Investasi

Ini Aset Safe Haven Saat Pandemi yang Bisa Kamu Coba

Ajaib.co.id – Buat kamu sebagai investor aktif di pasar modal, saat pandemi seperti ini membuat aktivitas investasi menjadi was-was. Karena serba ketidakpastian kondisi global dan perekonomian dunia membuat aset-aset seperti saham semakin memiliki risiko tinggi.

Oleh karena itu, biasanya setiap ada tekanan ekonomi atau situasi khusus selalu saja ada aset-aset safe haven. Aset-aset ini biasanya menjadi pilihan karena memiliki risiko yang lebih rendah. Sehingga bisa menjadi alternatif bagi kamu selaku investor. 

Sebetulnya apa itu safe haven? Sederhananya aset investasi itu memiliki tingkat risiko yang rendah. Meskipun kondisi perekonomian global sedang bergejolak yang menciptakan ketidakpastian. Jadi safe haven ini kerap menjadi pelarian bagi investor saat kondisi ekonomi global sedang tidak baik-baik saja. 

Namun, di luar kondisi ekonomi yang sedang tertekan. Instrumen investasi ini juga cocok untuk kamu yang mencari aset dengan tingkat risiko yang rendah. Jadi cocok sekali untuk kamu yang merupakan investor tipe konservatif.  

Sebetulnya, safe haven ini juga bisa dipilih sebagai bentuk diversifikasi aset yang kamu punya. Maksud dari diversifikasi aset ini memecah investasi menjadi beberapa jenis aset. Jadi selain ikut berinvestasi di aset yang beresiko, kamu menyisihkan aset juga di safe haven. Tujuannya untuk mengurangi risiko kerugian pada total portofolio kamu. 

Karena dengan menyusun portofolio jenis aset yang berbeda ini bisa sedikit menyelamatkan kamu di situasi berat. Misalnya jika saat salah satu asetmu turun, nah diharapkan nilai aset lainnya dalam keadaan naik. Sehingga tidak semua aset yang kamu miliki itu anjlok dan mengalami kerugian. 

Misalnya, sedang terjadi krisis ekonomi ini berkorelasi juga ke antar aset akan meningkat tajam. Hasilnya seluruh nilai instrumen dari investasi diancam turun yang dalam. Namun, investor juga mempelajari kalau aset safe haven ini tidak memiliki korelasi dengan kebanyakan aset saat terjadi krisis ekonomi.

Dengan begitu, di situasi ini safe haven bisa menyelamatkan aset kamu, Bahkan ada kemungkinan aset kamu bisa semakin meningkat. 

Lalu bagaimana dengan kondisi pandemi COVID-19? 

Aset Safe Haven yang Ampuh Saat Pandemi

Emas

Secara historis dan perjalanan riwayatnya, emas memang alat yang paling aman untuk melindungi nilai kekayaan. Karena logam mulia ini mempunyai harga yang stabil naik dan berharga. 

Tak hanya itu, harga emas juga tidak ditentukan oleh suku bunga dan kebijakan pemerintah. Sehingga tidak akan terpengaruh oleh adanya inflasi sekalipun. Justru nilai emas ini akan naik saat masa krisis karena para investor akan berbondong-bondong membeli emas dengan tujuan melindungi kekayaan yang dimiliki. 

Mengutip dari cnbcindonesia.com, dari awal tahun, emas ini mengalami penguatan. Selain itu, tren pergerakan harga emas juga bertolak belakang dibanding dolar Amerika Serikat (AS), karena greenback adalah mata uang dari emas global.

Sejak awal tahun, kenaikan harga emas masih lebih besar dibanding yen dan bahkan dolar AS, yaitu 9,11% menjadi US$ 1.655,2 per troy ounce (oz) dari posisi akhir 2019 US$ 1.517,01/oz.

Namun, tetap saja ada sejumlah risiko kalau kamu berinvestasi emas. Di antaranya, risiko kehilangan dan risiko pencurian. Sehingga lebih baik kalau kamu menyewa safe deposit box (SDB) atau bisa juga berupa brankas di bank. Ada pilihan lain juga, dengan membeli emas dari pegadaian atau Antam. 

