Ajaib.co.id – Saat ini, banyak orang terlalu mudah mengunggah apa pun ke media sosial tanpa pertimbangan yang matang. Seringkali unggahan tersebut berujung dengan permasalahan.
Tak jarang, pengunggah harus melakukan permintaan maaf dengan penandatangan surat pernyataan di atas meterai.
Umumnya penggunaan meterai dilakukan untuk surat perjanjian bisnis. Lalu apa fungsi sebenarnya pemeteraian tersebut?
Jenis Meterai
Bea meterai diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 yang kemudian digantikan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Meterai.
Nah, saat ini pemeteraian dibagi menjadi tiga bentuk yang sesuai dengan kebutuhannya, yaitu:
1. Meterai Tempel
Yakni, meterai fisik yang ditempel secara langsung pada dokumen. Ciri-cirinya, yaitu:
- Memiliki lambang negara, yaitu Garuda Pancasila;
- Adanya frasa “Meterai Tempel” pada pojok kanan bawah;
- Adanya angka yang menunjukkan nilai nominal;
2. Meterai Elektronik
Meterai elektronik adalah format terbaru. Pembuatannya sebagai penyesuaian dengan era elektronik saat ini. Jenis ini memiliki kode unik berupa nomor seri dan keterangan tertentu yang terdiri atas gambar Garuda Pancasila, tulisan “Meterai Elektronik”, serta angka dan tulisan menunjukkan nilai nominal.
Sistem dari pemeteraian elektronik bekerja seperti pulsa pada kartu telepon. Jika telah melakukan pembayaran ke e-wallet maka meterai elektronik baru akan didapatkan. Pembubuhannya dapat dilakukan melalui https://pos.e-meterai.co.id dengan terlebih dahulu membuat akun pada laman tersebut.
3. Meterai Dalam Bentuk Lain
Dalam bentuk lainnya adalah meterai teraan yang dibuat dengan menggunakan mesin teraan. Pembuatannya ada dua cara yaitu mesin teraan manual dan mesin teraan digital. Namun, yang digunakan hingga saat ini hanya mesin teraan digital.
Penggunaan materai teraan biasa digunakan untuk pekerjaan yang membuat banyak surat atau perjanjian seperti cek, bilyet giro, dan polis asuransi. Hasil dari mesin teraan digital ini berupa meterai berwarna merah.
Fungsi Pemeteraian
Umumnya, fungsi pemeteraian yang sering digunakan oleh masyarakat adalah sebagai surat pernyataan, mengikat perjanjian ataupun pemberian kuasa. Nah, apa fungsi sebenarnya? Secara garis besar, ada tiga fungsi penggunaan, yaitu:
1. Sebagai pemungut pajak
Pemeteraian berfungsi sebagai pemungut pajak atas dokumen sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) UU Bea Meterai. Saat ini tarifnya adalah Rp10.000 dan menjadi salah satu cara pemerintah mengumpulkan dana dari masyarakat.
Perubahan nominal Rp3.000 dan Rp6.000 menjadi Rp 10.000 membuat penerimaan negara meningkat sebanyak Rp5,7 triliun dan pendapatan negara mencapai Rp11 triliun.
Penggunaannya juga tidak pada semua dokumen, lho. Dokumen yang memerlukan pemeteraian adalah sebagai berikut:
- Surat mengenai aktivitas pengiriman dan pengantaran misalnya surat penyimpanan barang, surat angkutan penumpang dan barang, bukti pengiriman serta penerimaan barang, dan surat lain yang sejenis;
- Tanda terima bayaran gaji, pensiun, tunjangan, maupun pembayaran lain yang terkait hubungan kerja;
- Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas daerah, maupun lembaga lain sesuai dengan ketentuan aturan undang-undang;
- Kuitansi dalam semua jenis pajak serta penerimaan yang lain;
- Tanda penerimaan uang dalam kebutuhan internal suatu organisasi;
- Dokumen yang mencantumkan penyimpanan uang, surat berharga, pembayaran uang simpanan pada bank, koperasi, serta badan lain kepada nasabah;
- Surat gadai;
- Ijazah;
- Dokumen sebagai penanda bagian dari keuntungan, bunga, maupun imbalan hasil dari surat berharga dengan nama serta dalam bentuk apapun;
- Dokumen yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia untuk pelaksanaan kebijakan moneter.
2. Pemeteraian bukan syarat sah perjanjian
Lalu, apakah perjanjian wajib membutuhkan pemeteraian? Bagaimana bila perjanjian dibuat tanpanya?
Perjanjian yang tidak dibubuhi dengan pemeteraian tetap sah dan berlaku. Syarat sahnya sebuah perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPer adalah adanya para pihak, kecakapan para pihak, adanya objek perjanjian, dan suatu sebab yang halal.
Selama syarat sah perjanjian tidak ada yang dilanggar, maka perjanjian tetap mengikat para pihaknya walaupun perjanjian ditandatangani tanpa diberi pemeteraian.
3. Persyaratan Sebagai Alat Bukti di Pengadilan
Bagi pihak yang berselisih, tentunya pengadilan adalah tempat yang tepat mencari keadilan. Dalam proses persidangan, para pihak wajib memberikan bukti yang menguatkan klaim masing-masing.
Bukti yang diberikan pada persidangan harus mendapatkan pemeteraian. Dokumen yang tidak mendapatkan pemeteraian, maka tidak dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Untuk dokumen yang tidak memiliki meterai harus dibuatkan pemeteraian kemudian agar bisa digunakan sebagai bukti di pengadilan.
Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan No. 70/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeteraian Kemudian. Pemeteraian kemudian dapat dilakukan dengan menggunakannya secara tempel atau menggunakan surat setoran pajak.
Nah, biasanya ketika seseorang yang membuat surat pernyataan di atas meterai tujuannya adalah sebagai bukti di pengadilan ketika dia mengingkari pernyataannya tersebut.