Asuransi & BPJS

Sanksi Menunggak Iuran BPJS Memicu Kontroversi

Sanksi Menunggak Iuran BPJS

Ajaib.co.id – Apakah kamu termasuk Milenial yang disiplin membayar iuran BPJS? Jika ya, maka tidak ada masalah. Jika tidak, maka sebaiknya kamu segera mengecek jumlah tunggakanmu dan bersiap-siap melunasinya, karena sanksi menunggak Iuran BPJS ternyata cukup berat.

Mungkin kamu hanya tertawa dan berpikir bahwa sanksi itu paling-paling berupa penghentian fasilitas layanan kesehatan BPJS, yang mungkin juga memang sudah tidak kamu harapkan lagi mengingat penurunan kualitasnya yang terus-menerus terjadi.

Tapi sebaiknya kamu tidak menyepelekannya lagi, karena ternyata sanksi menunggak Iuran BPJS yang lebih kontroversial tinggal menunggu Instruksi Presiden saja.

Amanat dalam Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS menyatakan bahwa setiap peserta BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan wajib membayar iuran setiap bulan.

Yang dimaksud dengan Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia dan telah membayar iuran. Pada praktek di lapangan, pembayaran iuran BPJS, baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan (TK) dilakukan secara patungan antara pemberi kerja (perusahaan) dengan pekerjanya.

Sementara peserta mandiri harus menanggung sepenuhnya iuran BPJS secara pribadi. Saat ini, kasus penunggakan iuran BPJS berbulan-bulan, hingga bertahun-tahun lamanya masih marak terjadi.

Sanksi Menunggak Iuran BPJS

Sebetulnya, ancaman sanksi sudah diberlakukan bagi semua pihak yang menunggak iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 Tahun 2013.

Rincian sanksi ini tertuang di Pasal 5, dimana pemberi kerja dan setiap orang peserta yang melanggar ketentuan (menunggak iuran) dikenai sanksi administratif, berupa:

1. Teguran tertulis

Sanksi teguran tertulis diberikan paling banyak dua kali dalam jangka waktu paling lama 10 hari kerja.

2. Denda

a. Denda penunggak iuran BPJS Kesehatan:

· Mulai terhitung 1 Juli 2016, tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran, tapi kartu atau jaminan dihentikan sementara bila 1 bulan sejak tanggal 10 telat membayar iuran.

· Apabila kemudian peserta harus mendapat rawat inap dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, maka akan dikenakan denda sebesar 2,5% dari biaya pelayanan kesehatan untuk setiap bulan tertunggak, asalkan maksimum tunggakan 12 bulan dan maksimum denda Rp30 juta.

b. Denda penunggak iuran BPJS Ketenagakerjaan

Untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung dari iuran wajib setor, keterlambatan pembayaran iuran pemberi kerja dikenakan denda sebesar 2%.

3. Tidak mendapatkan pelayanan publik

Ini sanksi yang paling berat, penyetopan layanan publik bagi pemberi kerja dan peserta yang menunggak iuran BPJS, yang seharusnya dilaksanakan oleh Unit Pelayanan Publik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pelayanan publik yang seharusnya distop meliputi:

a. Bagi Pemberi Kerja

· Perizinan terkait usaha

· Izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek

· Izin mempekerjakan tenaga kerja asing

· Izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh

· Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

b. Bagi setiap orang selain pemberi kerja, pekerja, dan PBI

· Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

· Surat Izin Mengemudi (SIM)

· Sertifikat tanah

· Pembuatan paspor

· Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).

Menurut Fachmi Idris, Direktur Utama BPJS Kesehatan, sanksi pelayanan publik bagi penunggak iuran BPJS sedang menunggu rampungnya pembuatan Instruksi Presiden (Inpres).

