Ajaib.co.id – PT Sinergi Megah Internusa Tbk (NUSA) berdiri pada 30 Mei 2014. Perusahaan dengan kode saham NUSA ini merupakan emiten yang menjalankan bisnis utama di bidang pariwisata. Lafayette Boutique Hotel di Yogyakarta adalah salah satu aset yang dikelolanya.
NUSA memiliki satu anak perusahaan, yakni PT Mulia Manunggal Karsa. Anak perusahaan NUSA tersebut memiliki aset tanah di Batam seluas sekitar 20 hektar. Rencananya, lahan tersebut akan dikembangkan sebagai vila dengan berbagai fasilitas pendukung lainnya dengan nama Batam Bay.
Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) NUSA terjadi pada Juni 2018. Saat itu, NUSA menawarkan kepada masyarakat sebanyak 1.200.000.000 lembar saham. Nilai nominal per sahamnya ialah Rp100 dengan harga penawaran Rp150 per saham disertai Waran Seri I sebanyak 400.000.000. Harga pelaksanaannya ialah Rp160 per saham. Pada tanggal 12 Juli 2018, saham dan waran tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dilihat dari Kinerja Keuangan dari Laporan Keuangan Terakhir
NUSA menunjukkan kinerja minor pada periode Januari–September 2019. Pada periode tersebut, NUSA memperoleh pendapatan sekitar Rp8,7 miliar. Angka ini lebih rendah kira-kira Rp1 miliar dari tahun sebelumnya.
Pada periode Januari–September 2019, beban pokok pendapatan NUSA tercatat Rp13,3 miliar. Angka ini juga menurun daripada beban pokok tahun sebelumnya, yakni Rp14,8 miliar.
Di bawah ini adalah ikhtisar keuangan NUSA periode Januari–September 2019 dan periode sama tahun 2018.
Komponen Laba | September 2018 | September 2019 |
Pendapatan | Rp9,7 miliar | Rp8,7 miliar |
Beban Pokok Pendapatan | Rp14,8 miliar | Rp13,3 miliar |
Rugi Bruto | Rp5,1 miliar | Rp4,5 miliar |
Rugi Usaha | Rp16,8 miliar | Rp11,6 miliar |
Rugi Komprehensif Tahun Berjalan | Rp14,1 miliar | Rp11,2 miliar |
Riwayat Kinerja
Kinerja NUSA cukup fluktuatif dalam beberapa tahun terakhir. Pendapatan yang tinggi diiringi pula dengan beban pokok penjualan dan beban langsung. Berikut ini rata-rata pertumbuhan tahunan (compound annual growth rate/CAGR) sejumlah komponen kinerja NUSA periode 2016 hingga 2018:
Komponen | CAGR 2016-2018 |
Pendapatan | 501% |
Beban Pokok Penjualan & Beban Langsung | 55,9% |
Total Aset | 687,7% |
Total Liabilitas | -59% |
Track Record Pembagian Dividen untuk Pemegang Saham
NUSA termasuk emiten yang tidak rutin membagi dividennya. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, misalnya, NUSA absen membagi dividen.
Tahun | Dividen per Saham | Jumlah yang dibayarkan (miliar) |
2017 | – | – |
2018 | – | – |
2019 | – | – |
Hal ini menjadi sesuatu yang negatif bagi para investor.
Prospek Bisnis NUSA
Saat ini, NUSA tengah menggarap master plan pengembangan Batam Bay. Proyek ini menyasar wisatawan dalam dan luar negeri. Sayangnya, proyek tersebut terimbas pandemi COVID-19. Begitu pula dalam skala lebih luas, yakni industri pariwisata.
Industri pariwisata merupakan salah satu sektor yang terdampak paling parah akibat pandemi COVID-19. Dengan belum jelasnya pandemi COVID-19, NUSA masih akan menghadapi masa sulit untuk beberapa waktu ke depan.
Harga Saham (Kesimpulan)
Pada 21 Januari 2021, saham NUSA menunjukkan harga terendah dan tertinggi identik, yakni Rp45 dengan -7.
NUSA termasuk dalam 62 saham emiten sehingga mendapat notasi khusus dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Otoritas bursa memberikan notasi khusus kepada masing-masing emiten, yaitu B, M, E, S, A, D, dan L. Setiap emiten bisa terkena lebih dari satu notasi, mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat.
Saham NUSA termasuk saham berisiko tinggi atau yang lazim dikenal saham gorengan. Memang, saham ini bisa mendatangkan untung dalam sekejap. Begitu pula saham ini dapat melenyapkan duit apabila lengah.
Pada pembukaan perdagangan saat IPO, saham NUSA naik 104 poin atau 69,33% ke level Rp254 dari harga pembukaan Rp150. Saham NUSA ditransaksikan sebanyak delapan kali dengan volume sebanyak 2.970 lot dan menghasilkan nilai transaksi Rp75,44 juta.
Seiring waktu berjalan, pergerakan saham NUSA sering naik-turun cukup tajam dalam sehari. Saham NUSA pernah ‘digoreng’ dari Rp120-an ke Rp560 hanya dalam kurun waktu tidak sampai dua bulan. Spekulan pun sering memanfaatkan kondisi ini untuk mengeruk profit, meski sesaat.
Dari laporan keuangan perseroan, NUSA juga membukukan kerugian bersih dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini sebenarnya menggambarkan bahwa saham yang naik-turunnya tidak wajar umumnya tidak sehat, baik secara teknikal maupun fundamental. Alhasil, saham NUSA kini dikenal dengan sebutan saham gocap atau berada pada batas bawah terendah, yakni Rp50 per lembar saham.
Di sinilah investor harus jeli. Tidak sedikit investor yang awalnya mengeruk ‘cuan’ dengan seketika menanggung kerugian yang lebih besar saat berinvestasi saham berisiko tinggi. Keadaan bisa bertambah parah bila didorong dengan ‘nafsu’ emosional yang justru menambah kerugian investor tersebut.
Persoalan saham gorengan tak hanya terjadi di kalangan individu, namun bisa juga di level korporat atau kelembagaan. Kasus yang menimpa Jiwasraya dan ASABRI adalah contoh teranyar.
Berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Jiwasraya dan ASABRI berinvestasi pada instrumen saham dan reksa dana yang berkualitas rendah serta berisiko tinggi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memperingatkan investor untuk mewaspadai saham-saham berisiko tinggi dan berkualitas rendah. Tapi, saham-saham tersebut masih tetap eksis seiring masih adanya permintaan dan penawaran.
Pada umumnya, investor pemula atau kecil memang mengincar saham-saham seperti ini untuk memperoleh keuntungan atau capital gain sesaat. Sebagian besar investor pemula atau kecil tergiur dengan pergerakan harga yang bisa naik drastis.
Maka, rekomendasi saham NUSA adalah sell dengan target harga Rp50 per saham.
Disclaimer
Disclaimer: Tulisan ini berdasarkan riset dan opini pribadi. Bukan rekomendasi investasi dari Ajaib. Setiap keputusan investasi dan trading merupakan tanggung jawab masing-masing individu yang membuat keputusan tersebut. Harap berinvestasi sesuai profil risiko pribadi.