Dunia Kerja

Senioritas Adalah Tantangan, Hadapi dengan Cara Ini!

Ajaib.co.id – Senioritas di sejumlah perusahaan atau organisasi masih lazim ditemui. Senioritas bisa berdampak negatif terhadap kerja sama tim. Namun, hal ini bisa dihindari dengan menerapkan sejumlah cara, terutama bagi yang merasa tertekan dengan senioritas di tempat kerjanya. Senioritas adalah lamanya waktu seorang individu yang bekerja dalam sebuah perusahaan atau organisasi.

Jadi, senioritas tak selalu berdasarkan usia seorang karyawan. Bisa saja karyawan yang berusia lebih muda merasa lebih ‘senior’ dibandingkan lainnya karena karyawan tersebut lebih dulu bekerja di perusahaan yang sama dengan rekan-rekan kerjanya.

Senioritas bisa berimplikasi pada berbagai hal, misalnya suasana kerja yang tak harmonis, kinerja rendah dan sebagainya. Bagi ‘junior’, senioritas bahkan bisa membuatnya untuk segera hengkang dari tempat kerjanya. Memang, senioritas bukanlah perkara sepele dalam sebuah organisasi.

Cara Menghadapi Senioritas Adalah Sebagai Berikut

Namun, senioritas bukan berarti tidak bisa diatasi. ‘Junior’ bisa mencoba sejumlah cara berikut ini untuk menghadapi senioritas di tempat kerjanya.

1. Menjalin komunikasi yang baik

Komunikasi adalah kunci terbaik untuk menghadapi senioritas. Jalinlah komunikasi secara intens dengan karyawan yang lebih ‘senior’. Tidak semua karyawan yang merasa ‘senior’ memiliki tujuan buruk.

Ia, misalnya, justru ingin ‘menggembleng’ para ‘junior’ agar bisa menjadi karyawan yang tangguh melalui sikapnya yang terkesan ‘keras’.

Menyapa adalah permulaan yang baik untuk menjalin komunikasi secara intens. Tetaplah berusaha menjalin komunikasi sampai ‘senior’ tampak mulai membuka diri. Namun, menjalin komunikasi intens juga harus memperhatikan timing.

Hindari, contohnya, menghubungi ‘senior’ saat di luar jam kantor atau akhir pekan untuk hal-hal yang kurang penting. Singkatnya, komunikasi yang terjalin dengan baik akan mempercepat penerimaan di lingkungan kerja. Terlebih bila ‘junior’ tersebut tergolong ‘anak baru’.

2. Pandai beradaptasi

Kemampuan adaptasi adalah salah satu soft skill yang tidak bisa dipelajari di bangku pendidikan formal. Kemampuan ini justru bisa terasah di tempat lain, seperti lingkungan pergaulan ataupun lingkungan kerja. Kemampuan beradaptasi inilah yang penting dalam menghadapi senioritas di tempat kerja.

Bila ‘junior’ merupakan ‘anak baru’ di sebuah perusahaan, ia tentu belum begitu mengenal lingkungan kerjanya. Seperti apa budaya perusahaan yang terbentuk?

Bagaimana seharusnya berkomunikasi dengan atasan? Apakah harus senantiasa bersikap formal atau bisa menyelipkan kata-kata informal saat berkomunikasi? Bagaimana aturan-aturan yang ada, baik secara tertulis maupun yang tidak tertulis?

Jawaban-jawaban dari berbagai pertanyaan tersebut harus diketahui terlebih dahulu untuk membantu adaptasi si ‘junior’.

Jika ia telah mengumpulkan cukup banyak informasi di lingkungan kerja barunya, ia akan lebih mudah menyesuaikan dirinya. Hal inilah yang kemudian dapat mempercepat adaptasi dirinya di tempat kerjanya yang baru.

Tak kalah penting dalam adaptasi ini adalah sikap easy going. Easy going di sini bukan berarti menganggap enteng isu senioritas di tempat kerja.

