Ekonomi

Kalbe Farma, dari Obat Salep Hingga Vaksin Covid-19

Ajaib.co.id – PT Kalbe Farma Tbk tengah bersiap memproduksi vaksin coronavirus disease (Covid-19). Tentu, ini menjadi kabar gembira yang ditunggu oleh banyak masyarakat dunia.

Tapi, perjalanan Kalbe Farma menjadi salah satu kandidat produsen vaksin Covid-19 penuh lika-liku. Semuanya berawal dari sebuah garasi, tempat memproduksi obat salep.

Kalbe Farma dirintis dan didirikan oleh Boenjamin Setiawan. Pria lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan meraih Ph.D. bidang farmakologi dari University of California, Amerika Serikat (AS) ini biasa disapa Dokter Boen.

Dilansir dari laman resminya, Kalbe resmi berdiri pada September 1966. Sebelumnya, perusahaan ini berawal dari sebuah ‘pabrik’ obat yang mengambil tempat di sebuah garasi. Produknya bernama ‘Tjap Beo’.

Kala itu, ada salep obat panu dan pil kina. Lebih dari lima dekade kemudian, Kalbe Farma telah menjadi perusahaan farmasi terkemuka dan merupakan salah satu yang terbesar di Indonesia. Kalbe Farma pun telah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode emiten KLBF.

Mengutip data Bloomberg, saham KLBF diperdagangkan di kisaran Rp1.650 dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp75,3 triliun.

KLBF terus melebarkan sayap usahanya. Tak sekadar meracik obat, Kalbe kini memproduksi sendiri berbagai obat dan produk farmasi.

Praktik bisnis Kalbe pun mencakup akuisisi perusahaan-perusahaan farmasi dan produk kesehatan lain, seperti Bintang Toedjoe, Saka Farma, Dankos, Morinaga dan lain-lain.

Singkatnya, kini Kalbe memiliki sekitar 20-an anak perusahaan. Belum lama ini, Presiden Joko Widodo meresmikan salah satu pabrik Kalbe Farma di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Memasuki semester II tahun ini, Kalbe mulai menyiapkan diri sebagai produsen vaksin Covid-19. Presiden Direktur Kalbe Farma Vidjongtius mengungkapkan, semula farmasinya tak memiliki rencana untuk memproduksi vaksin. Tapi, kemudian mengubah rencana seiring kebutuhan masyarakat untuk terhindar dari infeksi Covid-19 di Indonesia.

Lengkapnya, Kalbe tergabung dalam sebuah konsorsium yang terdiri dari perusahaan farmasi hingga institusi riset asal Korea Selatan untuk mengembangkan suatu jenis vaksin DNA.

Konsorsium itu terdiri dari Genexine, Binex, International Vaccine Institute, Genbio, the Korea Advanced Institute of Science & Technology (KAIST) and Pohang University of Science & Technology (POSTECH).

Kandidat vaksin yang dikembangkan tersebut diberi nama GX-19. Identik dengan vaksin Corona buatan Sinovac, vaksin buatan konsorsium itu juga sudah masuk tahap uji klinis atau diujicobakan ke manusia.

Khusus dengan Genexine, Kalbe sudah lebih dulu bekerja sama sejak lama, tak hanya dalam urusan riset dan pengembangan vaksin Corona. Keduanya telah membentuk PT Kalbe Genexine Biologic (KGBio). Perusahaan joint venture itu mengembangkan dan membuat bahan baku obat-obatan bioteknologi di Indonesia.

Meski masih dalam tahap uji klinis, Kalbe Farma optimistis dengan keberhasilan vaksin Covid-19 tersebut. Kalbe juga sudah mempersiapkan diri untuk mendistribusikan vaksin itu pada pertengahan 2021 nanti.

Sejalan dengan uji coba vaksin, Kalbe Farma juga akan mengupayakan proses transfer teknologi untuk bisa memproduksi dalam jumlah lebih banyak dari dalam negeri.

Kini, Kalbe Farma bisa dianggap sejajar dengan industri farmasi global, seperti Sinovac dari Tiongkok, GlaxoSmithKline (Inggris), Sanofi (Prancis), dan Merck serta Pfizer (AS). Perusahaan-perusahaan vaksin terkemuka itu langsung mengembangkan riset sejak Covid-19 menjadi pandemi.

Kinerja keuangan KLBF juga positif sejauh ini. Sampai paruh pertama tahun 2020, Kalbe Farma membukukan pertumbuhan laba dua digit.

Laporan keuangan Perseroan mencatat, KLBF berhasil mencetak pendapatan sebesar Rp11,6 triliun pada semester I tahun ini. Angka tersebut naik 3,8% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp11,17 triliun.

Selain itu, Kalbe Farma juga berhasil membukukan pertumbuhan laba periode berjalan di semester I tahun ini yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar 10,25% menjadi sebesar Rp1,38 triliun.

Pada periode sama tahun lalu, Perseroan membukukan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp1,25 triliun.

Tambah pula, Kalbe juga berhasil mencatatkan pertumbuhan aset menjadi sebesar Rp22,09 triliun per 30 Juni 2020. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan posisi per 31 Desember 2019, yaitu Rp20,26 trilun.

Dengan aset Rp22,09 triliun, kas dan setara kas Perseroan melonjak 31,9% ke posisi Rp4,01 triliun. Realisasi tersebut lebih tinggi sekitar Rp1 triliun dibandingkan dengan 31 Desember 2019 di posisi Rp3,04 triliun.

Di samping itu, total liabilitas Kalbe juga melonjak ke posisi Rp4,91 triliun. Perinciannya adalah liabilitas jangka panjang sebesar Rp1,051 triliun dan liabilitas jangka pendek sebesar Rp3,85 triliun.

Tak hanya itu, ekspansi Perseroan terus melaju. Hal ini bisa dilihat dari penyerapan alokasi belanja modal yang ditetapkan Perseroan. Vidjongtius menyampaikan, realisasi belanja modal Perseroan telah mencapai Rp600 miliar dari anggaran sebanyak Rp1 triliun.

Artinya, realisasi belanja modal Kalbe mencapai 60%. Hingga akhir tahun, Vidjongtius menambahkan, Kalbe Farma juga berencana merilis satu hingga dua produk suplemen baru guna menggenjot penjualan.

Artikel Terkait