Milenial

Pola Pikir Berbelanja Perlu Berubah di Era WFH

pola pikir belanja harus disesuaikan dengan kebutuhan WFH

Ajaib.co.id – Belanja mungkin adalah salah satu rutinitas yang paling sering kamu lakukan di samping bekerja, belajar, berekreasi dan beristirahat. Belanja bisa dilakukan karena kebutuhan, bisa juga karena keinginan. Faktor-faktor penentunya juga beragam, tergantung juga pada situasi dan kondisi saat itu. Pelaku bisnis di seluruh dunia nggak pernah lelah melakukan riset tentang pola pikir konsumen dalam berbelanja dari waktu ke waktu.

Hal itu tentunya demi mempermulus strategi sales dan marketing mereka di tengah pandemi COVID-19. Tapi sebagai pemilik uang, bukankah kamu sebagai konsumenlah yang seharusnya paling waspada dan kritis? Karena jika keliru, uang hasil kerja kerasmu bisa menguap begitu saja tanpa jejak lho!  

Fanatik Online Shopping Saat WFH

Semakin banyak konsumen yang takut keluar rumah dan mengandalkan belanja online untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, terlebih sejak terjadinya pandemi, diberlakukannya PSBB dan Work From Home (WFH) di setengah tahun pertama 2020 ini. Kemudahan penggunaan aplikasi dan kepraktisan proses pengiriman dan penerimaan yang touchless membuat belanja online mengubah pola pikir konsumen dalam ritual berbelanja konvensional.

Seperti dikutip dari The New Paper dan dilansir oleh nextren.grid.id, salah satu platform e-commerce Singapura bernama RedMart yang dikelola oleh Lazada mendapat peningkatan pesanan hingga 40% sejak 23 Januari 2020. Adaptasi kebiasaan baru membuka peluang bagi penjual selama WFH karena biasanya konsumen lebih memilih belanja daring daripada menjalankan protokol kesehatan, apalagi risiko penyebaran virus corona COVID-19.

Parameter Belanja WFH Oriented

Di era apapun istilah New Normal atau nanti Newer Normal dan Newest Normal mungkin, kamu perlu punya parameter pola pikir belanja new normal yang mampu melindungi keselamatan uangmu, karena kamu sudah bekerja serius selama WFH untuk mendapatkannya kan? Percayalah, mendingan jarang belanja tapi selalu happy setiap kali selesai melakukannya, daripada sering belanja tapi sering pula kecewa setelahnya! Value your money.

Berikut ini urutan parameter pola pikir belanja yang relevan New Normal dan WFH:

  • Masuk kategori KEBUTUHAN atau KEINGINAN?
  • Jika KEBUTUHAN WFH, jangka pendek atau jangka panjang?
  • Wajarkah harganya jika dilihat dari segi: harga pasaran saat ini, kualitas bahan dan pembuatannya, masa pakainya, dan daya jual kembalinya (jika ada).
  • Jika KEINGINAN, jangka pendek atau jangka panjang?
  • Jika jangka pendek, apakah manfaat dari rasa senang ketika memilikinya bisa mendorong produktivitasmu selanjutnya?
  • Jika tidak, apakah kekecewaanmu jika tak memilikinya dapat mengurangi produktivitas kamu?
  • Jika tidak, lupakan belanjaan itu. Jika ya, beli.
  • Pilih cara pembayaran yang memfasilitasimu untuk memastikan kepuasan belanjamu terlebih dulu, sebelum meneruskan uangmu ke online shop atau gerai offline.
  • Pilih jasa pengiriman yang paling terpercaya.

WFH Merubah Jenis Kebutuhan

Walaupun penjualan produk gadget, handphone dan laptop diklaim oleh para pawang e-commerce tetap meningkat di masa new normal, hal itu lebih didorong oleh faktor diskon yang goks, hingga wireless power bank saja bisa didiskon 80%! Kamu pasti langsung gatel ingin klik ‘beli’, karena takut kehabisan. Tapi tunggu sebentar, kalau masih WFH dan colokan listrik ada di setiap sudut rumahmu, wireless power bank itu mau digunakan di mana ya?

Akibat WFH, produk mobile/portable gadget yang dulunya memang selalu hot item, kini tak lagi terlalu diburu di situs belanja online. Bukan itu saja, bahkan lotion sunscreen pencerah kulit yang biasanya harganya lumayan ‘sombong’, kini bisa didiskon hingga 50% karena kamu nggak panas-panasan lagi berangkat ke tempat kerja!

