Ajaib.co.id – Faktur pajak adalah salah satu dokumen penting dalam urusan perpajakan. Ada banyak jenis faktur yang tersedia sesuai dengan pungutan pajak yang dibuat. Ajaib akan menjelaskan berbagai varian faktur untuk membantumu memahaminya dengan lebih mudah.
Pajak merupakan sumber pendapatan utama negara untuk pembangunan infrastruktur yang berasal dari penerimaan pajak negara. Dalam perpajakan, ada istilah yang dikenal dengan faktur pajak yang adalah bukti pemungutan pajak yang dibuat langsung oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) saat melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak.
Faktur pajak juga menjadi salah satu media untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar tertib membayar pajak. Sebagai wajib pajak, kamu harus memahaminya agar tidak merasa bingung saat membayar pajak. Sebelum membayar pajak, ada baiknya kamu mempelajarinya terlebih dahulu.
Faktur pajak menjadi salah satu bagian dari tanggungan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang diserahkan kepada Dinas Perpajakan. Hal tersebut dilakukan agar adanya transparansi (keterbukaan) di bidang perpajakan, serta tidak terjadi tindakan penggelapan pajak.
Dokumen ini sangat berguna bagi PKP. Dengan adanya faktur ini maka PKP memiliki bukti bahwa PKP telah melakukan penyetoran, pemungutan hingga pelaporan SPT Masa PPN sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dokumen resmi ini sendiri dapat dibetulkan. Jadi jika PKP melakukan suatu kesalahan dalam proses pengisian, maka PKP dapat melakukan pembetulan. Jika tidak dilakukan pembetulan sama sekali, maka hal ini akan merugikan PKP yakni pada saat auditor memeriksa pajak PKP.
Jenis-Jenis Faktur Pajak yang Berlaku di Indonesia
Faktur sebagai bukti perpajakan sifatnya adalah dokumen resmi. Kedudukannya serupa dengan dokumen lainnya yang memiliki jenis serupa. Misalnya saja tagihan listrik, tagihan pemakaian air, tagihan telepon selular, dan lain sebagainya.
Pengusaha wajib membuat faktur pajak untuk potongan yang didapatkannya atas Jasa Kena Pajak (JKP), Barang Kena Pajak (BKP) dan objek pajak lainnya. Meski demikian jenisnya bisa berbeda-beda sesuai dengan kondisinya antara lain:
- Faktur Keluaran adalah faktur yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak saat melakukan penjualan terhadap barang kena pajak, jasa kena pajak, dan atau barang kena pajak yang tergolong dalam barang mewah;
- Faktur Masukan adalah faktur yang didapatkan oleh PKP ketika melakukan pembelian terhadap barang kena pajak atau jasa kena pajak dari PKP lainnya;
- Faktur Pengganti adalah penggantian atas faktur yang telah terbit sebelumnya dikarenakan ada kesalahan pengisian, kecuali kesalahan pengisian NPWP. Sehingga, harus dilakukan pembetulan agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
- Faktur Gabungan adalah faktur yang dibuat oleh PKP yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli barang kena pajak atau jasa kena pajak yang sama selama satu bulan kalender;
- Faktur Digunggung adalah faktur yang tidak diisi dengan identitas pembeli, nama, dan tandatangan penjual yang hanya boleh dibuat oleh PKP Pedagang Eceran;
- Faktur Cacat adalah faktur yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani termasuk juga kesalahan dalam pengisian kode dan nomor seri. Faktur yang cacat dapat dibetulkan dengan membuat faktur pengganti;
- Faktur Batal adalah faktur yang dibatalkan dikarenakan adanya pembatalan transaksi. Pembatalan juga harus dilakukan ketika ada kesalahan pengisian NPWP dalam faktur tersebut.
2 Syarat Sah Sebagai Bukti Potong Pajak
Faktur pajak harus memenuhi 2 syarat yakni formal dan material agar dapat berfungsi sebagai bagian dari mekanisme pengkreditan pajak masukan dan pajak keluaran. Sesuai pasal 13 ayat 9 UU PPN, syarat sahnya adalah formal dan material. Pemenuhan tersebut sifatnya wajib untuk menjadikannya sebagai dokumen yang sah.
- Syarat Faktur Formal
Berdasarkan pasal 13 ayat 9 tersebut, faktur dikatakan telah memenuhi persyaratan formal apabila diisi secara jelas, lengkap dan benar sesuai dengan pesyaratan yang dimaksud pada ayat 13 ayat 5 yang menyatakan bahwa, faktur harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) yang paling sedikit memuat keterangan berikut ini:
- Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pihak yang menyerahkan BKP/JKP.
- Nama, alamat, dan NPWP pihak pembeli BKP atau penerima JKP.
- Jenis jasa/barang, jumlah penggantian atau harga jual serta potongan harga.
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut.
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang dipungut.
- Tanggal Pembuatan faktur pajak, nomor seri dan kode.
- Nama dan tanda tangan pihak yang berhak menandatangani faktur pajak.
Beberapa syarat ini wajib dipenuhi oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menjual BKP/JKP karena jika tidak dipenuhi, faktur yang diterbitkan dianggap cacat sehingga tidak dapat dijadikan pajak masukan oleh PKP yang menjadi pihak pembeli.
Berdasarkan pasal 5 ayat 2 Peraturan Menteri Keuangan No. 38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, PKP yang berperan sebagai penerbit faktur akan dikenakan sanksi bunga sebesar 2% dikali nilai transaksi yang tercantum dalam faktur tersebut.
