Banking

Salah Strategi Pemprov Banten Terhadap Bank Pundi

Sumber: Bank Banten

Ajaib.co.id – Sepertinya ada yang salah dari langkah Pemprov Banten terhadap Bank Pundi. Hal ini bisa dilihat dari nasib Bank Pembangunan Daerah (BPD) Banten yang kini sudah di ujung tanduk. Setelah kinerjanya tidak kunjung membaik setidaknya dalam kurun waktu 5 tahun ke belakang. 

Bank Banten merupakan bank hasil akuisisi Pemerintah Provinsi Banten terhadap Bank Pundi Indonesia Tbk. pada tahun 2013 lalu. Sayangnya setelah berubah nama menjadi Bank Banten, kinerjanya selalu saja negatif dan tetap di bawah standar. 

Bahkan sejak rampung akuisisi pada tahun 2016 lalu, Bank Banten terus saja mengalami kerugian. Yang paling baru, pada tahun 2019 kemarin, Bank Banten menderita kerugian total mencapai Rp157,56 miliar. 

Upaya Penyelamatan Bank Banten

Kerugian yang dialami oleh Bank Banten diikuti dengan terus merosotnya kemampuan permodalan. Terhitung sejak tahun 2018, rasio permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR)Bank Pembangunan Daerah Banten ini konsisten menurun dari 10,04% menjadi 9,01% per akhir 2019. 

Rasio permodalan mencapai 9% seperti ini menandakan ada yang salah dengan Bank Banten. Seperti yang sudah diketahui bersama, semakin kecil rasio CAR sebuah bank, maka semakin besar pula pertanyaan yang menyertai ihwal kemampuan lembaga keuangan tersebut dalam menjamin risiko-risiko yang akan timbul. 

Melihat kondisi Bank Banten yang terus memburuk, Pemprov Banten pun sebenarnya tidak tinggal diam. Berbagai upaya penyelamatan Bank Banten pun terus dilakukan. Termasuk salah satunya adalah menyuntikkan dana kewajiban penyertaan modal sebesar Rp650 miliar dari Rp950 miliar total kewajibannya. 

Dalam Perda No. 5 Tahun 2013 menyebutkan jika Pemprov Banten diwajibkan untuk memberikan penyertaan modal ke Bank Banten melalui PT Banten Global Development (BGD) selaku induk perusahaan sebesar Rp950 miliar. 

Pemprov Banten sudah mengucurkan dana sekitar Rp600 miliar untuk pembentukan Bank Banten melalui proses akuisisi Bank Pundi. Setelah itu mengalokasikan dana lagi sebesar Rp175 miliar untuk penyertaan modal dalam APBD 2018. Meskipun gagal terserap. 

Kemudian pada APBD 2019, Pemprov Banten kembali lagi menganggarkan dana sebesar Rp131 miliar. Sayangnya juga menjadi SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan). Rencana itu urung dilakukan karena Pemprov Banten menunggu rekomendasi dari OJK dan KPK supaya tidak menjadi masalah di kemudian hari. 

Rencana Merger dengan BJB

Langkah lain untuk menyembuhkan Bank hasil akuisisi dari Bank Pundi dari “sakit kronis” juga dilakukan dengan penggabungan atau merger dengan BJB (Bank Jabar Banten). Rencana merger tersebut sudah diumumkan oleh OJK pada akhir April kemarin. Bahkan rencana merger sudah dituangkan dalam Letter of Intent atau LOI

LOI sendiri sudah ditandatangani pada 23 April 2020 oleh Gubernur Banten selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT) Bank Banten dan Gubernur Jabar selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir Bank BJB. 

Sementara itu, dalam kerangka LOI tersebut, antara Bank Banten dan Bank BJB melaksanakan kerja sama bisnis. Termasuk dukungan dari Bank BJB terkait dengan kebutuhan likuiditas Bank Banten. 

Pemenuhan kebutuhan likuiditas tersebut bisa dilakukan antara lain dengan menempatkan dana line money market atau pembelian aset yang memenuhi persyaratan tertentu secara bertahap. 

Kemudian dalam proses pelaksanaan penggabungan usaha, Bank BJB akan melakukan due diligence. Sementara itu OJK meminta kedua belah pihak untuk segera melaksanakan tahap-tahap penggabungan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Upaya merger ini merupakan sebuah langkah yang positif. Selain itu akan mampu memberikan nilai tambah kepada seluruh kepentingan. Lewat terciptanya harmonisasi dan kebersamaan antara Bank Banten dan Bank BJB. 

Meskipun dilakukan merger, namun kedua bank daerah ini akan tetap beroperasi secara normal. Misalnya seperti penarikan maupun penyetoran uang. Baik dari nasabah maupun dalam bentuk surat berharga. 

Cari Dana di Pasar Modal

Langkah right issue ini menjadi solusi terakhir yang dipilih oleh jajaran direksi. Hal ini diambil setelah surat permohonan penyehatan bank hasil akuisisi Bank Pundi yang dikirimkan direksi tidak mendapat tanggapan dari Pemprov Banten. 

RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk. (BEKS) pada 26 Februari 2020 lalu menyetujui rencana perseroan yang akan melakukan penambahan modal melalui mekanisme HMETD (Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu). 

Pada rapat tersebut, para pemegang saham sudah menyetujui rencana pelaksanaan right issue sebanyak 400 miliar saham dengan nilai nominal Rp8 per lembah sahamnya. Sementara itu target dana yang dihimpun adalah Rp1,2 triliun. Rinciannya adalah PUT (Penawaran Umum Terbatas) VI sebesar Rp500 miliar dan PUT VII sebesar Rp700 miliar. 

Dana right issue tersebut rencananya akan digunakan perseroan untuk pengembangan bisnis perseroan khususnya penyaluran kredit. Aksi yang dilakukan korporasi ini diperkirakan akan mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Laba menjadi positif serta meningkatkan aset untuk pengembangan usaha. 

Sayangnya upaya mencari tambahan modal di pasar modal ini ditunda pada pertengahan Mei lalu. Penundaan itu dengan memperimbangkan perkembangan kondisi pasar modal yang sedang menghadapi pandemi COVID-19.  

Memperhatikan polemik Bank Banten yang terjadi saat ini, tampak ada semacam polarisasi yang entah sengaja atau tidak bergulir. Tampak ada kubu pendukung” Bank Banten, Harga Mati” VS “Merger ke Bank BJB”. 

Sumber persoalannya sebenarnya bukan terletak pada pengalihan RKUD dan rencana merger ke Bank BJB. Atau rencana Gubernur Jabar mengajukan pinjaman Rp800 miliar dari Bank BJB. Yang menjadi pertanyaan sebenarnya adalah apakah keputusan mengakuisisi Bank Pundi menjadi Bank Banten adalah keputusan yang tepat?

Artikel Terkait