Ekonomi

Dampak Omnibus Law terhadap Reksa Dana

Omnibus Law

Ajaib.co.id – Seperti kita ketahui bahwa UU Omnibus Law Cipta Kerja telah disahkan oleh presiden Joko Widodo pada 2 November 2020 lalu. Omnibus Law adalah suatu Undang-Undang (UU) yang dibuat untuk menyasar satu isu besar yang mungkin dapat mencabut atau mengubah beberapa UU sekaligus sehingga menjadi lebih sederhana.

Omnibus Law dengan kata lain bertujuan untuk menyederhanakan regulasi yang berbelit di suatu negara. Omnibus Law telah diterapkan di berbagai negara, seperti Kanada dan Filipina. Tahun ini, Indonesia mencoba menerapkan Omnibus Law dengan tujuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang dinamakan UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Terlepas dari segala pro kontranya, UU Omnibus Law telah disahkan oleh pemerintah bersama DPR. Omnibus Law akan berdampak positif secara langsung pada industri reksa dana, khususnya reksa dana berbasis saham adalah mengenai dividen yang bukan menjadi objek pajak lagi. Seperti apa ketentuan yang dimaksud?

Dividen Bebas Pajak

Dividen adalah bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Untuk bisa mendapatkan dividen, tentu harus berinvestasi atau menjadi pemegang saham dari sebuah perusahaan.

Secara umum, investasi saham dapat dilakukan terhadap perusahaan di dalam negeri dan perusahaan di luar negeri.

Pembagian ini biasanya diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Namun, pembagian dividen sifatnya tidak wajib. Perusahaan dapat membagikan hanya sebagian, seluruhnya, atau tidak sama sekali, di mana keuntungan disimpan untuk kebutuhan perusahaan di masa mendatang.

Ketentuan Dividen Perusahaan Dalam Negeri

Sebelum UU Cipta Kerja berlaku, ketentuan atas dividen yang dibagikan oleh perusahaan di Indonesia secara umum adalah sebagai berikut

●     Wajib Pajak Perorangan sebesar final 10%

●     Wajib Pajak Badan Dalam Negeri sebesar final 15%

●     Wajib Pajak Luar Negeri sebesar final 20%

Pada bagian ketujuh tentang Perpajakan Pasal 111 RUU Omnibus Law Cipta Kerja menyebutkan pengecualian Pajak Penghasilan (PPh) atas dividen berlaku bagi wajib pajak orang pribadi (WP OP) dan WP Badan dalam negeri sepanjang dividen tersebut diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam jangka waktu tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut :

• Wajib pajak perorangan dari final 10 persen menjadi 0 persen

• Wajib pajak badan dalam negeri dari final 15 persen menjadi 0 persen

• Wajib pajak luar negeri tetap final 20 persen

Sebagai ilustrasi, misalkan terdapat 3 pihak yang memiliki saham BBRI senilai 1.000.000 lembar dan pada tahun 2021 membagikan dividen Rp 100 per lembar. Maka nilai dividen yang diterima 3 pihak setelah berlakunya UU Omnibus Law adalah sebagai berikut

• Rudi (Wajib Pajak Perorangan Dalam Negeri) Rp 100 juta, sebelumnya Rp 90 juta

• PT ABCD (Wajib Pajak Badan Dalam Negeri) Rp 100 juta, sebelumnya Rp 85 juta

• ABCD Private Limited (Wajib Pajak Luar Negeri di Singapura) Rp 80 juta (tetap)

Insentif tersebut merupakan sentimen positif yang berdampak positif terhadap industri pasar modal dan dapat dinikmati langsung termasuk reksa dana. Perlu diketahui, reksa dana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor).

Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.

Reksa dana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.

Reksa dana dikategorikan sebagai Wajib Pajak Badan Dalam Negeri sehingga mendapatkan manfaat lebih hemat 15% atas dividen tersebut.

Umumnya rata-rata dividen Yield saham adalah berkisar 2-3%. Dengan adanya aturan ini, maka reksa dana akan memperoleh keuntungan berupa kenaikan imbal hasil sekitar 15% x 2 s/d 3% = 0.3% s/d 0.45% per tahun.

Berhubung pembagian dividen saham antar perusahaan memiliki jadwal yang berbeda, maka keuntungan ini tidak dirasakan secara sekaligus dalam 1 hari. Tapi sepanjang tahun terutama pada tanggal-tanggal pembagian dividen.

Bursa Saham dan Reksa dana Merespons Positif

Sejak disahkannya Omnibus Law pada 5 Oktober 2020 lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memang terlihat dalam tren positif dengan terus mencatatkan kenaikan di awal kuartal IV 2020. Kenaikan yang dialami IHSG tentu berdampak positif terhadap kinerja reksadana secara umum.

Kondisi tersebut menjadi salah satu indikasi bahwa pelaku pasar merespons positif pengesahan Omnibus Law yang tercermin dari akumulasinya terhadap aset berisiko seperti saham maupun reksa dana saham, terlepas dari berbagai sentimen lain yang mewarnai bursa saham domestik.

Di sisi lain, Bank Dunia juga telah memberikan pandangan positif terhadap Omnibus Law. Mereka menyebut UU Cipta Kerja sebagai upaya reformasi besar yang dapat menjadikan Indonesia lebih kompetitif dan mempunyai daya saing.

Selain itu, menurut Bank yang bermarkas di Washington DC tersebut, UU Cipta Kerja ditujukan untuk mendukung cita-cita jangka panjang bangsa menjadi masyarakat yang sejahtera.

Dengan menghapus berbagai pembatasan yang berat pada investasi dan keterbukaan Indonesia untuk bisnis, Bank Dunia menilai produk hukum sapu jagad tersebut dapat menarik investor, menciptakan lapangan kerja, dan membantu Indonesia mengurangi angka kemiskinan.

Pro kontra atas suatu aturan memang merupakan hal yang lumrah. Secara umum Omnibus Law ini merupakan terobosan penting dalam pembangunan di bidang peraturan. Selanjutnya tinggal kemampuan para eksekutif di pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaannya.

Artikel Terkait