Properti

Panduan dan Tata Cara Membuat Surat Jual Beli Tanah

Panduan dan Tata Cara Membuat Surat Jual Beli Tanah

Ajaib.co.id – Saat ini, tanah menjadi salah satu instrumen investasi yang banyak diminati oleh orang-orang. Investasi tanah bisa dilakukan oleh siapa saja, asalkan mereka memiliki modal yang cukup. Untuk mendapatkan tanah, pihak penjual dan pembeli harus menyertakan atau mendapatkan surat jual beli tanah. Surat ini dibuat oleh pihak pertama dan pihak kedua, di mana pihak pertama melakukan pembelian tanah kepada pihak kedua setelah ada kesepakatan bersama. Surat ini juga membutuhkan tanda tangan di atas materai dari kedua belah pihak.

Setiap orang yang melakukan transaksi jual beli tanah, harus memastikan kepemilikan tanahnya terlebih dahulu. Sebab, proses jual beli tanah adalah transaksi yang tidak bisa dilakukan dengan sembarangan.

Apa itu Surat Jual Beli Tanah?

Surat Perjanjian Jual Beli Tanah adalah surat yang mengatur dan menjamin transaksi jual beli tanah yang dilakukan pemilik tanah dan pembeli tanah. Secara umum, dokumen ini berisi objek tanah yang diperjualbelikan, beserta hak dan kewajiban yang mengikat kedua belah pihak dalam transaksi jual-beli.

Surat Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di atas meterai oleh dua belah pihak yang melakukan transaksi sebagai bukti transaksi jual-beli tanah dan dicetak dua rangkap.

Surat ini dibuat untuk melindungi transaksi jual beli antara pembeli dan penjual. Di mana, bagi pembeli, dokumen ini menjadi jaminan bahwa tanah yang dibeli adalah tanah milik pribadi, bukan tanah sengketa, tanah warisan, maupun tanah wakaf. Sedangkan bagi penjual, surat ini dibuat agar tanah dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasar. Selain itu, surat ini juga berguna untuk mengikat pembeli dalam berbagai kesepakatan dan menjamin pembeli untuk membayar tanah yang dibelinya dengan harga yang telah ditetapkan.

Fungsi Surat Jual Beli Tanah

Surat Perjanjian Jual Beli Tanah adalah bukti adanya kesepakatan yang mengikat pembeli dan penjual dalam transaksi jual-beli tanah. Dokumen ini juga bisa menjadi alat bukti yang sah di mata hukum, ketika ada salah satu pihak yang melakukan kecurangan dalam transaksi jual-beli tanah.

Selain itu, Surat ini juga memiliki beberapa fungsi seperti:

a. Acuan batas-batas hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli.

b. Sarana menciptakan rasa tenang dan aman dalam transaksi jual-beli tanah.

c. Mencegah perselisihan yang dapat timbul di masa depan dalam transaksi jual-beli tanah.

d. Referensi dalam menyelesaikan perselisihan antara pihak pembeli dan penjual serta pengaturan sanksi jika ada salah satu pihak yang melakukan wanprestasi.

e. Alat bukti yang diakui dalam gugatan hukum perdata.

Syarat Sahnya Surat Perjanjian Jual Beli

Dalam membuat surat perjanjian jual beli tidak boleh sembarangan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagai syarat sahnya perjanjian. Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, terdapat 4 (empat) syarat sahnya sebuah perjanjian seperti:

a. Kesepakatan yang Mengikat, artinya dalam perjanjian harus ada dua pihak yang mengikatkan diri dalam sebuah kesepakatan tanpa didasari paksaan. Selain itu, perjanjian juga tidak didasari dengan kekhilafan maupun penipuan.

b. Kecukupan Membuat Perjanjian, artinya pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian telah dinilai mampu secara hukum untuk membuat kesepakatan. Di mana, orang yang tidak memenuhi syarat untuk melakukan perjanjian adalah anak yang belum dewasa, orang yang berada dalam pengampuan, serta orang yang secara hukum tidak berhak melakukan perjanjian.

c. Terdapat Suatu Pokok Persoalan Tertentu, artinya sebuah perjanjian akan sah jika terdapat objek yang diperjanjikan. Objek di sini adalah tanah.

d. Suatu Sebab yang Tidak Terlarang, artinya sebuah perjanjian tidak dibuat berdasarkan sebab palsu atau sebab yang tidak jelas. Di mana, surat perjanjian juga dinilai tidak sah jika memuat hal yang dilarang oleh undang-undang atau norma kesusilaan.

Membuat Surat Jual Beli Tanah Sendiri atau Melalui Notaris?

Surat jual beli tanah bisa dibuat oleh notaris atau di bawah tangan (tanpa pengawasan notaris). Kedua jenis surat tersebut bisa menjadi alat bukti jika terjadi sengketa tanah. Namun, sifat dari surat di bawah tangan masih lemah. Jenis surat ini tidak berlaku di mata hukum, dan dapat menghambatmu di kemudian hari. Hal tersebut sesuai dengan aturan Yurisprudensi Mahkamah Agung No 775K/Sip/1971 pada 6 Oktober 1971.

