Ajaib.co.id – Bagaimanapun bergejolaknya kondisi perekonomian dunia, kamu jangan pernah menyesal menjadi salah satu dari Generasi Milenial ya.
Meskipun saat ini ekonomi dunia terpuruk akibat pandemi Covid-19, jangan lupakan bahwa periode emasmu ini juga menjadi milestone-nya kebangkitan teknologi digital global.
Manusia belum pernah mengalami keleluasaan akses informasi, transaksi, dan transportasi seperti di masa Generasi Milenial.
Kalau saat ini kamu merasa a bit low, apatis memikirkan masa depan, mungkin kamu perlu memahami lebih lengkap tentang gambaran besar situasinya bersama artikel Ajaib ini, agar bisa lebih jernih merumuskan langkahmu berikutnya.
Generasi Milenial Terpapar 2 Kali Krisis
PSBB telah menjadi garda pertahanan terakhir, namun juga telah mencederai kehidupan para profesional Milenial.
Seperti dilansir oleh Rainesford Stauffer di vox.com pada April 2020 lalu, Institute for Fiscal Studies telah menemukan bahwa di Inggris, seperti juga di Indonesia, mayoritas kalangan Milenial bekerja di sektor-sektor usaha yang operasionalnya terpaksa ditutup.
Saat resesi tahun 2008 terjadi, kamu dan Milenial lain segenerasimu baru saja memulai langkah karir guna merasakan stabilitas ekonomi. Namun setelah perlahan beranjak pulih, di tengah puncak era digitalisasi, malah terkena resesi lagi gara-gara pandemi Covid-19.
Menurut Taylor Jo – Executive Director of the Economic Security Project, Milenial harus menghadapi dua kali krisis ekonomi. Pertama di awal karir. Kedua di puncak karir. Benar-benar merupakan pukulan besar.
Jadienggak heran kalau mayoritas dari kamu jadi BT akut. Masih diperdebatkan apakah sistem ekonomi itu sendirilah yang jadi problem utamanya.
Generasi Milenial kelompok termuda sudah banyak diiming-imingi dengan kesuksesan generasi sebelumnya, dimana gaji akan terus meningkat dan ekonomi akan terus tumbuh sehingga lebih sejahtera dari generasi orang tua mereka, ungkap pakar ekonomi Milenial – Grace Blakely.
Lalu semua optimisme itu terpangkas oleh krisis ekonomi akibat pandemi. Cita-cita punya rumah, keluarga, stabilitas finansial kini jadi mimpi di siang bolong.
Sementara kalangan Milenila yang lebih dewasa, yang mengawali karirnya di tengah krisis ekonomi 2008 dan terjebak dalam jalur tren ekonomi menurun, kini malah berada di situasi yang lebih parah karena tergeser dari fase hidup yang penting bagi potensi penghasilan, berkeluarga, punya anak, menabung dana pensiun ataupun mengurus orang tua.
Semua itu merepresentasikan putusnya kontrak sosial yang menopang kapitalisme. Jika sistem itu tak dapat menjanjikan perbaikan hidup, mengapa masyarakat harus terus mendukungnya?
Penulis dan jurnalis – Paul Mason menegaskan bahwa virus SARS-Cov-2 tidaklah bekerja sendirian dalam menyebabkan krisis penyebab perubahan ini.
Problem yang datang lebih tinggi dari krisis finansial global, dan lebih dulu dari krisis perubahan kemanusiaan lainnya, yaitu kekacauan iklim cuaca! Semuanya jadi kumulatif karena kita tidak mengatasi problem fundamental dari awal.
Profesional Milenial banyak yang stres karena kesulitan membayar tagihan. Punya tabungan dan pekerjaan di industri teknologi yang seharusnya aman pun, setidaknya untuk sekarang, terasa melelahkan. Namun kekhawatiran akan memburuknya dampak ekonomi pandemi membuatnya bertahan.
Ketika resto dan perhotelan paling parah terdampak, pekerjaan kerah putih di perusahaan teknologi, jasa hukum, dan marketing pun terdampak oleh PHK dan perumahan. Ketika sekitar 50% Milenial mencari pekerjaan tambahan di industri hiburan, ironisnya, industri tersebut, independent contractors dan freelancer malah mengalami kehilangan penghasilan.
