Milenial

Memanfaatkan Promo Tiket Apa Saja Selama Pandemi

Ajaib.co.id – Tidak ada yang salah sampai pandemi melanda dunia. Tiket apa saja yang ada di genggaman berubah jadi sia-sia. Antara dibatalkan atau diubah jadwal, bepergian bukan hal yang mudah dilakukan saat ini. 

Padahal beberapa tahun belakangan, bepergian adalah hal yang semakin murah, mudah diakses, sehingga digemari berbagai kalangan. Tak peduli jauh atau dekat, bepergian sudah jadi kebutuhan sekunder yang dilakukan beberapa kali dalam setahun. 

Tak bisa dimungkiri pula bahwa banyak sektor pekerjaan yang membutuhkan mobilitas tingkat tinggi. 

Walaupun bisa diakali dengan keberadaan teknologi, sektor transportasi, akomodasi, dan wisata pada umumnya tetap babak belur menghadapi badai ini. 

Sektor tersebut sebenarnya sangat terbantu dengan tren bepergian masyarakat dunia yang terus meningkat dari tahun ke tahun. 

Sadar atau tidak, digital nomad menjadi salah satu pendukung utama sektor-sektor tersebut. Pilihan anak muda dunia masa kini untuk mengejar karir non-konvensional sambil berkeliling dunia jadi berkah tersendiri beberapa tahun belakangan. 

Baik dari mancanegara atau dalam negeri, anak-anak muda inilah yang menggerakan perekonomian daerah. 

Satu spot alam yang dulunya sepi dan suram bisa berubah jadi sumber mata pencaharian warga sekitar. 

Ruko-ruko kosong nan sempit bisa disulap investor jadi hotel-hotel kapsul yang bisa menampung para digital nomad yang hanya punya budget terbatas. 

Rumah yang punya banyak kamar dengan sedikit penghuni bisa jadi rumah singgah para petualang muda ini barang beberapa hari. 

Kereta api, bus, dan pesawat yang biasanya hanya diisi perantau dan pegawai yang sedang melakukan perjalanan dinas, kini dipenuhi pula oleh anak-anak muda bertas ransel. 

Kegiatan ekonomi yang hidup dan sedang tumbuh subur hampir musnah begitu saja saat pandemi datang. Namun, bukan berarti itu akhir dari segalanya. 

Manusia selalu punya cara untuk bertahan hidup dan beradaptasi dengan perubahan, termasuk di masa krisis ini. Belakangan tren slow travel ramai disarankan bagi para penggemar traveling yang rindu bepergian. 

Awal mula istilah slow travel 

Istilah ini sebenarnya sudah muncul beberapa tahun sebelum pandemi melanda. Terinspirasi dengan gerakan slow food yang lahir di Italia sejak tahun 1986. 

Gerakan tersebut sebenarnya tercipta sebagai serangan balik terhadap merebaknya restoran-restoran cepat saji di dunia. 

Pencetus gerakan tersebut ingin orang lebih menghargai apa yang mereka makan. Penganan yang diolah dengan prinsip slow food berasal dari petani lokal dan dimasak menggunakan alat-alat tradisional. 

Slow travel pun mengadopsi konsep yang sama. Umumnya orang bepergian dalam waktu sangat singkat dengan jadwal yang sangat padat. 

Bahkan bagi pelancong dengan tujuan liburan semata hanya punya beberapa hari untuk bisa menyambangi berbagai tempat, apalagi yang tujuannya bekerja. Rasanya tak ada waktu untuk mengenali tempat singgah mereka itu. 

Slow travel dikampanyekan untuk mendorong pelancong tinggal lebih lama di satu tempat. Berusaha meresapi hal baru yang mereka saksikan dan temukan. 

Prinsipnya adalah hidup seperti orang lokal. Konsep ini tentu lebih cocok untuk orang-orang yang punya fleksibilitas waktu. 

Khususnya para pekerja yang bisa mengerjakan tugas atau proyek mereka di mana saja tanpa terikat tempat, selama ada koneksi internet dan pekerjaan selesai. 

Bukan hanya privilese tersendiri bagi digital nomad, nyatanya dengan pandemi ini istilah bekerja dari rumah banyak dianjurkan, bisnis rumahan yang dipasarkan lewat media sosial dan marketplace makin menggeliat. 

Tanda bahwa orang sudah melihat bahwa bekerja jarak jauh dari mana saja adalah hal yang mungkin dilakukan. Bahkan dianjurkan selama masa kebiasaan baru ini. 

