | 87,76 miliar |
2018 | 83,52 miliar | 9,11 miliar | 92,64 miliar |
2019 | 59,87 miliar | 8,69 miliar | 68,56 miliar |
3Q19 | 42,83 miliar | 6,71 miliar | 49,55 miliar |
3Q20 | 40,86 miliar | 3,18 miliar | 44 miliar |
Perusahaan asuransi memiliki dua macam kegiatan usaha yakni underwriting dan investasi. Masing-masing kegiatan usaha emiten saham ASJT ternyata memperlihatkan penurunan kinerja sejak tahun 2019. Hal ini sejalan dengan turunnya pendapatan premi di tahun 2019.
Kegiatan underwriting emiten memang mengalami penurunan, hal ini juga tercermin dari turunnya total komisi yang diberikan kepada para agen penjual di tahun 2019. Sebelum tahun 2019 komisi yang diberikan kepada para agen asuransi emiten saham ASJT adalah sekitar Rp 30-an miliar per tahun. Di tahun 2019 menjadi hanya Rp 23,5 miliar saja.
Dari sisi investasi pun terdapat masalah dalam pengelolaan portofolio sehingga menghasilkan semakin sedikit saja dari tahun ke tahun.
RBC | Loss Ratio | DER | |
2017 | 119,49% | 40,78% | 110,98% |
2018 | 122,45% | 37,72% | 117,84% |
2019 | 150,21% | 46,63% | 113,82% |
3Q19 | 188,32% | 43,96% | 120,54% |
3Q20 | 262,96% | 41,74% | 79,28% |
- Loss Ratio/Rasio Kerugian
Rasio kerugian adalah rasio yang membagi klaim yang terjadi dengan pendapatan premi. Rasio ini akan memperlihatkan kepiawaian perusahaan asuransi dalam proses seleksi nasabah. Jika kamu belum tahu, tidak semua orang yang mau berasuransi bisa masuk ke dalam kategori layak asuransi tergantung dari usia, pekerjaan, riwayat kesehatan dan lainnya.
Dengan melakukan reasuransi emiten dapat memperkecil nilai klaim yang mesti ditanggungnya sendiri. Adapun Rasio Kerugian emiten adalah sekitar 40-an persen setiap tahunnya. Batas maksimal rasio kerugian yang dianjurkan pemerintah adalah sebesar 20% saja.
Besar rasio kerugian yang melebihi batas yang dianjurkan menandakan adanya seleksi nasabah yang longgar, seleksi nasabah yang longgar menyebabkan banyak terjadi klaim dan mengakibatkan rasio kerugian melebihi ambang yang dianjurkan.
- RBC
Rasio Risk Based Capital (RBC) adalah rasio untuk menghitung seberapa kuat perusahaan asuransi dalam menanggung risiko klaim yang terjadi. Semakin kecil maka semakin rawan emiten dalam memenuhi kewajibannya dan menghindari gagal bayar klaim. Batas minimal yang dianjurkan pemerintah melalui OJK adalah sebesar 120%.
Rasio RBC ASJT cukup baik dan semakin baik saja. Per akhir tahun 2019 RBC emiten adalah sebesar 150%, dan menjadi 262% di Kuartal III-2020.
- Rasio Utang per Ekuitas (DER)
Rasio DER mengukur kemampuan emiten dalam memenuhi kewajibannya membayar utang. Adapun DER emiten kini sebesar 201%, sedangkan batas maksimal yang dianjurkan adalah sebesar 100% saja, sedangkan rasio DER emiten hanya sedikit berada di atas batas maksimal yang dianjurkan yakni 110-an persen saja. Terakhir per Kuartal III-2020 DER emiten hanya sekitar 79% saja.
Kesimpulan
Rasio kerugian emiten menunjukkan bahwa emiten memberlakukan proses seleksi nasabah yang tidak terlalu ketat. Meskipun klaim yang terjadi cukup besar namun emiten menunjukkan bahwa kemampuannya dalam meng-cover klaim masih baik, hal ini tercermin dari menguatnya rasio RBC emiten yang bertahan di atas 120%.
Kesehatan keuangan emiten saham ASJT tidaklah buruk, hanya sedikit di atas batas maksimal yang dianjurkan. Emiten bisa dipastikan dalam jangka waktu pendek tidak berisiko mengalami gagal bayar klaim.
Namun ada masalah dari sisi profitabilitasnya. Pendapatan premi dari tahun 2017 ke tahun 2018 mengalami peningkatan dari Rp 174 miliar menjadi 183 miliar, tapi kemudian anjlok manjadi hanya Rp 152 miliar saja di tahun 2019. Penurunan pendapatan premi berimbas pada penurunan hasil underwriting. Dari sisi investasi pun ASJT membukukan penurunan kinerja.
Kegiatan underwriting emiten mengalami penurunan kinerja, komisi yang diberikan kepada agen penjual turun menjadi Rp23 miliar di tahun 2019, padahal setiap tahun komisi yang diberikan kepada agen penjual adalah sekitar Rp30-an miliar. Jelas ada yang salah dengan kegiatan underwriting emiten sejak tahun 2019. Demikian pula dengan kegiatan investasinya yang terus membukukan hasil yang terus menurun.
Laba bersih emiten anjlok menjadi hanya Rp1 miliar saja di tahun 2019. Dan per kuartal III-2020 laba bersih emiten hanya Rp264 juta saja. Dengan beban usaha yang besar di setiap kuartal IV-2020 maka bisa diprediksi bahwa emiten akan membukukan rugi bersih kali ini.
Disclaimer: Penyebutan saham dan analisis dalam artikel ini bukan rekomendasi. Segala posisi transaksi yang diambil oleh pembaca berkaitan dengan saham yang disebutkan tidak akan mengikat penulis secara hukum. Penulis tidak memiliki saham yang disebutkan sehingga analisis bebas dari bias. Pembaca diharapkan melakukan analisis lanjutan terkait segala posisi transaksi yang diambil atas saham yang disebutkan setelah membaca artikel ini.