Jika kamu memiliki masalah sengketa, kemungkinan besar akan kesulitan sendiri jika menggunakan surat di bawah tangan. Kamu bisa membuat surat ini secara aman jika menggunakan jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dengan begitu, proses jual beli tanah bisa diakui secara hukum.

Berikut ini adalah PPAT yang dapat membantumu untuk membuat surat jual beli tanah:

a. PPAT sementara, yaitu camat di tempat tinggal kamu. Camat yang diizinkan untuk menjadi PPAT adalah camat di tempat tinggal tertentu yang jumlah PPAT nya masih sedikit.

b. PPAT/Notaris yang secara resmi diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional. Mereka memiliki wewenang untuk membuat surat ini di wilayah kerjanya.

Bagaimana Cara Membuat Akta Jual Beli?

Sebagai dokumen berkekuatan hukum, Akta Jual Beli (AJB) wajib dimiliki oleh masyarakat yang memiliki aset dalam bentuk tanah atau rumah. Namun, masih banyak orang yang belum mengetahui hal-hal penting apa saja yang dibutuhkan dalam proses pembuatan Akta Jual Beli (AJB) tanah dan rumah.

Untuk membuat surat ini, kamu harus datang ke kantor PPAT terdekat. Secara hukum, PPAT hanya bisa membuat dua surat jual beli tanah di daerah tingkat dua. Misalnya, kamu membuat surat di Kota Jakarta, maka harus membuat surat tersebut di kantor PPAT Kota Jakarta.

1. Persiapkan Dokumen yang Harus Dibawa

Sebelum membuatnya, ada beberapa dokumen yang harus disiapkan, yaitu:

a. Dokumen yang Disiapkan Penjual

  • Fotokopi KTP pemilik dan pasangan (jika sudah menikah).
  • Fotokopi Kartu Keluarga (KK).
  • Fotokopi Akta Nikah.
  • Sertifikat Tanah (asli).
  • Surat Tanda Terima Setoran (STTS) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang asli.
  • Surat Persetujuan suami/istri.
  • Surat Keterangan Kematian (jika suami/istri telah meninggal).
  • Surat Keterangan Ahli Waris (jika suami/istri telah meninggal dan meninggalkan anak).

b. Dokumen yang Disiapkan Pembeli

  • Fotokopi KTP.
  • Fotokopi Kartu Keluarga (KK).
  • Fotokopi Akta Nikah (jika sudah menikah).
  • Fotokopi NPWP.

2. Pembuatan Surat Jual Beli Tanah oleh PPAT

Jika seluruh persiapan sudah dilakukan, maka kamu bisa mendatangi PPAT. PPAT merupakan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang berwenang membuat akta jual beli di wilayah kerja tertentu.

PPAT akan membantu kamu membuat surat jual beli tanah. Nantinya, PPAT akan menjelaskan isi akta secara keseluruhan, dan disetujui oleh pihak penjual dan pembeli. Surat ini biasanya akan dibuat dalam dua rangkap asli, yaitu disimpan oleh PPAT dan akta lainnya diberikan ke Kantor Pertanahan di lokasi setempat. Penjual dan pembeli akan diberikan salinan surat jual beli tanahnya.

3. Pemeriksaan Sertifikat Hak Atas Tanah dan PBB

Setelah mendatangi PPAT, maka PPAT akan mengecek sertifikat hak atas tanah tersebut untuk membuktikan bahwa tanah tersebut sudah tersertifikasi. Oleh karena itu penjual wajib menyertakan beberapa dokumen seperti:

  • Fotokopi dan asli sertifikat hak atas tanah
  • Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB
  • Identitas penjual dan pembeli

Dokumen ini nantinya akan dilihat kesesuaian data teknis dan yuridis antara sertifikat tanah dengan buku tanah di Kantor Pertanahan atau BPN. Dokumen ini juga akan digunakan PPAT untuk memastikan bahwa tanah tersebut tidak sedang terlibat sengketa hukum, tidak sedang dijaminkan, atau tidak sedang berada dalam penyitaan pihak berwenang.

4. Persetujuan Suami-Istri

Jika penjual telah menikah, maka penjual perlu menyertakan bukti persetujuan dari suami atau istri. Hal ini karena dalam suatu pernikahan terjadi percampuran harta bersama, termasuk hak atas tanah. Nantinya, pasangan suami-istri wajib membubuhkan tanda tangannya dalam menandatangani akta jual beli tanah.

Namun, jika suami/istri telah meninggal dunia, maka suami/istri harus menunjukkan Surat Keterangan Kematian dari kantor kelurahan. Setelah itu, hak almarhum suam/istri akan berpindah menjadi hak anak-anak sebagai ahli waris. Sehingga, jika suami atau istri telah meninggal, anak dari penjual wajib hadir dan memberikan persetujuannya. Persetujuan suami atau istri tidak diperlukan jika pasangan tersebut telah mengadakan perjanjian pisah harta saat kawin.

