Analisis Saham

Bedah Saham PPRO – Mencoba Perbesar Pendapatan Berulang

Sumber: PPRO

Ajaib.co.id – PT Properti Tbk (kode saham PPRO) adalah anak usaha dari PTPP, salah satu BUMN karya, yang fokus pada pembangunan properti. Kini perseroan sedang bercita-cita untuk meningkatkan pendapatan berulangnya dengan membangun hotel di Lombok menyambut motoGP.

Dengan didukungnya sektor properti oleh pemerintah semestinya PPRO juga bisa membaik kinerjanya. Berikut bedah saham PPRO.

Profil Emiten

PPRO adalah anak usaha dari PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP), salah satu perusahaan konstruksi terintegrasi terbesar di Indonesia. Pada tahun 1991, PTPP, yang sebelumnya hanya bergerak di usaha konstruksi dan sektor pendukungnya, mulai mengerjakan proyek real estate-nya sendiri.

Pada 12 Desember 2013, PPRO resmi didirikan untuk menangani bisnis developer properti milik PTPP. Dan melakukan penawaran saham perdana di papan utama bursa pada tanggal 19 Mei 2015.

Kini PP Properti Tbk (PPRO) berfokus pada bidang pengembangan properti dengan tiga segmen bisnis yaitu: komersial, perumahan dan perhotelan.

Portofolio proyeknya tersebar di berbagai daerah di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bogor, Bandung dan Semarang. Diantaranya adalah Grand Kamala Lagoon, Paladian Park, Pavilion Permata 1, Pavilion Permata 2, Gunung Putri Square, Laguna Grand Sungkono, Payon Amartha, Park Hotel dan Kota Kaza.

Dengan jumlah saham beredar sebanyak 61.675.671.883 lembar di harga Rp 150 maka kapitalisasi pasar PPRO adalah sebesar Rp. 4,93 Triliun.

PTPP sebagai induk usaha memiliki 64,95 persen dari seluruh saham PPRO, pemegang saham lainnya yang memiliki nilai signifikan di atas 5 persen adalah  PT Asuransi Jiwasraya (persero) yang memiliki 8,51 persen, lalu ada PT Asabri (persero) pengelola Dana Pensiun Polri dengan kepemilikan sebanyak 5,33 persen. Sisanya sebanyak 21,21 persen dipegang oleh Masyarakat.

Review Kinerja

Tahun 2020 adalah tahun yang sulit bagi semua emiten developer properti tak terkecuali anak usaha dari PTPP ini. Pendapatan emiten di akhir tahun 2020 turun 20 persen menjadi Rp 2,07 triliun, sebelumnya per tahun buku 2019 pendapatan yang dibukukan adalah Rp 2,51 triliun.

Meski pendapatan hanya turun 20 persen saja namun berbagai beban membuat emiten mesti membukukan laba yang nilainya kurang dari setengah dari yang sebelumnya dicapai. Di tahun 2020 laba bersih yang diperoleh adalah sebesar Rp 106,37 miliar sedangkan di tahun 2019 nilainya Rp 247,27 miliar.

Adapun total aset turun menjadi Rp 18,58 triliun dari Rp 19,58 triliun di tahun sebelumnya. Turunnya aset rupanya juga diikuti liabilitas yang meningkat dan menghasilkan penurunan ekuitas menjadi hanya Rp 4,54 triliun. Sebelumnya ekuitas PPRO di tahun 2019 adalah sebesar Rp 6,12 triliun.

Mungkin kamu merasa wajar saja terjadi penurunan kinerja, ternyata penurunan kinerja ini telah dialami emiten sejak 2017. Berikut data yang berhasil dihimpun sejak emiten melantai di bursa tahun 2015:

Kamu bisa lihat bahwa pendapatan yang berhasil diraih emiten meningkat antara tahun 2015 ke 2017. Namun kemudian melemah setiap tahunnya sejak 2017 menjadi hanya Rp 2,07 triliun saja di tahun 2020. Demikian dengan laba bersih yang turun sejak 2018 menjadi hanya Rp 106,37 miliar di tahun 2020.

Pertumbuhan rata-rata tahunan (CAGR) pendapatan sejak 2015 adalah 6,63 persen. Sedangkan CAGR laba bersih sejak 2015 minus 18,74 persen per tahunnya.

PPRO telah melantai di bursa sejak 2015, performa sempat naik hingga tahun 2017 namun melemah sejak saat itu. Baik dalam hal marketing maupun pengelolaan efisiensi beban, PPRO bermasalah dalam keduanya sejak tahun 2017.