Kelebihan slow travel 

Ada banyak manfaat yang bisa kamu dapatkan lewat slow travel. Kiranya ada beberapa poin sebagai berikut. 

Hemat pengeluaran 

Banyak dari kita yang akan langsung berpikiran bahwa melakukan slow travel akan memakan banyak biaya. 

Maklum pemikiran bahwa kita akan tinggal cukup lama di tempat yang asing akan langsung membuatmu berpikir kalau biaya penginapan dan hidup bisa melambung tinggi. 

Padahal kalau kamu lebih jeli lagi, slow travel menginginkanmu untuk tinggal layaknya warga lokal.

Pilihan-pilihan akomodasi yang murah seperti para perantau lokal bisa kamu pilih. Misal kos harian atau jasa menginap di rumah warga lokal bisa dipilih. Harganya lebih murah, apalagi jika kamu berencana tinggal setidaknya dua minggu di kota tersebut. 

Memungkinkan seseorang menyerap pengalaman baru

Dengan melakukan slow travel, kamu pun dituntut untuk merasakan pengalaman yang sama dengan apa yang dilalui warga lokal. Termasuk  gaya konsumsimu. 

Daripada berbelanja di minimarket dan membeli makanan di restoran mahal, kamu disarankan untuk belanja di pasar dan makanan yang warga lokal biasa makan. 

Tentu harga akan jauh lebih murah dibanding menempatkan dirimu sebagai turis yang harus makan di restoran dan beli camilan di minimarket.

Mendukung ekonomi dan wisata lokal 

Selama di sana setidaknya beberapa minggu dan hidup layaknya warga lokal, seorang slow traveler juga punya kemungkinan untuk membangun koneksi yang lebih baik dengan warga sekitar. 

Daripada mengeksklusifkan diri layaknya turis, kamu bisa mencoba cara ini untuk mendapatkan pengalaman dan teman baru. 

Daripada mengambil foto yang menarik di tiap jengkal langkahmu hingga seakan tak peduli dengan lingkungan sekitar, slow travel mengajakmu untuk mendekatkan diri dengan orang-orang yang ada di hadapanmu.

Keberadaanmu secara tidak langsung akan menggerakan perekonomian warga. 

Baik untuk lingkungan 

Banyak kalangan yang kurang setuju dengan ide bepergian keliling berbagai tempat. Dampak jangka panjangnya adalah jejak karbon yang mengancam lingkungan. 

Dengan memperpanjang durasi menetap di satu tempat, kamu sudah berkontribusi dalam menjaga bumi. Paling tidak kamu tidak berpindah tempat menggunakan pesawat atau kereta api tiga hari sekali seperti dulu misalnya. 

Menghindari burnout pasca bepergian  

Banyak orang yang mengaku lelah bahkan merasa malas di hari pertama mereka kembali bekerja setelah melakukan perjalanan atau liburan. 

Kaitannya erat dengan jadwal yang padat dan waktu yang sangat terbatas. Bukannya senang, lelah bisa melandamu saat harus kembali bekerja. 

Slow travel pada prinsipnya ingin penganutnya membagi waktu dengan bijak antara berlibur dengan bekerja. 

Memperpanjang waktu untuk menetap bisa memberikan keleluasaan mengatur jadwal. Bahkan kamu bisa mengalokasikan satu hari penuh tanpa jadwal atau rencana yang dibuat sebelumnya. 

Benar-benar seperti warga lokal yang menjalani hari-harinya saja. 

Cara melakukan slow travel

Sudah tahu berbagai manfaat dari slow travel, saatnya mencari tahu bagaimana cara melakukannya. Berikut beberapa langkah yang bisa ditempuh. 

  •  Pastikan jadwalmu memungkinkan 

Terdengar ideal memang, tetapi kamu harus memastikan jadwalmu memungkinkan untuk melakukan slow travel

Kegiatan ini memang disarankan untuk orang-orang yang bisa bekerja dari mana saja, digital nomad atau pekerja remote punya peluang lebih besar. Namun, bagi kamu yang seorang pegawai biasa, bukan berarti opsi ini mustahil dilakukan.

Manfaatkan jatah cuti panjang untuk melakukannya. Idealnya slow travel dilakukan paling sebentar dua minggu, tetapi jika memang hanya ada waktu 10 hari itu sudah sangat menguntungkan buatmu yang hendak menjajalnya. 

