Ajaib.co.id – Keynesian economy merupakan teori ekonomi terkait pengeluaran total dalam sebuah negara. Teori ini juga berkaitan dengan output dan inflasi. Apakah teori ini juga berhubungan dengan peran aktif Pemerintah dalam mencegah terjadinya resesi ekonomi?
Istilah ‘Keynesian’ diambil dari nama seorang ekonom asal Inggris bernama John Maynard Keynes. Keynes adalah sosok yang mengembangkan teori tersebut selama tahun 1930-an. Keynes mengembangkan teorinya sebagai upaya untuk memahami Depresi Hebat (The Great Depression) yang mulai menyeruak di tahun 1929.
Perekonomian banyak negara hancur saat Depresi Hebat melanda. Tak hanya negara berkembang, perekonomian banyak negara industri pun terdampak Depresi Hebat. Volume perdagangan internasional berkurang drastis, begitu pula dengan pendapatan perseorangan, pendapatan pajak, harga, dan keuntungan. Di Amerika Serikat (AS), misalnya, jumlah tunawisma merebak. Puncaknya pada tahun 1933, pengangguran meningkat menjadi 15 juta jiwa.
Pada teorinya, Keynes menganjurkan untuk meningkatkan pengeluaran Pemerintah dan menurunkan pajak. Tujuannya untuk merangsang permintaan dan menarik ekonomi global keluar dari depresi.
Keynesian economy juga merujuk pada konsep bahwa kinerja ekonomi yang optimal dapat dicapai. Seiring dengan itu, kemerosotan ekonomi dapat dicegah. Hal ini bisa terwujud dengan mempengaruhi permintaan agregat melalui intervensi ekonomi oleh Pemerintah.
Ekonom Keynesian merekomendasikan kebijakan fiskal dan moneter aktivis sebagai alat utama untuk mengelola ekonomi dan memerangi pengangguran. Keynesian economy sangat kritis terhadap argumen ekonomi klasik yang menyatakan bahwa pemulihan ekonomi bisa terwujud hanya dengan melalui kekuatan dan insentif ekonomi alami.
Saat pertama kali diperkenalkan, Keynesian economy merepresentasikan cara baru dalam menilai pengeluaran, output, dan inflasi. Konsep Keynesian economy tidak sesederhana pemikiran ekonomi klasik terhadap perubahan siklus dalam pekerjaan dan hasil ekonomi.
Penganut teori ekonomi klasik menilai turunnya permintaan agregat dalam perekonomian akan menyebabkan kelemahan dalam produksi dan pekerjaan. Akibatnya kemudian adalah memicu penurunan harga dan upah.
Para pengusaha terdorong untuk melakukan investasi modal karena tingkat inflasi dan upah yang lebih rendah. Selain itu, para pengusaha akan cenderung mempekerjakan lebih banyak orang. Hal ini berarti membuka lapangan kerja. Pertumbuhan ekonomi pun akan berangsur pulih.
Dalam bukunya, “The General Theory of Employment, Interest, and Money” serta karya lainnya, Keynes menegaskan bahwa selama resesi, kekakuan struktural dan karakteristik tertentu dari ekonomi pasar akan memperburuk kelemahan ekonomi. Kondisi ini akan menyebabkan permintaan agregat menukik lebih tajam.
Konkretnya, teori ekonomi Keynesian membantah anggapan bahwa upah yang lebih rendah dapat memulihkan lapangan kerja. Logikanya, jika permintaan lemah, maka tidak banyak barang yang bisa dijual. Dengan begitu, untuk apa para pengusaha mempekerjakan lebih banyak karyawan untuk menambah kapasitas produksinya.
Senada dengan contoh di atas, kondisi bisnis yang tidak kondusif dapat menyebabkan perusahaan mengurangi investasi modal. Artinya, para pengusaha akan berupaya keras untuk menekan berbagai pengeluaran. Bila terpaksa, pengusaha justru akan mengurangi jumlah karyawannya.
Ada dua gagasan utama dalam teori ekonomi Keynesian. Pertama, dalam jangka pendek, permintaan agregat lebih cenderung mempengaruhi ekonomi dibandingkan penawaran agregat.
Gagasan kedua ialah upah dan harga lebih bersifat ‘kaku’. Maksudnya, saat terjadi resesi ekonomi, pengangguran sangat berpotensi terjadi. Kondisi ekonomi pun tidak akan segera kembali ke ekuilibriumnya saat terjadi resesi. Hal ini tentu bertolak belakang dengan pemikiran para penganut ekonomi klasik.
Bagaimana kondisi ekonomi bisa kembali ke titik ekuilibriumnya saat terjadi resesi? Dalam pandangan Keynesian, perlu adanya rangsangan eksternal berupa peran serta Pemerintah. Lebih spesifik, Keynesian economy menganjurkan peningkatan pengeluaran Pemerintah.
Di samping itu, pajak dipatok lebih rendah. Keduanya dianggap dapat merangsang permintaan dan menarik ekonomi global keluar dari pertumbuhan ekonomi yang lemah.
Para ekonom Keynesian menilai sektor swasta tidak cukup untuk menggerakkan perekonomian saat terjadi resesi ekonomi. Oleh sebab itu, peran nyata Pemerintah diperlukan untuk membantu keluar dari jurang resesi ekonomi. Tapi, bukan berarti hal ini mengecilkan peran swasta dalam memulihkan kondisi ekonomi.
Mengapa sektor swasta dinilai kurang bisa menggerakkan perekonomian untuk keluar dari– atau setidaknya mencegah–resesi ekonomi? Hal ini karena sektor swasta sering mendasarkan keputusannya pada kondisi ekonomi aktual. Sektor swasta beranggapan bahwa pengeluaran konsumsi dan investasi terkait erat dengan pertumbuhan ekonomi.
Jadi, jika pertumbuhan ekonomi turun, maka akan diikuti pula dengan penurunan konsumsi dan investasi. Berdasarkan alasan ini, para ekonom mengategorikan keduanya sebagai pengeluaran yang diinduksi (induced expenditure).
Sebaliknya, pengeluaran Pemerintah adalah pengeluaran otonom. Sebagian besar komponen pengeluaran Pemerintah tidak tergantung pada pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, mereka bergantung pada keputusan diskresi Pemerintah.
Konsep kebijakan fiskal muncul dari pandangan Keynesian. Kebijakan fiskal ekspansif diberlakukan oleh Pemerintah guna merangsang pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan permintaan agregat. Caranya melalui peningkatan pengeluaran Pemerintah, mengurangi pajak, atau kombinasi keduanya.
Menurut teori Keynesian, perubahan permintaan agregat memiliki dampak jangka pendek paling signifikan pada output riil dan lapangan kerja, bukan pada harga. Ide ini diilustrasikan, misalnya, melalui kurva Phillips, yang menunjukkan inflasi naik ketika pengangguran turun.
Apakah Keynesian economy hanya sekadar teori tanpa benar-benar terbukti secara ilmiah? Pada saat Depresi Hebat terjadi, peningkatan pengeluaran Pemerintah AS turut membantu pulihnya perekonomian negara tersebut. Sektor swasta juga membelanjakan lebih banyak pada paruh pertama tahun 1930 dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Pada saat hampir bersamaan, peningkatan permintaan agregat telah mendorong Pendapatan Domestik Bruto (PDB) riil melampaui output potensial. Itu memberikan konfirmasi yang mengesankan tentang ide-ide Keynes.