Ajaib.co.id – PT Bank Permata Indonesia Tbk dengan kode saham BNLI merupakan perusahaan perbankan swasta yang berdiri sejak 17 Desember 1954. Sebelum diubah menjadi Bank Permata, nama bank tersebut adalah Bank Bali Tbk. Ini alasannya mengapa bank tersebut menggunakan kode saham BNLI.
Hingga saat ini, BNLI beroperasi dengan menjalankan unit bisnis dalam segmen retail banking, (unit bisnis consumer, e-channels, dan SME banking), wholesale banking yang mencakup corporate banking, commercial banking, cash management & value chain, trade & securities and agency services dan global markets; dan unit syariah.
Retail banking berfokus pada kebutuhan finansial keluarga dan SME di daerah perkotaan, sementara wholesale banking memberikan layanan nasabah dalam memenuhi kebutuhan akan layanan perbankan korporasi.
Mayoritas saham BNLI dipegang oleh Bangkok Bank Public Company Limited dengan jumlah saham mencapai 98,71%. BNLI melakukan IPO dan listing di bursa pada 15 Januari 1990 dengan harga Rp9,900/ lembar saham. Per 12 Maret 2021, harga saham BNLI berada di level Rp2,320/lembar saham, naik 1,75% dari harga penutupan pada 11 Maret 2021 di level Rp2,300/lembar saham.
BNLI dianggap sebagai salah satu bank swasta yang mampu mempertahankan kondisi keuangan yang solid di tengah pandemi Covid-19. Lantas, sebaik apa kinerjanya? Apakah rasio keuangannya juga berbanding lurus dengan kinerja keuangannya? Mari kita bedah saham BNLI di bawah.
Kerugian Penurunan Nilai Aset Keuangan, Laba Bersih Anjlok 51%
Secara histori, saham BNLI masih belum menunjukkan konsistensi kinerja keuangan yang positif sejak 3 tahun terakhir, terlebih pada tahun 2020. Berdasarkan laporan keuangan Q4 2020, perusahaan mencatatkan penurunan laba bersih menjadi Rp721,59 miliar, turun 51,9% dari periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp1,5 triliun. Penurunan laba bersih dipicu peningkatan impairment atau kerugian penurunan nilai aset dari Rp1,07 triliun menjadi Rp2,17 triliun secara yoy, atau naik hampir 100%, serta melorotnya laba operasional sebesar 19,9%
Selain itu, pendapatan bunga bersih saham BNLI secara konsolidasi meningkat dari Rp5,96 triliun menjadi Rp6,8 triliun secara year on year. Adapun pendapatan komisi, provisi dll justru turun dari Rp1,29 triliun menjadi Rp1,21 triliun.
Di tahun 2020, total penyaluran kredit Bank Permata mencapai Rp118 triliun, naik 9,2% dibandingkan periode yang sama di tahun lalu senilai Rp107,2 triliun. Pertumbuhan kredit ini didukung oleh pengalihan aset BBI melalui proses integrasi senilai Rp17,3 Triliun. Adapun pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) tercatat tumbuh sebesar 7% yang berasal dari giro 2%, tabungan 3%, dan deposito 11%, dari Rp123,18 triliun di tahun 2019 menjadi Rp131,8 triliun. Data di atas menunjukkan bahwa perusahaan masih bertahan selama pandemi Covid-19.
Di bawah ini adalah laporan kinerja laba BNLI (dalam Rp miliar)
Komponen Laba | September 2020 | September 2019 |
Pendapatan Bunga | 11,973 | 11,742 |
Laba Bersih | 721 | 1,500 |
Pendapatan Bersih Bunga | 6,541 | 5,720 |
DPK | 131.800 | 121.318 |
Selanjutnya kita beralih ke rasio keuangan umum saham BNLI, rasio return perusahaan yang kurang dari 10% menunjukkan kesulitan perusahaan menghasilkan keuntungan dari aset dan ekuitas sepanjang 2020. ROE saham BNLI berada di angka 2% turun dari 5% secara year on year. Sementara, ROA perusahaan turun tipis dari 1,30% ke 0,97% di tahun 2020. NIM BNLI tercatat naik tipis dari 4,39% ke 4,74% yang artinya perusahaan mampu mempertahankan keuntungan dibandingkan tahun lalu.
Di pos likuiditas, BNLI membukukan loan to deposit ratio (LDR) sebesar 79% per Desember 2020, turun dari 86,32% di tahun lalu. Sementara itu, dari pos permodalan rasio kecukupan modal (CAR), BNLI mencatatkan CAR yang cukup tinggi di angka 35,7%, meningkat dibandingkan 19,9% pada periode yang sama tahun lalu.