Hal ini ditempuh karena aturan yang sudah tertera di PP 86/2013 tak kunjung dilaksanakan oleh institusi yang ditunjuk, yang memang bukanlah pihak BPJS sendiri. Rencana Pemerintah nantinya sistem pelayanan publik terintegrasi dengan BPJS.

Jadi, misalnya kamu hendak membuat paspor, lalu ketahuan masih menunggak iuran BPJS, maka otomatis kamu tidak bisa mendapatkan layanan tersebut.

Ombudsman NilaiSanksi Menunggak Iuran BPJS Maladministrasi Berat

Sementara, dari sudut pandang kelayakan penyelenggaraan pelayanan publik, wacana tersebut dinilai berbeda. Anggota Ombudsman, Alamsyah Saragih menyebut wacana pemberlakuan sanksi bagi masyarakat yang menunggak iuran BPJS Kesehatan merupakan maladministrasi serius.

Penilaian tersebut ditentukan berdasarkan pada ketentuan yang tercantum dalam PP Nomor 86 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial, sanksi dikenakan bagi pemberi kerja yang TIDAK MENDAFTARKAN PEKERJANYA ke BPJS. Namun TIDAK ADA SANKSI untuk PENUNGGAK IURAN.

Bagi kamu yang belum familiar, Ombudsman sendiri merupakan lembaga negara independen yang berwenang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, termasuk BUMN, BUMD, dan badan hukum milik negara serta badan swasta atau perseorangan, yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.

Dana operasionalnya bersumber dari APBN dan APBD (Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia).

Sebagai lembaga yang bersifat independen, Ombudsman berhubungan langsung dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya dalam menjalankan tugas dan wewenangnya (Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia).

Tugas Ombudsman meliputi:

1.   Menerima laporan dugaan Maladministrasi penyelenggaraan pelayanan publik.

2.   Melakukan pemeriksaan laporan.

3.   Menindaklanjuti laporan sesuai lingkup kewenangan.

4.   Melakukan investigasi independen terhadap dugaan Maladministrasi tersebut.

5.   Melakukan koordinasi dengan lembaga negara, lembaga pemerintahan, lembaga kemasyarakatan dan perseorangan

6.   Membangun jaringan kerja

7.   Melakukan upaya pencegahan Maladministrasi penyelenggaraan pelayanan publik

8.   Melakukan tugas lain sesuai Undang-Undang.

Meski memahami kebutuhan Pemerintah untuk memastikan bahwa collecting (pengumpulan) dana dari masyarakat peserta mandiri lebih lancar, Ombudsman menyarankan Pemerintah untuk menggunakan skema persyaratan administratif bagi layanan-layanan lain yang lebih relevan.

Opini YLKI

Kritik lainnya datang dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Ketua YLKI Tulus Abadi menilai, kebijakan Pemerintah tersebut masih belum dikaji secara matang, karena sampai sampai saat ini regulasi yang digunakan untuk mengenakan sanksi tersebut belum jelas.

Jikapun harus diberlakukan, harus melalui pembicaraan banyak lembaga kementerian.

Mana ya yang harus duluan, penyempurnaan layanan BPJS agar memicu kesadaran disiplin masyarakat, atau kesadaran disiplin masyarakat yang harus memicu kesadaran BPJS untuk memperbaiki layanannya? Semoga ada yang cukup bijaksana untuk menyadari jawabannya.

Bijaksana pulalah kamu dalam mengembangkan kinerja portofolio investasimu demi tercapainya tujuan finansial di masa depan. Pilih platform investasi yang berintegritas seperti Ajaib, yang memungkinkan investasi saham dan reksa dana sekaligus dalam 1 aplikasi, biaya beli saham sampai 50% lebih murah, dan daftar 100% online tanpa biaya minimum.

Ajaib adalah pilihan super smart bagi investor Milenial karena telah mendapat penghargaan dari Asia Forbes, Fintechnew Singapore, Dunia Fintech dan Top 10 Startups from Y Combinators TechCrunch.

Artikel Terkait