Dolar AS dan Yen Jepang

Investasi yang memiliki risiko rendah kedua adalah mata uang Dolar AS dan yen Jepang. Dua mata uang ini tentu menjadi pilihan utama saat investor ingin melindungi sebagian nilai uang rupiah yang kita miliki. Pasalnya Greenback atau dolar AS, memang biasanya dijadikan sasaran investasi secara luas saat terjadi gejolak karena penggunaannya yang sangat luas. Karena mata uang ini dapat diterima hampir di semua negara di dunia sehingga sering dijuluki mata uang internasional.

Namun, sedikit berbeda dengan yen. Meskipun menukar mata uang yen tidak semudah menukar dolar AS, tapi yen dianggap safe haven juga. Alasannya, karena status Jepang memiliki surplus current account yang besar alhasil memberikan jaminan stabilitas bagi mata uangnya.

Selain itu Jepang tercatat merupakan negara kreditor terbesar di dunia. Dengan jumlah aset asing yang dimiliki pemerintah, swasta, dan individual Jepang mencapai US$ 3,1 triliun di tahun 2018. Tak heran status ini mampu dipertahankan Negeri Matahari Terbit dalam 28 tahun berturut-turut.

Begitupun saat terjadi gejolak di pasar finansial seperti saat pandemi ini, para investor dari Jepang akan melakukan repatriasi dananya di luar negeri. Dengan begitu, arus modal kembali masuk ke negara Jepang tersebut, efek lanjutannya mata uang yen menjadi menguat.

Namun, selain dolar AS dan Yen Jepang, ada juga franc Swiss yang sering dianggap sebagai mata uang safe haven. Namun, memang pengaruhnya masih lebih kecil dibanding dolar AS, yen Jepang, emas, dan obligasi.

Sebagai informasi, dari awal tahun, dolar AS sudah menguat 2,95% yang terlihat dari indeks dolar (dollar index) menjadi 99,23. Indeks dolar ini menunjukkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama lain di antaranya, euro, yen, pound Inggris, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss.

Sementara itu, untuk yen Jepang, pergerakannya juga serupa dengan dolar AS. Walaupun searah, sejak awal tahun yen masih menyimpan penguatan 2,05%. 

Obligasi Pemerintah

Salah satu instrumen safe haven lainnya adalah obligasi pemerintah. Kalau obligasi pemerintah yang paling banyak disasar ketika ketidakpastian global sedang tinggi adalah obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah AS bernama US Treasury. Adapun untuk obligasi AS yang bertenor pendek yakni di bawah 1 tahun, biasa disebut T-Bills.

Mengutip dari cnbcindonesia.com, peningkatan harga dari US Treasury, yang mencerminkan instrumen itu sedang diburu di pasar. Biasanya juga mencerminkan adanya risiko yang meningkat di dunia. Secara umum di pasar efek utang, penguatan harga obligasi akan disertai dengan penurunan tingkat imbal hasil (yield) sehingga pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.

Hukumnya seperti ini, ketika harga naik maka akan menekan yield obligasinya turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan keuntungan yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibandingkan harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Adapun dari awal tahun 2020 ini, harga obligasi pemerintah AS mengalami kenaikan seiring dengan risiko virus COVID-19 yang masih membayangi sampai sekarang. 

Namun, seiring dengan US Treasury, harga obligasi pemerintah negara lain di dunia juga ikut mengalami kenaikan. Baik negara maju maupun negara berkembang ikut menjadi indikator jika risiko di pasar keuangan sedang meninggi. 

Namun, kondisi seperti itu, tidak berlaku dengan obligasi di dalam negeri. Karena ada beberapa faktor, di antaranya faktor kepemilikan investor asing yang besar di pasar surat utang negara (SUN) domestik, serta risiko yang seimbang antara pasar ekuitas dan obligasi di dalam negeri. Atas dasar ini, pergerakan obligasi di dalam negeri lebih sering beriringan dengan pasar saham, tidak berkebalikan seperti di negara lain.

Artikel Terkait