  • Memanfaatkan promo tiket apa saja selama pandemi

Selama pandemi, tiket apa saja mengalami penurunan harga yang cukup signifikan. Bahkan untuk destinasi-destinasi favorit sekalipun. Silakan berburu tiket apa saja untuk mendapatkan harga termurah. Tetap patuhi protokol kesehatan yang sudah dibuat dan jaga diri baik-baik. 

Bila belum bernyali melakukan perjalanan di masa pandemi ini, kamu tetap bisa dapat kesempatan dapat harga terendah dengan melakukan perjalanan di luar musim liburan. 

Pertimbangkan juga apabila kamu menyasar tempat-tempat yang ramai turis, akan lebih mudah berbaur dengan warga lokal saat kamu datang di luar masa liburan.  

  •  Minta rekomendasi warga lokal 

Selama melakukan perjalanan di tempat baru, jangan ragu untuk bertanya pada warga lokal perihal tempat-tempat menarik yang layak dikunjungi. 

Mengandalkan media sosial dan search engine memang lebih praktis, tetapi warga lokal bisa memberikanmu rekomendasi yang mungkin jauh lebih menarik dan tak pernah terbersit sebelumnya. Rekomendasi macam ini bisa langsung kamu tanyakan pada penyedia penginapanmu. 

  • Riset destinasi perjalananmu 

Melakukan riset sebelum melakukan perjalanan adalah hal yang sangat dianjurkan, apalagi selama pandemi ini. Cari tahu tingkat keamanan lokasi yang kamu datangi, pelajari peraturan apa saja yang mereka terapkan di sana. 

Intinya jangan datang dengan kepala kosong, isi sebanyak mungkin informasi tentang destinasi yang dituju. Setelah riset pun kamu bisa saja melewatkan banyak detail kecil apalagi jika tidak memperkaya informasi sama sekali. 

  • Kurangi barang bawaan  

Tinggal lebih lama di tempat baru bukan berarti kamu harus membawa lebih banyak barang. Justru kamu bisa mengenakan kembali pakaian yang sudah kamu pakai untuk dicuci di penginapan. Hanya bawa barang yang benar-benar dibutuhkan. 

Secara tidak langsung kamu belajar untuk membuat prioritas dan hidup lebih minimalis dengan prinsip slow travel ini. 

  • Bersedia lepas dari zona nyaman 

Saat menjadi pelancong yang harus tinggal di tempat baru dalam waktu relatif lama, tentu seseorang akan dihadapkan dengan banyak tantangan. 

Bagi kamu yang sudah rindu bepergian dan ingin menantang diri sendiri, konsep slow travel bisa jadi pilihan yang tepat untuk mengembangkan diri. 

  • Bisa diterapkan di mana saja, termasuk dalam negeri  

Tidak harus jauh ke luar negeri yang belum tentu penerbangannya sudah dibuka dan dibebaskan, kamu bisa memulai perjalanan di kota-kota di tanah air. 

Selain lebih mudah diakses, petualangannya pun tak akan kalah seru dibanding bepergian ke luar negeri

Di luar negeri sendiri sudah ada beberapa negara yang mendukung gaya hidup ini. Estonia dan Bermuda misalnya sampai menawarkan visa digital nomad yang memungkinkan para pekerja remote tersebut untuk tinggal di negara mereka selama 30 hari. 

Namun, tetap ada kriteria khusus  termasuk nominal penghasilan minimal bulanan. 

Apakah ini masa depan tren bepergian? 

Sadar atau tidak sebenarnya pandemi memberikan banyak kesadaran bagi manusia. Dunia sempat terhenti beberapa saat ketika pandemi merebak dan pergerakan manusia terpaksa dibatasi. 

Namun, pandemi pula yang menyadarkan kita bahwa banyak hal yang bisa kita perbaiki dari budaya yang sudah kita ciptakan dan terapkan beberapa tahun terakhir. 

Alih-alih mematikan tren bepergian, pandemi mampu membuka mata kita akan kemungkinan lainnya. 

Selain kemungkinan untuk bekerja dari mana saja asal ada koneksi internet yang memadai, slow travel muncul sebagai alternatif tren bepergian biasa. 

Ada banyak manfaat yang bisa dirasakan baik untuk si pelancong sendiri dengan destinasi yang dituju. Boleh manfaatkan promo tiket apa saja, seperti tiket pesawat atau destinasi wisata untuk merasakan sensasi bepergian yang berbeda ini.

Artikel Terkait