Ajaib.co.id – Indonesia sejatinya bisa menciptakan teknologi sendiri bila benar-benar didukung penuh oleh pemerintah. Salah satu ciptaan atau karya teknologi anak negeri adalah pesawat terbang yang sudah dimulai ketika era mantan Presiden B.J. Habibie.
Sampai dengan saat ini sudah ada beberapa pesawat Indonesia buatan dalam negeri yang telah terbang melanglang dunia dan dilirik banyak negara.
PT Dirgantara Indonesia adalah produsen utama dari pesawat-pesawat tersebut. Setidaknya hingga kini ada delapan pesawat yang masih dalam tahap produksi. Dari delapan pesawat itu produksinya dibagi jadi dua jenis, yaitu fixed wing dan rotary wing (helikopter).
Pesawat-pesawat buatan Indonesia yang banyak dipesan negara-negara lain terdiri dari beberapa jenis, mulai dari pesawat penumpang, kargo, maupun militer. Apa saja pesawat Indonesia yang sudah dikirim ke luar negeri? Berikut ringkasannya.
- N219 Nurtanio
Pertama ada N219 Nurtanio yang fokusnya untuk pasar dalam negeri. Mulai dikembangkan sejak tahun 2014, pesawat ini sangat cocok untuk terbang ke daerah-daerah terpencil dan mampu membawa 19 penumpang.
Pesawat yang diproduksi oleh PT DI ini memang dirancang sebagai pesawat multifungsi yang juga bisa digunakan untuk layanan medis dan penyelamatan, serta transportasi kargo. Untuk mesinnya pesawat yang dinamai Nurtanio oleh Presiden Joko Widodo ini menggunakan mesin Pratt & Whitney PT6A-42.
- NC212-200
Sejak PT DI didirikan pada 1976, program utama mereka adalah memproduksi NC212-200 dengan lisensi dari CASA, Spanyol. Pesawat ini sudah diproduksi PT DI sebanyak 103 unit untuk versi sipil dan militer.
Selain itu, PT DI juga memproduksi tipe lain NC212, yakni NC212-400 yang antara tahun 2004-2008 produksinya dipindahkan dari San Pablo ke Bandung. Pesawat tipe ini sudah diproduksi sebanyak 105 unit dan dijual ke banyak negara Asia Tenggara.
Namun sejak 2014, PT DI sudah menghentikan produksi NC212-200 dan NC212-400. PT DI telah mengupgrade ke versi terbarunya menjadi NC212i dengan teknologi yang lebih canggih.
- CN 235
IPTN atau sekarang bernama PT DI menjalin kerja sama dengan CASA (Airbus Defense & Space) mendirikan sebuah perusahaan patungan bernama Aircraft Technology (Airtech) untuk merancang pesawat CN 235.
Pesawat Multiguna ini punya kemampuan Short Take-Off dan Landing (STOL) di lapangan terbang dengan terjal 800 meter. Selain itu, pintu ramp dipasang untuk memudahkan keluar/masuk barang dan biaya perawatan yang rendah.
CN 235-220 merupakan salah satu unggulan pesawat Indonesia yang sepenuhnya diproduksi dalam negeri. Turki jadi negara yang paling banyak menggunakan pesawat bermesin ganda ini untuk keperluan militer mereka sebanyak 59 unit.
- CN295
Pesawat Indonesia dengan nama CN 295 jadi kepercayaan khususnya untuk operasi militer di daerah terpencil serta dipakai untuk misi kemanusiaan. Sebanyak 95 pesawat sudah beroperasi selama 130.000 jam terbang selama pelayanannya di seluruh dunia.
CN295 jadi salah satu pesawat andal dan perawatannya yang mudah. CASA (sekarang namanya Airbus Defense & Space) bersama PT DI menawarkan dukungan layanan secara penuh yang mendapat jaminan langsung dari Angkatan Udara Indonesia.
Selain untuk operasi militer, CN 295 juga digunakan oleh TNI Angkatan Udara sebagai pesawat kargo.
- EC725 Super Cougar
Pesawat buatan Indonesia ini termasuk jenis helikopter yang menggunakan mesin ganda untuk keperluan militer. EC725 banyak digunakan sebagai helikopter angkut dan pernah diterjunkan dalam misi di Afghanistan, Libya, dan Mali. TNI juga menggunakan helikopter buatan PT DI ini untuk alutsista.