BOPO saham BNLI tercatat di level 88,76% naik dibandingkan tahun lalu sebesar 85,67%. Ini mengindikasikan Bank Permata belum terlalu efektif dalam menjalankan bisnis, sehingga beban operasionalnya terpangkas mencapai 88,76% dari total pendapatannya.
Adapun Rasio Non-Performing Loan (NPL) perusahaan tercatat sedikit meningkat ke level 2,9% secara year on year dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 2,8%. Jika dilihat dari angka NPL yang ideal di bawah 5%, rasio NPL BNLI sebesar 2,9% masih cukup baik.
Rasio | September 2020 | September 2019 |
ROA | 0,97% | 1,30% |
ROE | 2% | 5% |
NIM | 4,74% | 4,39% |
LDR | 79% | 86,32% |
CAR | 35,7% | 19,9% |
BOPO | 88,76% | 85,67% |
NPL | 2,9% | 2,8% |
NPL Net | 0,97% | 1,30% |
Jika pembagian dividend rutin setidaknya 3 tahun terakhir menjadi acuan fundamental perusahaan yang sehat, maka saham BNLI tidak termasuk perusahaan yang keuangannya sehat. Pasalnya, BNLI membagikan dividen ke investor secara rutin di tahun 2013 dan 2014, yaitu di angka Rp14/lembar saham dan Rp14,52/lembar saham.
Bagaimana Prospek Bisnis saham BNLI?
Beberapa waktu lalu, Direktur Utama PT Bank Permata Tbk, Ridha D.M. Wirakusumah ditunjuk sebagai CEO Lembaga Pengelola Investasi (LPI) berdasarkan penunjukkan resmi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Direktur Utama Alternate akan ditunjuk berlaku hingga RUPSLB pada April 2021 di mana Direktur Utama saham BNLI akan diangkat sesuai regulasi yang berlaku.
Meskipun ditinggal hijrah oleh Direktur Utamanya ke SWF, Bank Permata sukses menjalankan proses integrasi dengan Bangkok Bank Kantor Cabang Indonesia (BBI) di akhir Desember 2020. Selain itu, BNLI resmi menjadi Bank Buku IV setelah mendapatkan konfirmasi dari OJK pada 20 Januari 2021.
Resminya BNLI masuk dalam Bank Buku IV tidak lepas dari integrasi yang dilakukan dengan Bangkok Bank Indonesia (BBI) sehingga memuluskan perjalanan BNLI. Selain itu, CAR perusahaan sebesar 35,7% atau Rp43 triliun menjadi faktor pendukung untuk masuk sebagai Bank Buku IV.
Masuknya ke jajaran Bank Buku IV akan menjadi katalis positif menambah kepercayaan masyarakat bagi saham BNLI, mengingat masyarakat cenderung memilih bank dengan kapitalisasi besar dan Bank Buku IV seperti BCA, Mandiri, BRI, dan BNI.
Beralih ke channel digital, transaksi digital dari semua produk digital perusahaan, terutama Permata Mobile X dan PermataNET juga mengalami pertumbuhan signifikan mencapai 2x lipat sepajang 2020 dibandingkan tahun lalu. Transaksi QR Pay melalui Permata Mobile X juga juga meroket signifikan mencapai di atas 300%.
Permata Bank juga terus mendukung inklusi keuangan dan akselerasi digital untuk membantu perekonomian Indonesia selama pandemi Covid-19. Melalui layanan Permata QR, perusahaan membantu pelaku usaha terutama sektor UMKM agar dapat menerima pembayaran non tunai.
Untuk menambah modal perusahaan dan meningkatkan penyaluran kredit di tahun ini, Bank Permata juga akan melakukan aksi korporasi right issue dengan menerbitkan 88 miliar lembar saham kelas B dengan nominal Rp125/lembar saham. Right issue ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing usaha dan imbal hasil nilai investasi bagi pemegang saham perseroan.
Di tahun ini, prospek industri perbankan secara umum diperkirakan semakin baik seiring dengan pemulihan ekonomi dan distribusi vaksin. Hal ini akan memicu peningkatan permintaan kredit dari masyarakat. Namun, membangun kepercayaan masyarakat akan menjadi tantangan tersendiri bagi BNLI, mengingat masyarakat cenderung memilih bank dengan profitabilitas yang baik.
Jika mengacu pada kinerja keuangan saham BNLI yang masih inkonsisten, ditambah nilai PER mencapai 90.16x dan PBV nya di angka 1.86x, harga saham BNLI saat ini yang berada di level Rp2,320 sudah cenderung mahal. Meskipun resmi menjadi Bank Buku IV, investor perlu mempertimbangkan banyak aspek baik secara fundamental maupun teknikal sebelum masuk ke saham BNLI.
Nah, tertarik untuk menjadi salah satu pemilik saham di Bank Permata (BNLI)? Yuk beli sekarang juga lewat aplikasi Ajaib dan dapatkan keuntungan dengan cerdas berinvestasi!