Penelusuran tentang penjelasan emiten terkait kinerja telah menuntun kepada tanya-jawab di Public Expose tahun 2018 hingga 2020. Emiten sendiri mengatakan bahwa masalah yang dialami PPRO adalah masalah umum yang dihadapi perusahaan properti.

Jadi perolehan pendapatan serta laba perseroan memang cenderung tidak stabil dari tahun ke tahun karena perseroan sempat kehabisan unit-unit properti untuk dijual, sementara proyek properti selanjutnya masih belum siap jual karena masih dalam tahap konstruksi atau perencanaan.

Berikut kinerja yang dibukukan sejak 2017 hingga tahun 2020:

Jadi sejak 2017 total pendapatan emiten turun dengan CGAR minus 6,44 persen per tahunnya. Demikian pula dengan laba bersih dan ekuitas yang masing-masing turun dengan CAGR minus 30 persen dan 2,36 persen.

Di sisi lain total aset meningkat dengan pertumbuhan tahunan rata-rata (CAGR) sebanyak 10,30 persen per tahun. Adapun pertumbuhan total aset diiringi pertumbuhan liabilitas sebesar 16,75 persen CAGR.

Pertumbuhan aset yang diiringi pertumbuhan liabilitas menandakan bahwa pertambahan aset adalah hasil dari berutang. Sebagai informasi lahan mentah alias Landbank yang dimiliki PPRO saat ini adalah sekitar 300Ha yang tersebar di beberapa daerah dengan mayoritas berada  di  Pulau  Jawa. 

Lokasi lahan terbesar berada di Majalengka,Kawasan Bandara Kertajatisekitar  130Ha  dan lainnya  tersebar diPekanbaru,  Jawa  Barat, Bodetabek,Surabaya, Bali dan Lombok.

Pembangunan lahan yang diolah menjadi unit properti memang memakan biaya oleh karenanya emiten membutuhkan pendanaan untuk itu. Karena operasionalnya turun banyak alhasil emiten mesti menambah tumpukan utangnya menjadikan liabilitas membengkak menjadi Rp 14 triliun di akhir tahun 2020.

Saat ini emiten menyatakan bahwa mereka sedang berupaya untuk memiliki sumber pendapatan yang berulang (recurring income), misalnya dari sewa hotel, mall, dan kantor. Saat ini nilai recurring income yang dimiliki PPRO masih tergolong sangat kecil dibandingkan dengan pendapatan dari penjualan unit-unit real estate miliknya.

Porsi recurring income PPRO saat ini baru sekitar 7 % dari total pendapatan perusahaan dan di tahun 2021 diharapkan menjadi sekitar 10% dengan dibukanya hotel di Lombok dan mall di Surabaya. PPRO juga mengincar kenaikan porsi recurring income 3-4 tahun ke depan akan menuju ke angka sekitar 20%.

Belanja modal digunakan untuk menyelesaikan pembangunan hotel di Lombok menyambut pagelaran motoGP di tahun 2021.

Rasio

Di atas adalah rasio profitabilitas dan solvabilitas emiten. Diketahui marjin laba bersih emiten terus melemah dari 18,44 persen di 2018 menjadi hanya 5,13 persen saja. ROA dan ROE pun demikian terus melemah dari tahun ke tahun hingga menjadi tipis sekali.

Di sisi lain rasio utang per ekuitas (DER) emiten menguat menjadi 309 persen di tahun 2020, padahal di tahun 2017 masih berada di 151 persen saja.

Berikut valuasi emiten dengan jumlah saham beredar sebanyak 61.675.671.883 lembar:

Dengan jumlah saham beredar yang sama, nilai buku per saham dari PPRO turun menjadi hanya Rp 73,67 saja. Hal ini bisa dimengerti karena liabilitas emiten terus meningkat. Namun harga saham PPRO yang ditransaksikan saat ini juga tak kalah kompetitif dan membuat harga saham per nilai bukunya turun menjadi 1,05x saja.

Di sisi lain laba per saham (EPS) juga turun ke Rp1,72, di harga Rp77 per saham maka PER nya saat ini adalah 44,64x. Secara valuasi nilai ini cukup mahal dan kurang menarik.

Dividen

Dividen (Rp) Div Payout Ratio
2017 1,29 21,78%
2018 1,44 19,97%
2019 3,06 40,05%
2020 0,56 13,97%

Sebagai anak usaha PTPP, PPRO rutin membagikan dividen sama seperti induknya. Hanya saja besar dividen yang dibagikan semakin lama semakin sedikit. Terakhir di tahun 2020 dividen yang dibagikan setara dengan 13,97 persen laba bersih yang didapat emiten di tahun 2019. Dividen tunai yang dibagikan per lembar saham adalah sebesar Rp 0,56 saja.

