Ajaib.co.id – Pandemi Covid-19 masih terus berlangsung sampai sekarang. Hingga kini, sebagian besar perusahaan atau organisasi pun masih menerapkan kebijakan bekerja dari rumah (work from home) kepada para pegawainya guna meminimalkan risiko tertular Covid-19. Awalnya, WFH disambut suka cita oleh para pegawai. Tapi, awas, WFH juga bisa memunculkan burn out syndrome.
Apa yang dimaksud dengan burn out syndrome? Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyatakan, burn out syndrome adalah kondisi stres kronis akibat pekerjaan yang ditandai dengan rasa lelah, kesal dengan pekerjaan, dan merasakan ketidakpuasan.
Burn out syndrome tak hanya dirasakan secara fisik, namun juga emosional. Jadi, jangan anggap sepele sindrom yang satu ini. Buktinya, WHO bahkan menetapkan burn out syndrome sebagai salah satu kondisi stres kronis.
Bekerja di rumah tidak atau WFH tak selamanya berjalan mulus atau mudah bagi yang menjalankannya. Kondisi WFH bisa semakin rumit karena kamu juga dituntut untuk membatasi berbagai aktivitas di luar rumah. Suka cita yang di awal pemberlakuan WFH lambat laun bisa terkikis dan berujung pada burn out syndrome.
Psikolog Ikhsan Bella Persada, M.Psi menyatakan, orang yang mengalami burn out memang sedari awal sudah merasa stres saat harus bekerja di rumah. Tambah lagi, mereka juga tidak boleh ke mana-mana karena banyak aktivitasnya yang terbatas. “Jadinya, stres berkepanjangan dan akhirnya jadi burn out,” ujarnya.
Penyebab Burn Out Syndrome
Lantas, apa yang sebenarnya menjadi penyebab burn out syndrome? Belum ada kepastian mengenai hal ini. Sejumlah ahli menyebutkan, kondisi psikologis lain, seperti depresi, melatarbelakangi terjadinya stres akibat pekerjaan. Namun, sejumlah penelitian menyatakan pekerjaan tidak memiliki keterkaitan dengan munculnya burn out syndrome.
Meski belum ada kepastian, sejumlah kemungkinan dianggap menjadi penyebab burn out syndrome, yaitu
· Bayangan terhadap pekerjaan yang tidak jelas karena minimnya koordinasi dengan rekan kerja, atasan, atau bagian lain di perusahaan
· Suasana tempat kerja yang tidak kondusif, seperti bullying di kantor
· Rincian pekerjaan yang monoton atau bahkan terlalu dinamis
· Minimnya dukungan sosial karena terlalu lama dalam keadaan ‘terisolasi’ di rumah
· Load pekerjaan terlampau banyak sehingga membuat kehidupan kamu tidak seimbang
Gejala Kondisi Burn Out
Sebuah penelitian mengungkapkan, ada beberapa gejala seseorang mengalami burn out syndrome. Salah satunya adalah cepat merasa lelah. Secara fisik, seseorang yang menjalani WFH mungkin tidak memiliki masalah. Tapi, belum tentu dengan kondisi psikisnya.
Seseorang kerap kali merasa lemas dan lelah secara emosional, kehabisan energi, atau merasa buntu saat mengatasi masalah kerja. Terkadang, kondisi psikis yang terganggu tersebut juga disertai dengan masalah fisik, seperti sakit perut atau masalah pencernaan.
Gejala lainnya dari penderita burn out syndrome adalah memiliki perasaan negatif (sinisme) terkait dengan pekerjaan. Orang yang mengalami burn out syndrome biasanya merasa bahwa pekerjaannya amat banyak sehingga membuat stres dan frustasi. Akibatnya, ia menjadi tidak peduli pada lingkungan dan rekan kerjanya. Di sisi yang sama, biasanya ia juga merasa bahwa dirinya sudah muak dengan pekerjaannya
Bila dibiarkan, dampak kondisi burn out syndrome dapat merembet ke banyak hal. Tambah pula, stres yang berkepanjangan juga bisa membuat penderita burn out syndrome rentan terkena penyakit fisik, misalnya demam dan flu.
Dampak lainnya yang bisa timbul dari burn out syndrome antara lain produktivitas kerja menurun, merasa cemas berlebih untuk berbuat lebih banyak, terlalu memforsir kerja lewat dari batas jumlah kerja produktif, merasa hidup begitu berat atau penuh tekanan, menarik diri dari pergaulan, dan tidak antusias dalam melakukan pekerjaan.
Cara Mengatasinya
WFH memang bisa berpotensi meningkatkan risiko burn out syndrome. Namun, kamu bisa mencegahnya terjadi pada diri sendiri. Sejumlah tips berikut ini dapat kamu coba guna mencegah burn out syndrome.
Ubah pola pikir
Hal pertama yang kamu harus lakukan adalah mengubah pola pikir dari yang biasanya bekerja di kantor menjadi WFH. Kamu harus memaklumi kalau bekerja di rumah sulit semaksimal di kantor. Jika di rumah, misalnya, koordinasi akan lebih sulit atau berjalan lebih lambat sehingga pekerjaan bisa saja terasa lebih berat.
Pada awalnya, kamu mungkin belum terbiasa dengan pola kerja WFH. Tapi, lambat laun kamu akan dan harus terbiasa dengan pola kerja WFH. Di sini, diperlukan kecepatan beradaptasi terhadap kebiasaan baru.
Buat perencanaan kerja yang jelas
Bekerja dari rumah juga memiliki berbagai tantangan lain, misalnya kurangnya koordinasi atau lemahnya pengawasan dari atasan. Maka, penting untuk membuat perencanaan kerja yang jelas dan terstruktur.
Misalnya kamu dapat memulai kerja di jam tertentu tiap harinya. Jika waktunya istirahat, kamu mesti menghentikan pekerjaan untuk sementara waktu. Jika jam kerja sudah memenuhi target dalam sehari, segeralah berhenti. Ini dilakukan agar kamu tidak mengalami burn out syndrome.
Menentukan batasan jam bekerja
Jangan memforsir diri dalam bekerja sehari-harinya. Kamu bisa membuat batasan jam kerja dalam satu hari. Usahakan tidak melewati jumlah jam kerja efektif yang berlaku di perusahaan atau tempat kamu bekerja.
Lakukan aktivitas positif lainnya
Kalau pekerjaan kamu sudah selesai, kamu bisa melakukan aktivitas lain yang juga positif atau menyenangkan agar kesehatan fisik dan mental kamu tetap terjaga, contohnya olahraga ringan di rumah.
Komunikasi terbuka
Risiko burn out syndrome bisa melonjak sangat tinggi jika kamu mengalami banyak kendala atau gangguan saat harus bekerja di rumah. Maka, komunikasikan dengan anggota keluarga lainnya bila kamu menemui hambatan tersebut. Tujuannya agar kamu bisa fokus bekerja.