Profil Bank Mega
PT Bank Mega Tbk (MEGA) merupakan perusahaan yang berbasis di Indonesia yang utamanya bergerak dalam sektor perbankan. Perusahaan ini mengoperasikan banknya dengan nama Bank Mega. Produk-produknya meliputi rekening tabungan, giro, dan deposito.
Perusahaan ini juga menawarkan beragam pinjaman, seperti KPR, pinjaman mobil, dan pinjaman modal kerja. Jaringan kantornya terdiri atas cabang dan cabang pembantu yang berada di seluruh Indonesia.
PT Bank Mega Tbk didirikan 15 April 1969 dengan nama PT Bank Karman dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1969. Pada tanggal 15 Maret 2000, memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana.
Lalu 17 April 2020 melantai di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham MEGA. Saham IPO yang ditawarkan kepada masyarakat sebanyak 112.500.000 dengan nilai nominal Rp500,- per saham dengan harga penawaran Rp1.200 per saham.
Meski Pandemi, Laba MEGA Melonjak 50,21%
MEGA mencatatkan pertumbuhan pendapatan bunga menjadi 7,94% secara tahunan menjadi Rp8 triliun pada tahun 2020 lalu. Adapun, rasio bersih kredit bermasalah bank neto menurun dari sebelumnya 2,25% pada tahun 2019 menjadi 1,07% pada tahun lalu.
Berdasarkan sektor ekonomi, emiten berkode saham MEGA tersebut mencatatkan pemberian kredit paling besar dalam denominasi rupiah ke sektor konstruksi sebesar Rp10,45 triliun, diikuti sektor lain-lain sebesar Rp8,12 triliun, dan pengangkutan, pergudangan dan komunikasi sebesar Rp7,63 triliun. Adapun, total kredit bersih yang diberikan pada tahun 2020 ini adalah sebesar Rp48,03 triliun.
Sementara itu beban bunga perseroan juga naik 6,77% secara year on year menjadi Rp4,13 triliun, namun hal ini bisa diimbangi dengan kenaikan pendapatan operasional sebesar 26,02% secara year on year menjadi Rp2,92 triliun.
Kendati perseroan masih mencatatkan beban nonoperasional sebesar Rp20,2 miliar dan beban pajak sebesar Rp706,74 miliar, namun MEGA berhasil mencatatkan pertumbuhan laba tahun berjalan yang signifikan yakni sebesar 50,21% secara tahunan dari Rp2 triliun menjadi Rp3,01 triliun pada tahun lalu. Hal ini membuat laba per saham perseroan juga ikut meningkat dari sebelumnya Rp288 menjadi Rp432 pada 2020.
Disebabkan kas neto yang digunakan untuk aktivitas operasi, investasi dan juga pendanaan yang membengkak pada tahun ini, maka perseroan mencatatkan penurunan drastis dari pos kas dari sebelumnya Rp13,84 triliun menjadi Rp7,69 triliun.
Adapun situasi sejumlah statistik utama antara lain sebagai berikut:
Keberhasilan mengendalikan beban operasional mengakibatkan perbaikan Rasio Beban Operasional dibandingkan Pendapatan Operasional (BOPO) semakin membaik, yaitu menjadi sebesar 65,9% dibanding posisi 2019 yang sebesar 74,10%.
Hal ini merupakan merupakan dampak dari inovasi digital dan otomasi yang telah diberlakukan sejak 2 tahun terakhir, baik untuk back office maupun front office.
Permodalan Bank Mega juga semakin kokoh yang tercermin dari rasio permodalan (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 31,04%, meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 23,68%. Rasio permodalan yang kuat merupakan hal penting untuk mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan.
Riwayat Kinerja Keuangan MEGA dalam 5 tahun terakhir
Setiap tahunnya Bank Mega terus menunjukkan kinerja keuangan yang solid. Berikut adalah pertumbuhan Bank Mega dalam 5 tahun berdasarkan laporan ikhtisar keuangan dari Bank Mega
Prospek Bisnis Bank Mega
Transformasi digital menjadi hal yang tak terelakan di sektor keuangan dan perbankan. Apalagi setelah terjadi pandemi Covid-19, masyarakat harus banyak melakukan kegiatan di rumah dan tetap membutuhkan layanan perbankan.