62% kalangan Milenial bertahan hidup dari slip gaji ke slip gaji berikutnya, dan 62% Milenial enggak punya dana pensiun. Dalam tulisan Annie Lowrey dalam the Atlantic 2019 tertera bahwa penderitaan Milenial akan menyeret ekonomi secara keseluruhan.
Nasib kalangan Milenial dalam hal kesejahteraan akademik maupun jaminan hidup sulit untuk membaik, walaupun sudah memilih bidang keinsinyuran yang berprospek baik ataupun mengambil keputusan cerdas dalam memilih bidang praktek.
Budaya kerja keras dan hiperproduktifitas pun belum tentu dapat membalikkan keadaan ekonomi ini. Dampak ekonomi akibat pandemi ini mengenai semua orang, dan memperdalam kerugian kalangan terlemah.
Beratnya hidup dalam keresahan ekonomi terus-menerus menjadikan Generasi Milenial dijuluki generasi spesialis krisis ekonomi.
Generasi Milenial Lebih Sulit Pulih dari Gen Z
Seperti dilansir oleh sourcingjournal.com, pandemi Covid-19 telah mempengaruhi generasi Milenial dan Gen Z secara berbeda. Meski juga mengalami PHK, perumahan, dan lenyapnya kesempatan kerja magang berbayar, kalangan Gen-Z dewasa yang berusia 23 tahunan lebih bersikap optimis daripada Milenial dalam menghadapi relaksasi PSBB.
Menurut Adweek, Gen-Z menunjukkan semangat untuk kembali ke kebiasaan shopping seperti biasa, terutama untuk produk pakaian, dan perawatan kecantikan, sedangkan Milenial berfokus pada produk bayi.
Solusi Bagi Generasi Milenial Paska Pandemi
Pertanyaan terbesarnya adalah: model ekonomi apakah yang harus dibangun agar survive melewati krisis ini?
Seperti dilansir oleh Alexander Morgan di euronews.com pada April lalu, meskipun pandemi ini telah menonjolkan kegagalan dari sistem ekonomi saat ini, masih banyak pendapat yang percaya bahwa kita perlu mereformasinya, bukan membuangnya.
Kapitalisme sudah pernah berkali-kali dinyatakan mati, namun tak ada minat untuk melakukan revolusi. Bentrokan antara kapitalisme dan sosialisme tidak berhasil baik.
Philanthropist dan miliuner John Caudwell juga sependapat bahwa meski ekonomi memang terpukul secara kolosal, pasti sistem kapitalisme lagi yang akan memulihkan kondisi dunia, memungkinkan orang bekerja dan menciptakan lapangan kerja kembali.
Ini adalah saatnya bagi pebisnis dan kalangan berpunya untuk membayar pajak dengan benar, bukannya malah ngakalin untuk menguranginya atau bahkan menggelapkannya. Saat ini tak perlu pergi ke tax havens dan mengambil jatah uang milik anggota masyarakat termiskin.
Pengaruh pandemi bisa bulanan, bisa tahunan. Apapun keyakinan kamu, new normal harus diterima dengan lapang dada. Bagaimanapun, sebagai Generasi Milenial kamu adalah harapan dunia untuk memulihkan kembali ekonominya.
Jadi, BT dan lelah sejenak itu wajar, tapi jangan sampai lupa untuk kembali melangkah ke depan, demi melanjutkan usahamu ya. Tetap semangat!
Terus jugalah semangat dalam mengembangkan kinerja portfolio investasi demi kebebasan finasialmu di masa depan, dengan memilih platform investasi yang berintegritas seperti Ajaib, yang memungkinkan investasi saham dan reksa dana sekaligus dalam 1 aplikasi, biaya beli saham s/d 50% lebih murah, dan daftar 100% online tanpa biaya minimum.
Ajaib adalah pilihan super smart bagi investor Milenial karena terdaftar resmi dan diawasi oleh OJK juga IDX, serta mendapat penghargaan dari Asia Forbes, Fintechnew Singapore, Dunia Fintech dan Top 10 Startups from Y Combinators TechCrunch.