Namun ada beberapa kriteria PKP yang dikecualikan dari pengenaan sanksi. Berikut ini kriteria tersebut:
- PKP keliru atau tidak mengisi secara lengkap sejumlah keterangan seperti nama, alamat, NPWP pembeli BKP/JKP.
- PKP yang keliru/tidak mengisi secara lengkap nama, alamat, dan NPWP penerima BKP/JKP.
- Tidak mengisi secara lengkap nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak ketika penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran.
Atas faktur pajak dengan kriteria tersebut, PKP pedagang eceran tidak akan dikenakan sanksi denda sesuai yang tertera pada pasal 14 ayat 1 sebesar 2%, namun PKP penerima tidak dapat menjadikan faktur tersebut sebagai pajak masukan.
- Syarat Faktur Material
Syarat faktur material dianggap terpenuhi jika keterangan yang tercantum dalam faktur itu jelas dan sesuai dengan transaksi yang sebenarnya dari BKP/JKP yang diperjualbelikan.
Berdasarkan pasal 13 ayat 9 UU PPN, faktur dianggap memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan sesungguhnya mengenai penyerahan BKP/JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, ekspor JKP, impor BKP atau pemanfaatan JKP dan pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Beda Bentuk Faktur Pajak yang Berlaku
Terdapat tiga jenis bentuk faktur yaitu Bentuk Standar, Bentuk Gabungan, dan Pajak Bentuk Sederhana. Bagi kamu yang belum memahaminya, berikut ini adalah tiga jenis faktur pajak beserta dengan fungsi dan tujuannya:
a. Bentuk Standar
Faktur berbentuk kuarto ini dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dalam Pasal 1 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-/159/PJ/2006 tentang Waktu, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembentukan Faktur Pajak, telah ditetapkan bahwa faktur standar setidaknya memuat tujuh hal, yaitu:
- Nama, alamat, dan NPWP miliki Pengusaha Kena Pajak (PKP).
- Nama, alamat, dan Nomor Wajib Pajak pembeli barang atau jasa.
- Jenis barang atau jasa kena pajak, jumlah, serta harga jual dan pemotongan harga.
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan dipungut.
- Kode, nomor seri, dan tanggal dibuatnya faktur.
- Nama, jabatan, serta tanda tangan pihak yang terkait.
b. Bentuk Gabungan
Faktur Bentuk Gabungan merupakan faktur yang meliputi penyerahan yang dilakukan pembeli barang atau penerima jasa selama satu masa pajak.
c. Bentuk Sederhana
Faktur ini merupakan dokumen yang secara fungsional disamakan dengan Faktur Bentuk Standar. Faktur ini umumnya diserahkan kepada pembeli atau pengguna jasa dalam bentuk sobekan kecil. Contoh dari Faktur Bentuk Gabungan adalah karcis, bon, dan faktur bukti penjualan produk atau jasa.
Tahap Pengisian
Mengisi faktur bukti potong ini pun harus dipahami dengan baik. Hal itu dikarenakan agar kamu tidak mengalami kerugian sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) jika terjadi audit di kantor pajak setempat. Berikut ini adalah tahap-tahap pengisian faktur yang harus diketahui:
a. Tahap Pertama
- Masukkan nomor seri dan kode faktur dari DJP. Kemudian, masukkan juga nama lengkap, NPWP, dan alamat perusahaan yang menyerahkan barang atau jasa kena pajak di kolom Pengusaha Kena Pajak (PKP).
- Pada kolom Pembeli Barang Kena Pajak/Penerima Jasa Kena Pajak, masukkan nama, alamat lengkap, dan NPWP perusahaan yang membeli atau menerima barang atau jasa kena pajak.
b. Tahap Kedua
- Masukkan nomor urut berdasarkan urutan jumlah barang atau jasa kena pajak yang diserahkan. Kemudian, sertakan juga nama barang atau jasa kena pajak yang akan diserahkan.
- Dalam kolom harga jual, penggantian, atau uang muka masukkan nominal harganya.
c. Tahap Ketiga
- Dalam kolom harga jual atau penggantian, uang muka, masukkan total harga keseluruhannya.
- Jumlah nilai potongan BKP/JKP ditulis setelah dikurangi dengan potongan harganya.
- Jika adanya penerimaan uang muka sesuai BKP/JKP, nominal uang ditulis pada kolom Nilai Uang Muka yang sudah diterima.
- Keseluruhan dari jumlah penggantian/harga jual/uang muka dikurangi dengan potongan harga dan uang muka yang sudah diterima, ditulis di kolom Dasar Pengenaan Pajak.
- Dalam kolom PPN= 10% x Dasar Pengenaan Pajak, ditulis jumlah PPN 10% yang terutang.
- Pada bagian kolom PPnBM (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah), hanya bisa diisi jika adanya penyerahan dari penjualan barang yang tergolong mewah.
- Setelah itu, isi bagian kolom nama, tanda tangan, serta stempel dari pejabat yang ditunjuk langsung oleh perusahaan.
Tiga tahap pengisian faktur tersebut harus dilakukan jika tergolong PKP yang akan melakukan penyerahan BKP/JKP kepada konsumen. Kesalahan saat pengisian masih memungkinkan untuk diperbaiki, sebaiknya kamu menghindari keselahan tersebut.