Analisis Saham, Saham

Resmi Diakuisisi CT Corp, Begini Prospek Saham BBHI

Ajaib.co.id – Berdiri pada 21 Oktober 1992, Bank Harda International Tbk dengan kode saham BBHI dulu bernama PT Bank Arta Griya, kemudian kini berubah nama lagi menjadi PT Alla Bank Indonesia Tbk (BBHI).

Perusahaan perbankan tersebut mulai beroperasi pada 10 Oktober 1994 hingga sekarang dengan menawarkan berbagai produk dan layanan, di antaranya pinjaman, tabungan, giro, dan deposito bank. Jaringan bisnis saham BHHI terdiri dari cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor kas yang terletak di Jakarta, Bandung, Tangerang, Surabaya, Pontianak, Pekanbaru, Solo, dan Bekasi.

Saham BBHI resmi IPO pada 31 Juli 2015 dengan menawarkan sebanyak 800 juta saham di harga Rp125/lembar per saham dan berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp100 miliar. Mayoritas saham BBHI dipegang oleh PT Hakimputra Perkasa dengan persentase 73,71%, diikuti instansi lainnya sebesar 26,29%.

Chairul Tanjung melalui Mega Corpora resm mengakuisisi 73% saham BBHI dari PT Hakimputra Indonesia. Setelah proses akuisisi, Mega Corpora berkomitmen akan mengembangkan Bank Harda menjadi bank yang melayani nasabah menggunakan platform teknologi digital, serta menjadikan bank jadi lebih kuat dan berdaya saing agar bisa menjadi bank berskala nasional. Pada perdagangan Selasa, (23/321), saham BBHI tercatat turun 5,29% ke level Rp1,610.

Dengan dimulainya babak baru bersama Mega Corpora, saham BBHI mempunyai peluang yang sama dengan bank digital lain. Namun, sebelum memutuskan mengoleksi sahamnya, investor mengetahui bagaimana fundamental saham BBHI lewat bedah saham di bawah ini.

Laba Membaik, Kinerja Menurun

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan per September 2020, tercatat laba bersih saham BBHI sebesar Rp48,39 miliar, membaik dibandingkan di tahun lalu yang justru tercatat rugi bersih senilai Rp6,71 miliar. Meskipun laba bersih membaik, perusahaan justru mencatatkan penurunan signifikan pada pos pendapatan bunga bersih, yaitu sebesar 50,02%, dari yang sebelumnya Rp72,81 miliar menjadi Rp36,68 miliar.

Kredit yang disalurkan saham ke BBHI ke nasabah sepanjang 9M 2020 juga turun 17,4% ke Rp1,37 triliun menjadi Rp1,66 triliun. Sementara, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat sebesar Rp1,61 triliun atau menyusut 18,2% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp1,97 triliun.

Kinerja Saham BBHI, Pelan Tapi Pasti

Jika dilihat dari beberapa tahun lalu, kinerja keuangan sama BBHI perlahan-lahan membaik. Hal ini tercermin pada ikhtisar keuangan perusahaan dari tahun 2019 hingga 2020 di bawah ini (dalam bentuk miliar)

Komponen Laba 2020 2019 2018
Pendapatan Bunga Bersih 36,68 72,8 81,3
Laba Bersih 48,39 (6,7) (19,5)
DPK 1,610 1,970 1,644
CKPN 83,7 (2,71) (24,1)

Sejak 3 tahun terakhir, perusahaan tidak mampu menghasilkan keuntungan, terbukti pada pos laba bersih di tahun 2018 dan 2018 yang justru menjadi rugi bersih. Meskipun, rugi bersih. Perusahaan terus memperbaiki kinerjanya. Hal ini terlihat dari rugi bersih yang terus ditekan hingga akhirnya mampu berbalik menjadi laba bersih di tahun 2020.