Prospek

Mengutip Fitch Ratings, lembaga pemeringkat tersebut telah menurunkan peringkat surat uang PPRO menjadi BBB- dari yang sebelumnya BBB+, hal ini lantaran arus kas operasional PPRO masih negatif. Untung jangka menengah perusahaan terlihat masih bergantung pada utang untuk mendanai kegiatan operasionalnya. 

Pengumpulan dana uang muka akan membuat arus kas membaik, vaksinasi telah memberi harapan kepada calon pembeli baru. Marketing sales hingga November 2020 sudah mencapai Rp 700 miliar.

Saat ini emiten mengaku telah menyelesaikan beberapa proyek unggulan di akhir 2020 yaitu Grand Kamala Lagoon  (GKL), lalu  Grand  Sungkono  Lagoon (GSL) di Surabaya, serta student premium apartment yang bebas narkoba di Begawan Malang, Evenciio Margonda, dan The Alton Semarang.

Proyek yang sedang dipasarkan adalah proyek Ma-Zhoji dan respon market cukup baik karena student apartment tetap diminati karena menjadi gaya hidup dengan privasi yang terjaga baik. Dengan memiliki beberapa unit yang siap jual maka PPRO punya cukup banyak stok untuk mengantisipasi kenaikan permintaan menyambut 2021.

Sejauh ini tingkat hunian highrise building daerah Surabaya lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya dengan rata-rata tingkat hunian sekitar 60%.

Strategi emiten menyambut tahun 2021 adalah dengan menambah pembangunan landed house alias rumah tapak di daerah Semarang dan Bandung. Hal ini dikarenakan permintaan akan rumah tapak di atas tanah sedang nge-tren sejak tahun 2020.

Saat ini PPRO fokus melakukan proses serah terima unit dari 7 proyek kepada konsumen yang akan berkontribusi untuk meningkatan kinerja. Selain itu, ppro melakukan remodelling beberapa produk highrise yang sesuai dengan keinginan konsumen.

Kesimpulan

PPRO adalah anak usaha dari PTPP yang khusus beraktivitas dalam kegiatan usaha property developing. Sejak 2017 pendapatan dan laba bersih emiten turun dikarenakan emiten sempat mengalami kehabisan stok real estate untuk dijual sedangkan properti yang sedang digarap belum selesai konstruksi. Oleh karena itu emiten bercita-cita untuk memiliki pendapatan berulang.

Saat ini pendapatan berulang baru sekitar 7 persen saja dari total pendapatan. Emiten berharap bisa meningkatkan pendapatan berulangnya dari mall di Surabaya dan dari pembangunan hotelnya di Lombok menyambut hajatan motoGP di pertengahan 2021. Belanja modal perseroan saat ini difokuskan pada pembangunan hotel di Lombok saja.

Fitch Ratings menetapkan penurunan peringat surat utang PPRO menjadi BBB- lantaran arus kasnya yang negatif diiringi peningkatan dari sisi utang. PPRO sendiri masih optimis karena target pembelinya adalah kelas menengah ke atas.

Manajemen merasa yakin bahwa meski ekonomi melambat namun Pemerintah banyak menerapkan kebijakan ekonomi untuk kembali membuatnya melaju kencang, dan salah satu sektor yang menerima banyak perhatian adalah sektor properti. Dan sektor properti itu sendiri masih tumbuh seiring dengan pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah.

Di akhir tahun 2020 diketahui beberapa proyek telah selesai digarap termasuk pembangunan hotelnya di Lombok. Dengan proyek-proyeknya yang siap jual dan didukung pemerintah tentu PPRO bisa saja menjadi menarik. 

Dengan PER di angka 44x maka emiten terbilang belum terlihat menarik untuk saat ini. Namun apabila emiten bisa membukukan kinerja yang lebih baik lagi dengan EPS yang lebih besar maka saham PPRO tentu kelak bisa masuk daftar pantau kamu.

Disclaimer: Tulisan ini berdasarkan riset dan opini pribadi. Bukan rekomendasi investasi dari Ajaib. Setiap keputusan investasi dan trading merupakan tanggung jawab masing-masing individu yang membuat keputusan tersebut. Harap berinvestasi sesuai profil risiko pribadi.

Artikel Terkait