Hal ini menunjukkan bahwa tren digital banking memang tidak terelakkan, dan hanya tinggal menunggu waktu sampai kemudian masyarakat benar-benar bermigrasi penuh menggunakan layanan perbankan berbasis digital.
Di Indonesia, kalangan bankir telah mafhum dengan arah perubahan tersebut dan mulai fokus melakukan transformsi. Termasuk Bank Mega yang beberapa tahun terakhir telah membangun digitalisasi dan otomasi, dengan membangun infrastuktur pendukung dan mencari talent terbaik untuk mempercepat proses digitalisasi dan otomasi di lingkungannya.
Selama pandemi sebanyak 35% nasabah telah meningkatkan penggunaan layanan digital. Untuk itu Bank Mega akan terus fokus melakukan transformasi digital serta otomasi untuk meningkatkan produktivitas dan menurunkan biaya.
Selain itu, Bank Mega sebagai salah satu perusahaan dalam naungan CT Corpora, memiliki keunggulan kompetitif yang unik dibandingkan dengan perusahaan lain di industri perbankan sehingga Bank Mega dapat melakukan sinergi dengan grup CT Corpora baik dalam menyampaikan layanan perbankan maupun menciptakan peluang bisnis baru dalam bentuk Lifestyle Banking Ecosystem, Digital Payment Ecosystem dan Digital Commerce Ecosystem.
Mengingat kondisi pasar dan keunggulan kompetitif yang akan dicapai, maka Bank Mega berencana untuk masuk ke bisnis ritel dengan cara meningkatkan kerja sama dengan grup CT Corpora. Menyasar segmen pasar yang sedang tumbuh, yaitu Gen Y dan Gen Z, yang memiliki penghasilan skala menengah ke atas dengan tetap mempertahankan layanan kepada nasabah yang ada dengan berbagai program loyalty.
Selain transformasi digitial yang dilakukan Bank Mega, kehadiran Grup Salim juga memberikan sinyal positif untuk pertumbuhan bisnis bank mega. Bergabungnya Grup Salim sebagai pemegang saham MEGA mendapat sambutan positif dari investor.
Terlihat dari harga saham MEGA pada pertengahan Januari 2021 lalu melesat 146% ke level Rp13.075 per lembar saham. Harga tersebut menyentuh rekor tertingginya sejak IPO tahun 2000. Lonjakan saham MEGA ini dipicu sentimen bergabungnya Grup Salim ke bank milik Chairul Tanjung tersebut.
Grup Salim melalui PT Indolife Pensiontama membeli 6,7% saham MEGA atau setara 402.083.149 lembar saham MEGA. Untuk pembelian saham tersebut Indolife merogoh kocek sebesar Rp2,7 triliun. Masuknya Grup Salim ke bisnis Bank MEGA bisa memberikan nilai tambah pada bisnis perseoran
Bank Mega sendiri pada tahun ini menarget pertumbuhan kinerja kredit, DPK, dan laba perseroan pada tahun ini. Bank Mega yakin percetakan laba masih akan cukup besar pada 2021. Pihaknya mematok perolehana laba bersih sebesar Rp3,5 triliun, naik dari realisasi tahun 2020 yang berjumlah Rp3 triliun.
Di sisi lain, pemerintah juga masih melanjutkan stimulus fiskal dan moneter yang akan sangat membantu industri perbankan untuk membalikkan kinerja tahun ini. Begitu juga dengan vaksinasi Covid-19 berlangsung sangat agresif pada tahun ini yang akan membuat konsumsi dan mobilitas masyarakat menjadi lebih baik.
Melihat bergabungnya Grup Salim yang punya pengalaman membangun bisnis perbankan serta solidnya kinerja keuangan dari Bank Mega sendiri bisa menjadi alasan yang kuat untuk mengkoleksi saham MEGA.
Disclaimer: Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Ajaib membuat informasi di atas melalui riset internal perusahaan, tidak dipengaruhi pihak manapun, dan bukan merupakan rekomendasi, ajakan, usulan ataupun paksaan untuk melakukan transaksi jual/beli Efek. Harga saham berfluktuasi secara real-time. Harap berinvestasi sesuai keputusan pribadi.