Pesawat-pesawat tersebut tentu jadi bukti bahwa bangsa kita bisa memproduksi sendiri pesawat terbang dengan menggunakan teknologi yang tak kalah hebatnya. Akan tetapi, bagaimana standar keselamatan dan keamanan yang ada pada pesawat Indonesia tersebut.
Kecelakaan Pesawat Masih Sering Terjadi
Pasalnya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir sudah terjadi 9 kecelakaan pesawat terbang. Apa yang jadi penyebab pesawat Indonesia sering jatuh?
Kecelakaan pesawat terakhir terjadi pada Januari 2021 yang menimpa Sriwijaya Air SJ 182. Pesawat tersebut jatuh di Kepulauan Seribu di sekitar Pulau Lancang dan Pulau Laki yang menewaskan 62 orang penumpang termasuk awak kabin yang bertugas.
Pesawat berjenis Boeing 737-500 itu sempat hilang kontak setelah 4 menit lepas landas. Dua tahun sebelumnya juga terjadi kecelakaan besar ketika Lion Air JT 610 tujuan Jakarta-Pangkal Pinang jatuh pada 29 Oktober 2018 lalu.
Berdasarkan data Aviation Safety Network, dalam 10 tahun terakhir sudah ada 697 korban kecelakaan pesawat yang terjadi di Indonesia.
Menurut penuturan media Amerika Serikat Bloomberg dan Associated Press (AP) ada beberapa faktor penyebab insiden tersebut, yakni cuaca, ekonomi, sosial, dan geografi.
Pertama, faktor cuaca dianggap sering jadi penyebabnya karena Indonesia merupakan kepulauan terluas di dunia dan salah satu insiden paling banyak terjadi adalah badai petir. Selain itu letusan gunung api pun jadi penyebab dimana gumpalan abu yang dimuntahkan ke udara bisa tersedot ke mesin jet pesawat sehingga menyebabkan terjadi kerusakan.
Kemudian salah satu yang disoroti adalah faktor Low Cost Carrier (LCC) di Indonesia yang jadi opsi murah untuk melakukan penerbangan. Meskipun masih banyak beberapa wilayah yang belum punya infrastruktur aman.
Kurangnya pengawasan menjadikan pesawat Indonesia sering mengalami kecelakaan. Dampaknya adalah maskapai Indonesia sempat dilarang terbang memasuki Amerika Serikat pada periode 2007-2016 karena beberapa hal, seperti keahlian teknis, prosedur pencatatan dan pemeriksaan, serta personil yang terlatih. Uni Eropa pun juga melakukan larangan serupa dari 2007-2018.
Meski begitu saat ini regulasi sudah mulai membaik dengan melakukan pengawasan lebih ketat terhadap pesawat Indonesia. Selain itu, faktor pandemi juga bisa berpengaruh terutama terhadap kondisi pesawat dan para kru yang kembali bertugas setelah cukup lama “dirumahkan”.
Strategi Maskapai Indonesia di Tengah Pandemi
Pandemi COVID-19 sangat menghantam bisnis sektor penerbangan karena pembatasan sosial dan juga tujuan wisata. Mau tidak mau demi mempertahankan kondisi keuangan mereka, banyak maskapai yang mencoba mengalihkan pesawat penumpang menjadi pesawat kargo, salah satunya adalah Garuda Indonesia.
Sejumlah pesawat Indonesia melakukan konfigurasi pesawat penumpang berbadan lebar menjadi angkutan kargo. Namun, hal itu perlu dilakukan sertifikasi lebih lanjut untuk menentukan apakah pesawat laik sehingga kelaikudaraannya tetap terjaga dengan baik sesuai regulasi yang ditetapkan.
Izin khusus juga diberikan kepada maskapai yang membawa penumpang untuk merubah konfigurasi kargo mengingat jumlah penumpang yang melakukan perjalanan masih terbilang sedikit.
Izin itu dikeluarkan langsung oleh Kementerian Perhubungan dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) Ditjen Perhubungan Udara No. 17/2020 tentang aturan pesawat konfigurasi penumpang yang dipakai untuk mengangkut kargo di dalam kabin penumpang.