Ajaib.co.id – Pasar modal adalah tempat yang unik berisikan kumpulan investor yang antusias, ketakutan, marah, dan bahagia yang bertransaksi jual dan beli satu sama lain. Berbagai kepentingan terlibat di dalamnya dan emosi kolektif larut dan membentuk pasar modal seperti sekarang ini.
Dalam pasar modal yang efisien kamu hanya akan mendapat imbal hasil yang stagnan, begitu terus sepanjang waktu besar pendaatan yang kamu raih tidak berubah. Nyatanya tidak begitu, bukan?
Ada beberapa waktu di mana kita mendapatkan hasil trading lebih besar dari waktu-waktu lainnya. Itulah yang disebut dengan fenomena anomali musiman di pasar finansial. Misalnya ada bulan-bulan tertentu di mana saham-saham memberikan imbal hasil positif dan ada waktu-waktu lain di mana saham-saham turun berbarengan.
Nah, tahukah kamu bahwa ada sebuah fenomena pola pergerakan harga yang unik sekali yang disebut dengan Monday Effect. Jadi ada sebuah pengamatan yang dilakukan yang berkesimpulan bahwa rata-rata saham-saham memberikan hasil yang kurang menyenangkan di hari Senin. Itulah yang disebut dengan Monday Effect.
Pengamatan dilakukan dan didapati bahwa dalam seminggu, rata-rata hari Senin memberikan imbal hasil lebih rendah atau bahkan negatif dibandingkan hari-hari lainnya.
Sejarah Singkat Monday Effect
Pengamatan akan Monday Effect ini dilakukan pertama kali oleh Fields tahun 1931. Kemudian oleh Frank Cross pada tahun 1973 dalam sebuah artikel berjudul “The Behavior of Stock Prices on Fridays and Mondays” yang dipublikasikan dalam Financial Analysts Journal. Lalu pengamatan terus dilakukan untuk mengetahui apakah Monday Effect masih berlaku atau tidak.
Riwayat Monday Effect di Indonesia
Pengamatan tentang terjadinya Monday Effect dilakukan di berbagai belahan dunia dari waktu ke waktu. Di Indonesia sendiri Budileksmana kerap melakukan pengamatan terhada Monday Effect. Ia mendapati bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan LQ45 memberikan imbal hasil negatif secara signifikan di hari Senin dalam rentang waktu 1999-2005.
Kemudian setelahnya angka signifikansi berubah, namun rata-rata hari Senin tetap menjadi hari di mana saham-saham berperilaku aneh. Berbagai analisa dilakukan untuk mendapatkan penjelasan mengapa Monday Effect bisa terjadi.
Penjelasan Monday Effect
Beberapa berteori bahwa di hari Senin ada lebih banyak orang yang melakukan short selling. Lainnya berpendapat bahwa itu terjadi karena berita-berita buruk yang dirilis di akhir pekan setelah bursa tutup. Alasan yang kedua ini rupanya lebih bisa diterima.
Para pelaku pasar modal mengiyakan bahwa mereka cenderung takut menginapkan posisinya di akhir pekan. Akibatnya di hari Senin para pelaku pasar modal melepas saham-sahamnya. Hingga saat ini fenomena ini masih diperdebatkan.
Ada banyak penelitian yang menunjukkan korelasi namun Investopedia menyatakan bahwa mereka belum mendengar ada teori yang bisa menjelaskan secara akurat tentang fenomena Monday Effect. Alasan yang pasti tentang fenomena ini belum sepenuhnya bisa diterima.
Monday Effect di Era Sekarang
Investopedia menjelaskan bahwa di era sekarang ini hari Senin belum tentu membukukan kinerja yang negatif. Monday Effect yang terjadi saat ini lebih mencerminkan kinerja di hari Jumat lalu.
Jadi jika pada hari Jumat pasar saham membukukan imbal hasil positif maka IHSG juga cenderung memberikan hasil yang positif juga di hari Senin. Jika di Jumat merah, alias IHSG negatif, maka hari Senin juga cenderung negatif. Kini fenomena Monday Effect juga disebut sebagai Weekend Effect.
Namun pengamatan yang dilakukan Investopedia hanya sebatas bursa saham Amerika saja seperti S&P 500, Nasdaq dan Dow Jones Industrial Average. Kita tentu tidak bisa serta-merta berkaca pada hasil pengamatan di luar negeri untuk menerapkannya pada pasar Indonesia.
Pengamatan Monday Effect Tahun 2020 di Indonesia
Untuk membuktikan apakah Monday Effect masih berlaku sampai sekarang atau tidak maka sebuah pengamatan dilakukan ke pasar saham Indonesia.
Pengamatan dilakukan dengan mengumpulkan data nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun 2020. Kemudian data disortir dengan menyingkirkan data harga open, high, dan low, menyisakan hanya harga close saja. Lalu harga close di hari Senin akan dikurangi dengan harga close yang terbentuk di hari Jumat di pekan sebelumnya lalu hasilnya ditampilkan dalam persentase.
Pengamatan tersebut dilakukan untuk melihat apakah benarreturn hari Senin lebih rendah dari hari Jumat di pekan sebelumnya. Akhirnya hasilnya didapat sebagai berikut:
- Sepanjang tahun 2020 sejak 6 Januari hingga 7 Desember, Bursa Efek Indonesia (BEI) tercatat sudah beroperasi selama 46 pekan. Ada dua Senin di mana BEI tidak beroperasi dikarenakan bertepatan dengan libur bersama nasional seperti hari raya lebaran dan Maulid Nabi.
- Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, dari 46 Senin yang diamati sebanyak 19 kali IHSG membukukan kinerja positif di hari Senin.
- IHSG membukukan kinerja yang negatif di hari Senin sebanyak 25 kali di tahun 2020 ini.
Klik di sini jika kamu ingin melihat lembar kerja pengamatan tersebut. Hasilnya ternyata di tahun ini Monday Effect tidak begitu nyata kehadirannya. Memang benar bahwa IHSG lebih sering membukukan kinerja yang negatif di hari Senin. Namun kenyataan bahwa kinerja positif telah terjadi sebanyak 19 kali pada IHSG di hari Senin tidak bisa kita pungkiri begitu saja.
Kesimpulan
Untuk tahun 2020 nampaknya Monday Effect tidak terlalu nyata keberadaannya khususnya di Indonesia. Mungkin juga disebabkan oleh keadaan kahar yaitu pandemi COVID-19 yang melanda negeri yang tak diduga kedatangannya di tahun ini. Pengamatan dengan jangka waktu yang lebih lama dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan “Apakah Monday Effect ini benar-benar nyata terjadi?”.
Ketika pertanyaan barusan terjawab maka kamu tentu bisa mengambil tindakan berikutnya dan memanfaatkannya untuk mendapatkan saham di harga rendah.