Salah satu penyebab kerugian saham BBHI sepanjang 9M 2020 adalah naiknya biaya operasional yang cukup signifikan, yaitu 101,3% menjadi Rp155 miliar, sementara pendapatan bunga bersihnya hanya naik 8,99% saja di tahun tersebut. Penyebab kenaikan biaya operasional dipicu pencadangan kredit bermasalah yang ikut naik. CKPN perusahaan tercatat naik 259% menjadi Rp83 miliar, hingga menyebabkan naiknya rasio kredit bermasalah atau NPL ke 5,36%.

Namun di tahun 2019, perusahaan mampu memperbaiki kinerja. Rugi bersih di 9M 2020 ditekan ke Rp6,71 miliar dari yang sebelumnya Rp1,95 miliar.  Salah satu pemicunya adalah turunnya CKPN dari Rp24,1 miliar menjadi Rp2,71 miliar. Hingga akhirnya mampu mencetak kinerja keuangan yang positif di tahun 2020.

Selanjutnya, mari kita beralih ke rasio keuangan saham BACA di bawah ini.

Rasio September 2020 September 2019
ROA 2,97 -0,32
ROE 24,57 -3,02
NIM 2,51% 4,56%
LDR 84,85% 91,60%
BOPO 75,90% 104,25%
NPL 3,39% 4,93%
NPL Net 2,21% 4,36%

Senada dengan kinerja keuangannya, rasio keuangan saham BBHI perlahan-lahan pulih. ROA nya naik ke 2,97% dari sebelumnya 0,32%. Begitupun juga dengan ROE yang meningkat tajam ke level 24,57%. Ini menjadi bukti bahwa manajemen perusahaan berhasil memperbaiki kinerja perusahaan di tahun 2020.

Rasio NIM perusahaan tercatat menurun tipis ke 2,51% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 4,56%. Hal ini terjadi dikarenakan turunnya pendapatan bunga dibandingkan aktiva produktif perusahaan. Sementara, LDR saham BBHI tercatat berada di 84,85% yang artinya rasio LDR perusahaan dikategorikan sehat karena di bawah 94%. Rasio LDR yang turun menandakan seimbangnya modal perusahaan dengan kenaikan kredit yang disalurkan.

BOPO saham di tahun 2020 juga berhasil ditekan ke 75,90%, dari yang sebelumnya mencapai 104%. BOPO yang menurun mengindikasikan perusahaan mampu menurunkan beban operasional sehingga pendapatan operasional tidak harus digunakan seluruhnya. Pada pos NPL gross dan net, perusahaan berhasil mengikisnya ke 3,39% dan 2,21%, membuktikan bahwa kredit macet di tahun 2019 atau bermasalah di tahun 2020 menurun dibandingkan tahun lalu. Sebagai informasi. Semakin kecil rasio NPL, semakin sehat perusahaan karena kolektibilitas nasabahnya lancar.

Mengingat kinerja perusahaan di beberapa tahun terakhir mengalami kerugian, saham BBHI tidak pernah membagikan dividen terhitung 5 tahun terakhir. Namun, jika perusahaan mampu mempertahankan atau mengembangkan kinerjanya di tahun ini, besar kemungkinan investor akan mendapat jatah dividen di beberapa tahun ke depan.

Prospek Bisnis BBHI

PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) merupakan bank konvensional yang menyalurkan pinjaman, baik ke segmen ritel atau korporasi. Hingga akhirnya, PT Mega Corpora di bawah naungan CT Corp miliki Chairul Tanjung, perusahaan dijagokan dalam persaingan bank mini digital.

PT Mega Corpora resmi mengakuisisi saham BBHI setelah RUPSLB perusahaan yang diadakan pada 29 Januari 2021. 3 miliar saham atau sekitar 73,71% kepemilikan saham berhasil dialihkan ke PT Mega Corpora dari PT Hakimputra Perkasa. Usai proses akuisisi, per 15 Maret 2021, pemegang saham BBHI lainnya dengan kepemilikan di bawah 5% akan menggenggam total 26,28 persen saham dengan nilai nominal Rp 109,9 miliar.

Ke depannya, Bank Harda International Tbk akan melengkapi portofolio segmen perbankan PT Mega Corpora. Terlebih, potensi bank digital dalam Mega Corpora adalah ekosistem Transmart Carrefour sampai penonton Trans , Trans TV, dan Detik Network. Dengan jangkauannya yang sangat luas, Bank Harda Internationl Tbk bisa menjadi pesaing utama dalam kompetisi bank mini digital.

