Pajak

Pengertian Pajak Penghasilan dan Manfaat Pengenaan Pajak

Ajaib.co.id – Pengertian pajak penghasilan (PPh) juga dapat diartikan sebagai pajak yang dikenakan kepada orang pribadi, perusahaan atau badan hukum lainnya atas penghasilan yang didapat. Pengenannya diberlakukan untuk masa satu tahun pajak. Maka dari itu pajak penghasilan melekat pada subjeknya dan dikenal dengan istilah jenis pajak subjektif.

Di Indonesia, pengertian pajak penghasilan awalnya diterapkan pada perusahaan yang dinamakan dengan Pajak Perseroan (PPs). Pajak Perseroan merupakan sebuah pajak yang dikenakan terhadap laba perseroan yang diberlakukan sejak tahun 1925. Pajak perseroan akan dikenakan untuk perusahaan yang didirikan di Indonesia yang mana diterapkan pula untuk perorangan ataupun karyawan yang bekerja dalam perusahaan tersebut.

Dasar hukum untuk pajak penghasilan adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1983. Kemudian mengalami perubahan berturut-turut, dari mulai UU Nomor 7 & Tahun 1991, UU Nomor 10 & Tahun 1994, UU Nomor 17 & Tahun 2000, serta terakhir UU Nomor 36 & Tahun 2008.

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak. Pungutan untuk penghasilan kena pajak (PKP) yang dimaksud sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan dengan bentuk apapun.

Ada beberapa pengertian pajak penghasilan yang berbeda dan setidaknya harus diketahui oleh wajib pajak. Berikut ini beberapa di antaranya:

1. PPh Pasal 21 

Jenis pajak ini dikenakan atas segala penghasilan yang dilakukan dengan cara pemotongan pajak penghasilan melalui pemotong pajak PPh pasal 21. Atas pemotongan ini, pihak yang memperoleh penghasilan berhak mendapat bukti potong.

Contoh subjek PPh 21 adalah pegawai, bukan pegawai, penerima pensiun/ pesangon, mantan pekerja dan peserta kegiatan hingga anggota dewan komisaris.

2. PPh Pasal 22

Merupakan cicilan PPh pada tahun berjalan. Pada akhir tahun cicilan ini akan diperhitungkan menjadi kredit pajak PPh Badan maupun PPh orang pribadi. PPh Pasal 22 dikenakan kepada perdagangan barang yang dianggap menguntungkan.

3. PPh Pasal 23 

Jenis pajak ini dikenakan ketika ada transaksi antara dua pihak. Maka, pihak penerima penghasilan lah yang dikenakan PPh pasal 23. Pihak pemberi penghasilan/pembeli akan memotong dan melaporkan PPh 23. Pelaporan PPh 23 dilakukan oleh pihak pemotong dengan menyampaikan SPT Masa PPh 23.

Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Contohnya adalah dikenakan tarif 15% dari jumlah bruto atas dividen dan hadiah/penghargaan.

Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta, 2% atas imbalan jasa teknik dan jasa konsultan hingga tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan lainnya. 

4. PPh Pasal 25

PPh 25 adalah jenis pembayaran pajak penghasilan dengan sistem pembayaran angsuran. Bertujuan untuk meringankan beban wajib pajak dalam pembayaran pajak tahunan. Sanksi keterlambatan PPh 25 adalah pengenaan bunga sebesar 2% per bulan.

5.PPh Pasal 29

PPh Pasal 29 adalah PPh kurang bayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak bersangkutan dikurangi kredit PPh.

Penerapan Pajak Penghasilan di Indonesia, Bagaimana Penjelasannya?

Pengertian pajak penghasilan sudah kamu pahami maka sekarang saatnya mengetahui bagaimana penerapannya di Indonesia. Pada praktikanya, pemberlakukan pajak memiliki unsur subjek pajak, objek pajak dan tarif pajak.

Adapun sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang menjadi subjek pajak adalah sebagai berikut:

  • Subjek pajak pribadi, merupakan pajak yang dikenakan untuk orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia. Orang pribadi yang berada lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang berada dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan berniat untuk bermukim di Indonesia.
  • Subjek pajak harta warisan adalah bentuk harta yang diwariskan atau yang belum dibagikan kepada ahli warisnya dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi sudah menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu akan dikenakan pajak.
  • Sedangkan subjek pajak badan merupakan pajak yang dibebankan kepada badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Ini terkecuali bagi unit tertentu dari badan pemerintah dengan kriteria:

1.   Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

2.   Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

3.   Pendapatan yang dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah

4.   Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara

5.   Selanjutnya ada sebuah bentuk usaha tetap (BUT) yang dilakukan oleh seseorang yang tidak tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia atau tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.

Pihak yang Bukan Subjek Pajak

Selanjutnya, dengan mengetahui siapa saja yang menjadi subjek Pajak Penghasilan, maka kamu juga harus tahu siapa sajakah yang masuk dalam kriteria bukan subjek pajak. Ini tentu sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2000, bukan subjek pajak antara lain:

1. Badan Perwakilan Negara Asing

2. Pejabat asing dan masyarakat yang bekerja dan bertempat tinggal dengan syarat bukan warga negara Indonesia (WNI) dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik

3. Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tesebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.

