Ajaib.co.id – Tidak dapat dipungkiri, seluruh instrumen investasi memiliki risikonya masing-masing, dari yang paling rendah seperti deposito bahkan berpotensi membuat nilai tabungan kamu berkurang karena inflasi hingga saham dengan fluktualitasnya yang tinggi. Terdapat berbagai metode untuk meminimalkan risiko investasi, salah satunya alokasi aset atau dikenal dengan diversifikasi. Singkatnya, investor perlu menyebarkan asetnya di sektor yang berbeda, sehingga jika salah satu sektor mengalami kerugian, sektor lain bisa meminimalkan kerugian tersebut.
Apa yang terjadi jika kamu tidak melakukan diversifikasi? Bayangkan, pada akhir tahun 1990an kamu mengklaim dirimu sebagai seorang yang ahli di bidang teknologi, kamu bekerja di industri teknologi, kamu membangun karir dari bawah dari industri teknologi, kamu tahu teknologi memiliki pengaruh besar di kehidupan manusia di masa yang akan datang, dan kamu percaya bahwa masa depan adalah milik teknologi. Ketika memiliki peluang investasi, industri apa yang akan kamu pilih? Teknologi.
Hampir kebanyakan orang melakukan hal yang sama dan mendadak kaya raya karena menginvestasikan uangnya ke saham teknologi, tetapi semua berubah di akhir tahun 2000an yang menandakan akhir puncak dari saham teknologi, yang dikenal dengan fenomena dot.com atau bubble tech. Nilai sejumlah saham teknologi terjun bebas dan banyak investor yang tidak menyadari hal tersebut, mereka hanya terkejut dan menyaksikan uang tabungan mereka hilang tanpa sisa.
Hal yang sama juga terjadi pada krisis finansial 2008. Saat itu popularitas pasar properti di Amerika Serikat meningkat tajam sejalan dengan meningkatnya masyarakat Amerika Serikat yang meminjam uang untuk mencicil rumah. Surat pinjaman tersebut kemudian dikemas menjadi produk investasi dan hampir semua orang tertarik untuk membelinya, karena tidak ada yang tidak pernah membayar cicilan rumah, sekalipun gagal bayar, bank masih memiliki rumah tersebut sebagai investasi.
Namun, semuanya berubah ketika pihak bank investasi memberikan pinjaman ke individu dengan skor kredit yang buruk untuk mencicil rumah yang saat itu suku bunganya rendah. Namun, ketika The Fed menaikkan suku bunga, mereka yang memiliki skor kredit buruk terpaksa gagal bayar, banyak rumah yang kosong dan tidak laku dijual. Investor yang dijanjikan imbal hasil yang tinggi hanya bisa gigit jari karena kehilangan uangnya dalam sekejap.
Fenomena bubble seperti ini akan selalu ada karena kehadiran spekulan yang memanfaatkan suatu momentum. Namun, jika bubble tersebut meledak, investor yang berinvestasi di sektor tersebut yang paling mengalami kerugian. Agar kamu tidak mengalami hal yang sama, berikut langkah-langkah untuk alokasi aset yang tepat guna meminimalkan kerugian di semua instrumen investasi.
Menyebarkan Aset Kekayaan
Alokasi aset adalah tentang menyebarkan portofolio investasi di instrumen yang berbeda-beda, mulai dari saham, obligasi, uang tunai, atau emas. Ini adalah metode dasar untuk melindungi kamu dari risiko kehilangan uang dengan jumlah yang lebih banyak. Sementara untuk investor yang memiliki perhatian terhadap lingkungan sosial, distribusi aset dengan berinvestasi ke masyarakat bisa menjadi keputusan yang tepat untuk diversifikasi.
Lalu, bagaimana cara investor melakukan diversifikasi? Mengalokasikan aset sesuai kategorinya masing-masing tergantung kondisi keuangan dan target finansial. Sebagai investor, kamu perlu menanyakan dua hal: berapa jangka waktu yang kamu butuhkan untuk investasi dan seberapa tinggi risiko kerugian yang bisa kamu terima.
Jangka Waktu
Apa target finansial dari investasi tersebut? Kebebasan finansial di masa pensiun? Biaya untuk melanjutkan studi S2? Atau membeli rumah? Maka jumlah kebutuhan dari bulan atau tahun target finansial kamu adalah jangka waktu untuk berinvestasi. Jika kamu ingin investasi untuk masa pensiun, artinya kamu akan investasi untuk jangka panjang, lebih dari 10 tahun, atau jika kamu ingin melanjutkan S2 atau membeli rumah, maka kamu akan berinvestasi di jangka waktu menengah, sekitar 3 hingga lima tahun.
Semakin besar risiko yang bisa kamu terima, semakin tinggi potensi keuntungan yang akan kamu dapatkan di kemudian hari. Misalnya, investasi saham untuk jangka waktu yang panjang sejak dini akan menghasilkan keuntungan yang berlipat-lipat ketika memasuki usia pensiun nanti. Jika target finansialmu untuk jangka pendek (di bawah tiga tahun) pertimbangkan untuk berinvestasi di instrumen investasi yang risikonya rendah.
Toleransi Risiko
Agar memudahkan kamu sebagai investor dalam alokasi aset, penting bagi kamu untuk mengetahui jenis investor. Terdapat tiga jenis investor berdasarkan toleransi risikonya, konservatif, moderat, dan agresif. Investor agresif cenderung mampu menerima kerugian dan kehilangan uang dalam jumlah yang besar demi mendapatkan return yang tinggi. Mereka adalah investor yang biasanya berinvestasi di instrumen investasi saham atau reksa dana saham.
Berbeda dengan investor konservatif. Umumnya, mereka adalah investor yang toleransi risikonya paling rendah dan lebih memilih berinvestasi di instrumen investasi yang menjamin keuntungan dengan risiko sekecil mungkin, Instrumen investasi yang cocok untuk investor konservatif adalah obligasi pasar uang atau deposito berjangka.
Jika kamu ingin alokasi aset investasi untuk meminimalkan risiko, penting untuk mengisi portofolio dengan instrumen investasi yang berbeda-beda. Misalnya, jika kamu investor dengan tipe moderat, kamu bisa mengisi portofolio dengan 50% obligasi, 35% pasar uang atau deposito, dan 15% di saham. Namun, jika kamu tipe investor agresif, porsi saham bisa kamu buat di angka 60%, 35% obligasi, dan 15% deposito.
Jika dirangkum secara keseluruhan, untuk melakukan alokasi aset kamu harus menentukan jangka waktu investasi dan profil risiko yang nantinya akan menentukan tipe investor kamu. Selanjutnya, baru kamu bisa melakukan diversifikasi sesuai batas risiko.
Sumber: Spreading Your Risk Through Asset Allocation, dengan perubahan seperlunya.