Salah satu efek dari akuisisi ini adalah naiknya nilai kapitalisasi pasar lebih dari 100% menjadi 6 triliun. Hal ini membuat otoritas bursa memutuskan untuk menggembok transaksi saham BBHI untuk sementara. Saham bank mini digital lainnya juga tak luput dari suspensi sementara karena sentimen bank digital beberapa waktu lalu.

Setelah suspensi dibuka, saham BBHI cenderung terkoreksi. Berdasarkan data RTI per Selasa, (25/3/21), saham BBHI sudah anjlok 10,06%, sementara jika dibandingkan harga 1 tahun lalu, saham BBHI sudah meroket sebesar 1,249%.

Berbekal fundamental yang sehat dan kinerja keuangan yang membaik, serta disokong ekosistem yang lengkap di bawah payung CT Corp, saham BBHI memiliki prospek yang cerah sebagai bank digital di masa depan. Namun, jika dilihat dari PER nya yang sudah melonjak ke 92,74x dengan PBV 17,19x, saham BBHI sudah sangat mahal.

Meskipun memiliki prospek yang bagus, investor perlu melakukan wait and see hingga saham tersebut terkoreksi ke harga wajarnya atau hingga kinerja keuangannya setidaknya di Q1 2021 dirilis.

BBHI Melakukan Right Issue di Q4 2021

Pada Q4 2021, PT Allo Bank Indonesia Tbk akan kembali melakukan penambahan modal lewat rights issue. Bank yang dikendalikan Taipan Chairul Tanjung ini telah menetapkan harga rights issuenya sebesar Rp478 per lembar. Bank ini akan menerbitkan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) sebanyak 10,04 miliar atau 46,24% dari modal ditempatkan dan disetor penuh dengan nominal Rp 100 per saham.

Kegiatan rights issue Allo Bank ini telah disetujui pemegang saham lewat RUPSLB yang digelar pada 15 Oktober 2021 lalu. Dengan penetapan harga tersebut, potensi dana yang bisa diraup oleh Allo Bank bisa mencapai sekitar Rp 4,8 triliun.

Mengutip prospektus yang diterbitkan halaman websitenya, setiap pemegang 100 saham yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham (DPS) Allo Bank pada penutupan perdagangan 16 Desember berhak atas 86 HMETD. Setiap 1 HMETD berhak memesan 1 saham baru.

Sebagai pemegang saham utama, Mega Corpora dengan kepemilikan 90% telah menyatakan hanya akan mengeksekusi 2,71 miliar saham atau sekitar 30% dari seluruh HMETD. Hal tersebut sesuai dengan surat pernyataan yang mereka buat pada 19 Oktober 2021. Di mana, Mega Corpora akan mengalihkan HMETD sisanya kepada beberapa investor. Meski begitu, belum diungkapkan siapa investor strategis baru yang akan masuk ke Allo Bank.

Dana hasil rights issue ini akan digunakan Allo Bank untuk memperkuat struktur permodalan dalam rangka meningkatkan modal inti perseroan menjadi KBMI (kelompok bank modal inti) 2 dengan modal inti Rp 6 triliun-Rp 14 triliun. Selain itu, dana ini juga akan digunakan untuk pengembangan usaha termasuk mengembangkan kegiatan usaha dalam bidang kredit dengan inovasi teknologi atau bank digital.

Bagi kamu yang ingin membeli saham ini, pada 10 Desember 2021 kemarin, harga saham BBHI berada di angka Rp7,975 per lembar saham, dan kinerjanya pun masih sangat bagus.

Nah, sambil menunggu right issue, kamu bisa membeli saham perusahaan lain yang bisa kamu pilih dengan mudah melalui aplikasi Ajaib! Selain itu, di Ajaib kamu juga bisa membeli saham dengan mudah mulai dari Rp100 ribu! Yuk mulai berinvestasi di Ajaib sekarang!

Artikel Terkait