5. Syarat Pembuatan Akta Jual Beli Tanah

Setidaknya terdapat 2 syarat yang mempengaruhi keabsahan pembuatan akta jual beli tanah, meliputi:

  • Adanya kehadiran penjual dan calon pembeli pada saat pembuatan AJB tanah. Apabila salah satu pihak tidak bisa hadir bisa diwakili dengan orang yang telah diberi kuasa dengan membawa surat kuasa resmi.
  • Proses pencatatan dan pembuatan akta jual beli tanah juga wajib dihadiri beberapa saksi. Minimal dua orang saksi yang berasal dari perangkat desa seperti camat atau sekurang-kurangnya dua pegawai notaris jika akta jual beli tanah diurus melalui notaris PPAT.

6. Proses Balik Nama

Jika akta sudah dibuat, sudah saatnya melakukan balik nama sertifikat atas sebidang tanah antara penjual dan pembeli. Biasanya, proses ini akan dilakukan oleh PPAT yang menyeraahkan berkasnya ke Kantor Pertanahan. Setelah itu, nama pembeli akan ditulis dan menggantikan nama pemilik yang sebelumnya tertera di sertifikat tanah. Kepala Kantor Pertanahan akan menandatangani surat tersebut.

7. Waktu Pembuatan Sertifikat Tanah

Jika tidak ada sengketa tanah, proses pembuatan akta jual beli tanah kurang lebih memakan waktu sekitar satu bulan. Ini bisa dihitung dari jangka waktu sekitar 14 hari pemrosesan dari pengurusan berkas melalui PPAT dan 14 hari proses balik nama yang dilakukan di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Apa Bedanya Surat Perjanjian Jual Beli Tanah dengan Akta Jual Beli Tanah?

Bagi sebagian orang, membuat Surat Perjanjian Jual Beli Tanah lebih mudah dan penting dibandingkan membuat Akta Jual Beli Tanah. Padahal, keduanya merupakan dokumen yang berbeda dan sama pentingnya untuk dibuat.

Di mana, secara fungsi dua dokumen tersebut tampak serupa, yakni sebagai bukti terjadinya persetujuan jual beli, sebagai pengatur hak dan kewajiban antara pembeli dan penjual, serta membantu mencegah perselisihan dan menjadi referensi solusi perselisihan yang terjadi, juga sebagai alat bukti yang sah di mata hukum ketika terjadi perselisihan di kemudian hari.

Lalu, apa bedanya kedua dokumen tersebut? Perbedaan antara Surat Perjanjian Jual Beli Tanah dan Akta Jual Beli Tanah Asli terdapat pada substansi isi dokumen serta otentikasinya dokumen sebagai bukti tertulis di mata hukum.

Di mana, Surat Perjanjian Jual Beli Tanah adalah dokumen yang dibuat sebagai ikatan kesepakatan awal karena ada suatu hal yang perlu diselesaikan antara pembeli dan penjual sebelum membuat Akta Jual Beli. Dokumen ini bisa dibuat tanpa melibatkan notaris, sehingga sering disebut perjanjian di bawah tangan.

Sedangkan, Akta Jual Beli Tanah merupakan dokumen yang dibuat di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), sehingga termasuk ke dalam akta otentik yang berisi tentang peralihan hak atas tanah dari pihak penjual/ pemilik tanah kepada pembeli. Pembuatan dan format Akta Jual Beli Tanah pun telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (Perkaban) Nomor 8 Tahun 2012.

Bukan hanya itu, kekuatan hukum Surat Perjanjian Jual Beli Tanah dan Akta Jual Beli Tanah juga berbeda. Di mana, Surat Perjanjian Jual Beli Tanah adalah perjanjian di bawah tangan yang diakui sebagai alat bukti yang sempurna menurut Pasal 1875 KUHPer dan Pasal 165 Herzien Inlandsch Reglement (HIR)/ Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (RIB) jika para pihak yang melakukan perjanjian mengakui surat tersebut.

Namun, ketika salah satu pihak tidak mengakui keasliannya, maka hakim berhak memeriksa surat perjanjian di muka pengadilan. Selain itu, ketika salah satu pihak ada yang mempertanyakan keabsahan perjanjian tersebut, maka pihak tergugat tidak harus melakuan pembuktian kebenaran dokumen. Sedangkan, pihak penggugat tidak harus membuktikan keabsahan surat tersebut.

Sedangkan, Akta Jual Beli Tanah merupakan dokumen dengan sebuah akta otentik yang bisa diakui sebagai alat bukti yang sempurna. Di mana, berdasarkan Pasal 165 HIR, akta otentik merupakan bukti yang cukup bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian serta ahli waris dan orang-orang yang mendapat hak dari perjanjian tersebut. Isi dari akta ini pun tidak dapat disangkal kebenarannya, kecuali jika ada hal yang tidak benar dalam perjanjian tersebut.

Di mana, ketika ada pihak yang menggugat kebenaran akta otentik, maka yang wajib membuktikan adanya ketidakbenaran adalah pihak penggugat. Sedangkan, pihak tergugat atatidak harus membuktikan keabsahan akta yang digunakannya.

Artikel Terkait