Ajaib.co.id – Sekarang ini, para milenial sudah banyak yang mulai menyadari pentingnya berinvestasi. Oleh karena itu, instrumen investasi juga semakin berkembang hingga banyak sekali pilihan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan investor dan tren perkembangan zaman. Kini, selain saham, obligasi, dan reksa dana, kamu bisa berinvestasi dengan cara yang juga sesuai dengan prinsip syariah yaitu dengan sukuk. Nah, pada artikel kali ini, redaksi Ajaib akan membahas tentang serba-serbi sukuk.
Apa itu Sukuk?
Walaupun sama-sama termasuk ke dalam jenis Surat Utang Negara (SUN) atau obligasi negara, sukuk berbeda dengan obligasi konvensional seperti ORI (Obligasi Ritel Indonesia) dan SBR (Saving Bond Ritel). Ini bukanlah surat pengakuan utang melainkan surat berharga yang menunjukkan penyertaan kepemilikan atas aset perusahaan. Jika merujuk pada Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13, sukuk memiliki definisi sebagai “Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas: kepemilikan aset berwujud tertentu; nilai manfaat dan jasa atas proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu; atau kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.”.
Dengan kata lain, sukuk adalah bagian dari pernyataan kepemilikan atas manfaat suatu aset, bukan surat utang seperti obligasi. Penerbitan sukuk berada di bawah Fatwa MUI dan dengan kendali Dewan Syariah Nasional sehingga cukup jelas bahwa sukuk bisa dipertanggungjawabkan kesyariahannya. Berdasarkan sumbernya, sukuk terbagi menjadi dua jenis, yaitu sukuk yang diterbitkan oleh negara atau yang disebut dengan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan sukuk yang diterbitkan oleh korporasi.
Apa Tujuan dan Syarat dari Sukuk?
Pada dasarnya, pemerintah menerbitkan sukuk/ Surat Berharga Negara (SBN) ritel untuk membiayai APBN. Menurut UU No. 19 Tahun 2008 tentang SBSN, penerbitan sukuk ritel bertujuan untuk membiayai pembangunan proyek. Adapun yang dimaksud proyek di sini adalah pembangunan proyek-proyek yang sudah mendapat alokasi dalam APBN, seperti proyek infrastruktur dalam sektor energi, telekomunikasi, perhubungan, pertanian, perumahan rakyat, dan juga industri manufaktur.
Selain itu, sukuk juga memiliki beberapa tujuan, yakni untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan pasar keuangan syariah, mengoptimalkan pemanfaatan barang milik negara, mendorong tertib administrasi pengelolaan barang milik negara, dan memanfaatkan dana masyarakat yang belum terjaring oleh sistem perbankan konvensional.
Dengan mengambil referensi dari tulisan yang berjudul “Tanya Jawab tentang Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara): Instrumen Keuangan Berbasis Syariah”, syarat-syarat yang harus dipenuhi agar sukuk bisa diterima dan diminati pasar dapat dipahami sebagai berikut:
- Harus memenuhi semua ketentuan syariah, dari proses penerbitannya, penggunaan dana hasil penerbitannya, sampai hal-hal yang terkait dengan underlying asset atau dasar penerbitannya.
- Harus bisa dipindahtangankan dari satu pihak ke pihak lain (transferable) maupun diperjualbelikan (tradable).
- Harus memiliki tingkat imbalan yang cukup kompetitif dibanding instrumen keuangan atau investasi lainnya.
- Harus ada transparansi berupa kejelasan dan kemudahan akses informasi bagi para investor.
- Proses penerbitan harus juga mengikuti ketentuan umum yang berlaku dalam penerbitan sukuk di pasar keuangan internasional.
- Harus ada dukungan infrastruktur legal dan kelembagaan yang memadai, termasuk di dalamnya dukungan dari pasar keuangan yang efisien.
Apa Perbedaan antara Sukuk dan Obligasi Konvensional?