Semua barang belanjaan yang 3 bulan lalu masuk golongan KEPERLUAN, sekarang mendadak cuma masuk kategori KEINGINAN.

Di era new normal dan WFH, kebutuhan mayoritas konsumen berpusat pada kesehatannya, dan keinginannya untuk menciptakan suasana WFH yang menyenangkan, sambil bisa terus terhubung dengan dunia luar. Maka, pola pikir belanjanya pun, harusnya menyesuaikan dengan perubahan itu.

Diuangkap oleh CEO Lazada – James Chang, peningkatan pesanan itu mayoritas terdiri dari:

  • kategori bahan makanan segar maupun kering seperti telur, buah-buahan, susu, daging ayam, dan seafood.
  • kategori suplemen makanan seperti multivitamin dan madu.
  • kategori sanitasi seperti sabun, hand sanitizer, alkohol 70%, dan karbol.
  • kategori kecantikan juga disebutkan mengalami peningkatan pemesanan (pasti gara-gara Tik-Tok dan Vicall-an nih!)
  • kategori makanan dan minuman siap saji.

Di aplikasi online shopping favorit kamu pun saat ini pasti sedang ada diskon jor-joran untuk kategori mobile gadget dan fashion, besarnya lumayan menggoda, berkisar antara 30% – 80%! Jika kamu cukup jeli, pasti kamu langsung mengerti mengapa kedua kategori ini yang diskonnya rata-rata paling besar dibanding kategori lainnya.

Platform e-commerce pun saling berkompetisi dalam memahami dan ‘menggiring’ pola pikir belanja para konsumen setianya dengan membuat berbagai kategori diskon yang kreatif di home aplikasinya. Ada yang menciptakan page khusus untuk rekomendasi belanjaan demi menjaga kesehatan, ada pula page khusus untuk rekomendasi belanjaan pendukung aktivitas WFH, bahkan, ada yang sampai bekerjasama dengan BULOG demi memberi kemudahan belanja sembako bagi para konsumen! Kurang apa lagi coba?

Mengantisipasi Risiko Penipuan Belanja Online

Nah, ini pasti bagian dari aktivitas belanja yang paling kamu benci, karena penipuan belanja online selalu merugikan kamu sebagai konsumen, betapapun kamu sudah cermat memilih harga dan kualitas pesananmu. Belanja online masih rentan modus penipuan karena terbentangnya jarak dan waktu di antara proses transaksi jual-beli itu sendiri. Sistem digital memang unggul di segi pencatatan data, namun belum 100% kebal terhadap upaya penerobosan.

Proses otentikasi user aplikasi selalu jadi pe-er berat para developer digital. Seperti dikutip dari postingan Teguh Arifiyadi di laman facebooknya, sejak orang pertama dinyatakan positif COVID-19 di Indonesia, 2-3 hari kemudian terdapat 500 laporan kasus penipuan belanja online. Dan setelah 33 berikutnya, terdapat 18 ribu rekening yang dilaporkan dalam kasus penipuan online, dan 60 -70% bermoduskan penjualan masker, APD, hand sanitizer, donasi palsu yang dijanjikan pembelian bantuan APD atau membantu orang yang terdampak Covid-19.

Pola pikir mengantisipasi penipuan belanja online adalah:

  • Patuhi semua instruksi tahapan prosedur belanja online dari platform e-commerce andalan kamu.
  • Chat dulu toko online untuk konfirmasi produk, sebelum membayar belanjaan.
  • Bayar fitur asuransi retur yang disediakan aplikasi.
  • Pantau proses pengiriman melalui fitur aplikasi.
  • Jangan pernah pinjamkan akun aplikasi online shopping kepada siapapun
  • Jangan pernah berikan kode OTP akun aplikasi online shoppingmu kepada siapapun.

Jadi ganti era, ganti juga pola pikir belanjamu agar kesuksesan finansialmu nggak terkendala pandemi ataupun krisis ekonomi ya. Untuk lebih sukses lagi, kembangkan terus kinerja investasimu dengan platform investasi yang berintegritas seperti Ajaib, yang memungkinkan investasi saham dan reksa dana sekaligus dalam 1 aplikasi, biaya beli saham s/d 50% lebih murah, dan daftar 100% online tanpa biaya minimum. Ajaib adalah pilihan super smart bagi investor Milenial karena terdaftar resmi dan diawasi oleh OJK dan IDX, serta mendapat penghargaan dari Asia Forbes, Fintechnew Singapore, Dunia Fintech dan Top 10 Startups from Y Combinators TechCrunch.

Artikel Terkait