4. Pejabat yang mewakilkan organisasi Internasional. Ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan WNI dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Objek Pajak

Selanjutnya adalah objek pajak. Objek pajak adalah setiap tambahan yang nantinya akan dibebankan kepada wajib pajak untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan bagi wajib pajak yang bersangkutan. Objek pajak bisa didapat darimana saja, baik yang berasal dari Indonesia maupun di luar Indonesia.

Kemudian objek pajak dapat dihitung dalam waktu satu tahun, oleh karena itu jika dalam satu tahun tersebut wajib pajak mengalami kerugian, maka pajaknya akan dikompensasikan dengan penghasilan lainnya. Terkecuali kerugian yang terjadi di luar negeri.

Manfaat Pajak Untuk Pelaksanaan Negara

Selanjutnya adalah manfaat pajak bagi masyarakat dan negara. Pengertian pajak penghasilan tak bisa jauh dari manfaatnya itu sendiri. Pembangunan nasional yang saat ini terus berlangsung secara terus menerus dan berkesinamnungan pastilah membutuhkan kontribusi dari masyarakat, salah satunya adalah dari pajak yang dibayarkan masyarakat.

Melalui pajak yang dibayarkan masyarakat ke negara, maka kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual akan terjamin. Untuk merealisasikan hal tersebut, sebuah negara sudah pasti butuh modal. Modal tersebut berasal dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat wajib pajak.

Karena itulah, baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan diminat untuk membayar pajak sebagai kontribusinya. Beban pengeluaran ini menjadi tanggung jawab yang coba diemban dengan adanya pungutan pajak ini.

Pajak merupakan kontribusi wajib bagi masyarakat kepada negara baik dari sisi personal ataupun badan usaha. Dengan pembayaran pajak yang konsisten maka pembangunan negara akan maksimal dan otomatis akan meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat.

Dengan membayar pajak, maka masyarakat ikut berpartisipasi dan berperan serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Hasil yang bisa terlihat adalah infrastruktur yang semakin maju, lapangan pekerjaan yang terbuka lebar, fasilitas kesehatan, transportasi dan ragam kebutuhan yang menunjang kehidupan masyarakat Indonesia.

Hal tersebut pastilah berasal dari tingkat kontribusi pajak yang disalurkan dan dialokasikan melalui APBN, sehingga pembangunan lebih maksimal. Karena itulah, kamu bukan hanya harus memahami pengertian pajak penghasilan melainkan juga membayar pungutan ini.

Insentif Pajak Penghasilan Diperpanjang Hingga Desember 2020

Pemerintah memberikan kelonggaran untuk Pajak Penghasilan sebagai bagian dari penanggulangan dampak pandemi Corona. Sebelumnya, pengajuan insentif pajak ini dibatasi sampai dengan September 2020. Namun dengan masa pandemi yang belum juga membaik maka batas waktunya kemudian diperpanjang.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi memperpanjang waktu penerima stimulus pajak dalam rangka penanggulangan dampak ekonomi akibat corona virus disease 2019 (Covid-19). Kini, Ditjen Pajak menyediakan lebih banyak sektor usaha dan dapat dimanfaatkan lebih lama menjadi Desember 2020.

Karyawan yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.189 bidang industri tertentu, pada perusahaan yang mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), dan pada perusahaan di kawasan berikat dapat memperoleh fasilitas pajak penghasilan ditanggung pemerintah.

Kebijakan ini berarti karyawan yang memiliki NPWP dan penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp 200 juta pada sektor-sektor ini akan mendapatkan penghasilan tambahan dalam bentuk pajak yang tidak dipotong pemberi kerja tetapi diberikan secara tunai kepada pegawai.

Adapun, fasilitas tersebut sebelumnya hanya tersedia bagi 1.062 bidang industri dan perusahaan KITE. Sementara itu, pemerintah juga tengah pengkaji perubahan skema insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 menjadi bantuan langsung tunai (BLT) untuk masyarakat kelas menengah.

Meski demikian, belum dipastikan soal nominal BLT akan mengikuti besaran PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) sesuai potongan pajak dari penghasilan karyawan, atau menggunakan meninjau dari kemampuan ekonomi waji pajak (WP) terkait.

Rencana ini seiring dengan rendahnya realisasi penerimaan insentif PPh Pasal 21. Berdasarkan data Kemenkeu, dalam dua kali massa pajak, yakni sampai dengan 20 Juni 2020, realisasi insentif pajak karyawan itu sebesar Rp 660 miliar. Angka tersebut setara dengan 2,57% dari pagu anggaran insentif senilai Rp 22,66 triliun.

Realisasi itu mencatat, insentif PPh Pasal 21 telah diterima oleh 104.925 karyawan, antara lain berasal dari sektor perdagangan 42.968, industri pengolahan 21.093, jasa perusahaan 7.100, jasa lainnya 264, konstruksi dan real estat 9.148, transportasi dan pergudangan 6.299, penyediaan akomodasi 5.468, pertanian 3.016, informasi dan komunikasi 1.737, lainnya 7.832.

Angka tersebut masih jauh dari total karyawan yang terdaftar sebagai wajib pajak (WP) sekitar 35 juta. Bahkan, pun dibandingkan dengan karyawan yang sudah melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Tahunan 2019 sejumlah 9,27 juta.

Artikel Terkait