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sukuk tentu berbeda dengan obligasi. Jadi, bagaimana perbedaan di antara keduanya? Hal ini bisa dilihat dari berbagai hal, pertama, dari sifat instrumennya. Pada obligasi konvensional, instrumennya adalah surat utang, sedangkan sukuk adalah surat atau sertifikat atas kepemilikan aset. Dengan demikian sukuk memiliki apa yang dinamakan SBSN sebagai bukti kepemilikan atas obligasi, sementara obligasi seperti ORI dan SBR tidak memerlukan hal seperti itu.
Kedua, penggunaan dananya. Pada obligasi konvensional, jenis industri dalam penggunaan dananya yang dijalankan emiten itu dibebaskan atau tidak dibatasi. Berbeda dengan sukuk yang terbilang lebih dibatasi karena jenis industri yang dikelola maupun pendapatan yang dihasilkan oleh penerbit harus yang sesuai dengan prinsip syariah Islam. Dengan kata lain, penggunaan dana memang lebih banyak pertimbangannya.
Ketiga, keuntungannya. Jika dalam obligasi konvensional seperti ORI dan SBR, keuntungan yang didapat bersumber dari bunga dan capital gain. Sementara dalam investasi sukuk, keuntungan atau imbalan yang diterima akan berasal dari ujrah (uang sewa), margin, bagi hasil, atau imbalan lain sesuai dengan akad yang disepakati bersama.
Keempat, biaya administratif dan pungutan OJK. Karena mekanisme sukuk dipegang oleh Dewan Pengawas Syariah yang ada di bawah MUI, maka di dalamnya terdapat biaya tambahan atau fee untuk upah Dewan Pengawas Syariah tadi. Pada obligasi konvensional, yang diperlukan hanyalah biaya administratif dan tanpa tambahan biaya lainnya.
Lalu terkait pungutan OJK atau biaya khusus yang harus dibayarkan sebagai salah satu investasi yang terdaftar resmi oleh OJK, obligasi konvensional dan sukuk memiliki perbedaan. Untuk obligasi konvensional, nilai maksimumnya adalah sebesar Rp750 juta dan sementara untuk obligasi syariah hanya sebesar Rp150 juta.
Demikian penjelasan singkat tentang sukuk dan perbedaannya dengan obligasi konvensional yang bisa diberikan oleh redaksi Ajaib. Semoga kamu bisa semakin mengenal instrumen investasi ini, ya! Teruntuk kamu yang ingin berinvestasi namun tetap sejalan dengan prinsip syariah Islam, investasi syariah ini akan menjadi pilihan yang baik.
Di samping itu, ada juga instrumen investasi yang tidak kalah menarik untuk dicoba, salah satunya adalah reksa dana online Ajaib. Investasi reksa dana online Ajaib ini sudah terdaftar dan diawasi oleh OJK, lho. Kamu dapat memilih sejumlah produk reksa dana yang tersedia dalam Ajaib.
Untuk berinvestasi di Ajaib, kamu bisa memulainya hanya dengan mengunduh aplikasinya atau mendaftar melalui website, kemudian pilih manajer investasi ataupun tujuan investasimu. Dengan bermodalkan Rp10.000 kamu sudah bisa mulai berinvestasi. Kamu bisa melakukan top-up saldo kapan saja untuk menambah jumlah dana yang ingin diinvestasikan. Selain itu, Ajaib baru saja merilis produk terbaru yakni Ajaib Saham, yang mana kini pengguna bisa melakukan jual-beli atau trading saham di aplikasi Ajaib. Tunggu apa lagi? Yuk, download Ajaib sekarang!
Untuk berinvestasi di Ajaib, kamu bisa memulainya hanya dengan mengunduh aplikasinya atau mendaftar melalui website, kemudian pilih manajer investasi ataupun tujuan investasimu. Dengan bermodalkan Rp10.000 kamu sudah bisa mulai berinvestasi. Kamu bisa melakukan top-up saldo kapan saja untuk menambah jumlah dana yang ingin diinvestasikan. Selain itu, Ajaib baru saja merilis produk terbaru yakni Ajaib Saham, yang mana kini pengguna bisa melakukan jual-beli atau trading saham di aplikasi Ajaib. Tunggu apa lagi? Yuk, download Ajaib sekarang!
Sumber: Tanya Jawab tentang Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara): Instrumen Keuangan Berbasis Syariah, dengan perubahan seperlunya.