Namun, easy going dalam konteks ini adalah jangan menganggap semua ‘senior’ adalah ‘serigala’ yang siap ‘menerkam’, terlebih bila si ‘junior’ berbuat kesalahan.

Anggaplah para ‘senior’ adalah teman-teman baru untuk menambah pengetahuan dan pengalaman di tempat kerja.

3. Hindari konfrontasi

Setiap orang pastinya tidak sama dalam memandang sesuatu, bersikap, berperilaku dan sebagainya. Seorang ‘junior’ bisa saja menunjukkan ketidaksukaannya secara terang-terangan terhadap kondisi di lingkungan kerjanya yang senior sentris.

Namun, alangkah baiknya mengungkapkan perasaan tersebut dengan elegan. Hindari menggunakan kata-kata kasar atau yang bisa menyinggung perasaan.

Kata-kata seperti itu bisa menyulut konfrontasi di tempat kerja. Ada kalanya ditemui ‘senior’ yang enggan mendengarkan pendapat orang lain.

Sebaiknya, jangan mengarahkan diskusi menjadi ‘debat kusir’ yang tak memiliki akhir. Pendapat atau kritik hendaknya disampaikan tanpa terkesan menggurui.

Memiliki pengetahuan atau gelar pendidikan yang lebih tinggi bukan berarti boleh bersikap arogan.

Cara ‘junior’ dalam menangani suatu isu secara elegan dan santun perlahan dapat menumbuhkan respect pada diri ‘senior’.

4. Berikan pengakuan 

Jangan sungkan untuk mengakui kinerja para ‘senior’. Alifarqi (2019) menyatakan, biasanya senioritas muncul karena timbulnya rasa tidak percaya diri, ketakutan, atau ancaman terhadap kehadiran orang baru.

Rasa tidak percaya diri, ketakutan, atau ancaman tersebut dipicu oleh perbedaan tingkat pendidikan maupun kompetensi. Padahal, hubungan antarkaryawan bukanlah semata-mata persaingan individu.

Memang, persaingan akan tetap ada untuk mengukur kinerja atau performa individu.

Namun, ada tujuan yang lebih besar, yakni tujuan perusahaan itu sendiri. Pengakuan bisa meningkatkan hubungan positif. Dengan begitu, produktivitas niscaya akan turut terdongkrak pula.

Jadi, memberikan pengakuan kepada ‘senior’ akan dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri mereka dan sekaligus menjauhkan pikiran negatif mengenai persaingan. Pengakuan di sini juga tidak melulu berupa pujian.

Pengakuan juga bisa berupa permintaan saran seputar pekerjaan. Ketika ‘senior’ dimintai sarannya, ia merasa lebih dihargai dan dibutuhkan.

Timbal baliknya, ‘senior’ tersebut dapat bersikap mengayomi alias banyak membantu. Namun, perlu diingat, pengakuan ini bukan merupakan upaya untuk ‘mencari muka’ dengan ‘senior’. Apalagi bila ‘senior’ tersebut adalah atasan langsung.

Dengan pengalaman kerja yang biasanya lebih banyak, ‘senior’ akan lebih peka terhadap upaya-upaya untuk menarik perhatiannya di luar konteks kinerja yang dilakukan oleh bawahannya.  

5. Tunjukkan kemampuan

Kemampuan dan kinerja yang baik adalah tools terbaik untuk membuat ‘senior’ terkesan. Dengan kemampuan dan kinerja yang telah terbukti, ‘senior’ tidak akan lagi meremehkan si ‘juior’. Memang, hal ini bisa menimbulkan percik-percik persaingan.

Namun, persaingan yang sehat pada tingkat tertentu justru akan menambah motivasi. Motivasi yang meningkat akan mendukung perbaikan kinerja karyawan yang selanjutnya akan mendorong produktivitas kerja mereka. 

Artikel Terkait