Saham

Pengaruh Kebijakan Pemerintah Terhadap Harga Saham

Ajaib.co.id – Tahukah kamu, faktor apa saja yang mempengaruhi harga saham? Salah satu hal yang paling menonjol kebijakan pemerintah yang dapat memicu perubahan harga saham.

Kebijakan yang dimaksud bisa jadi sudah dalam bentuk peraturan atau perundangan baru, maupun sekedar komentar para petinggi negara yang ditujukan untuk mengubah peraturan yang berlaku.

Pemerintah merupakan otoritas tertinggi di Indonesia. Pemerintah dapat melakukan perubahan aturan maupun meluncurkan program baru yang bisa jadi menguntungkan atau merugikan bagi bidang usaha atau perusahaan yang melantai di bursa. Oleh karena itu, investor perlu memperhatikan pengaruh ucapan pemerintah terhadap harga saham.

Memang tidak semua wacana yang dilontarkan pemerintah akan memengaruhi sentimen investor maupun harga saham di bursa. Tapi jika ada wacana yang berpengaruh, maka dampaknya cenderung signifikan. Contohnya setelah pengumuman UU Tapera tahun ini, serta penyampaian kenaikan bea cukai rokok tahun lalu.

UU Tapera dan Saham BBTN

Presiden Joko Widodo mengumumkan penerbitan Peraturan Pemerintah No.25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada tanggal 20 Mei 2020. Keputusan untuk meneken UU Tapera di tengah era pandemi COVID-19 ini cukup mengejutkan masyarakat umum dan investor.

Akan tetapi, pemerintah sebenarnya telah merintis pendirian Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) sejak tahun 2019. Pemerintah bahkan sudah menyiapkan bank BTN (BBTN) sebagai mitra utamanya.

Dengan pengesahan UU tersebut, masyarakat dari berbagai profesi berkewajiban untuk mengikuti Tapera mulai tahun 2021. Gaji pegawai negeri dan swasta akan dipotong hingga 3% per bulan untuk iuran Tapera, sedangkan pekerja mandiri harus membayar sendiri kewajibannya. Peserta Tapera akan memperoleh manfaat dalam bentuk pembiayaan perumahan setelah minimuM 12 bulan kepesertaan, dan atau manfaat dalam bentuk tabungan beserta hasil pemupukannya di akhir masa kepesertaan.

Pemerintah akan memberlakukan UU Tapera secara bertahap. Dimulai dengan PNS, TNI, dan Polri pada tahun 2021; kemudian dilanjutkan dengan pemberlakukan bagi karyawan BUMN dan perusahaan swasta, serta pekerja mandiri.

Hal itu sempat memantik perdebatan di kalangan masyarakat luas. Namun, bank BTN justru diuntungkan oleh pemberlakukan UU Tapera karena posisinya sebagai mitra utama BP Tapera ke depan.

Apabila kamu mencermati grafik harga saham BBTN, tampak kenaikan harga signifikan dimulai sejak akhir bulan Mei 2020 (area berwarna merah muda). Hal ini berkontribusi besar untuk membangkitkan lagi harga saham BBTN yang sempat terpukul oleh isu krisis akibat pandemi COVID-19 pada awal tahun 2020 bersama mayoritas saham lain di bursa efek Indonesia.

Memang ada faktor-faktor lain yang turut mendorong reli harga saham BBTN dalam periode tersebut, seperti sentimen risk-on yang muncul karena ekspektasi pemulihan ekonomi global serta kebijakan Bank Indonesia. Namun, UU Tapera jelas mendukung stabilitas reli BBTN dibanding harga saham perbankan pelat merah lain.

Cukai Rokok dan Saham GGRM

Pada 13 September 2019, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan keputusan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok sebesar 23 persen mulai 1 Januari 2020. Saat itu, keputusan belum dituangkan dalam suatu peraturan tertentu. Tapi sekedar ucapan Menkeu saja sudah langsung berdampak besar bagi saham-saham rokok, khususnya Gudang Garam (GGRM).

Pada hari perdagangan berikutnya, Senin, 16 September 2020, harga saham GGRM langsung anjlok drastis. Saking jauhnya kemerosotan harga saham GGRM hingga tampak celah yang sangat lebar pada grafik candlestick dengan rentang daily maupun weekly. Perhatikan area yang diarsir merah muda di bawah ini.

Harga saham GGRM ditutup pada harga Rp68.800 per lembar pada tanggal 13 September 2020. Tapi pelaku pasar kemudian memperhitungkan pernyataan menteri keuangan pasca penutupan pasar. Hasilnya, harga saham GGRM dibuka pada Rp59050 per lembar, atau merosot nyaris sepuluh ribu rupiah. Fantastis sekali, bukan!?

Kenaikan cukai rokok selanjutnya diresmikan pada bulan Oktober 2019 dengan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.152 Tahun 2019 tentang tarif cukai hasil tembakau. Rata-rata kenaikan cukai yang diteken lebih rendah ketimbang pengumuman awalnya, yakni 21,5 persen saja.

Secara lebih terperinci, cukai rokok jenis Sigaret Putih Mesin (SPM) meningkat 29,96 persen, Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF) 25,42 persen, Sigaret Kretek Mesin (SKM) 23,49 persen, dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) 12,84 persen.

Perusahaan Gudang Garam terutama memproduksi rokok jenis SKM yang kebetulan terkena cukai 23,49 persen, walaupun memiliki output rokok jenis lain juga. Akibatnya, meski kenaikan cukai rata-rata lebih rendah daripada ekspektasi, pelemahan harga saham GGRM terus berlanjut hingga tahun 2020 ini. Tren bearish juga terpantau dalam harga saham pesaing terdekatnya, HM Sampoerna (HMSP).

Kesimpulan yang Bisa Dipetik dari Kebijakan Pemerintah Terhadap Pasar Saham

Ucapan pemerintah membawa konsekuensi yang sangat luas bagi perekonomian makro maupun prospek perusahaan publik Indonesia. Investor perlu mawas terhadap wacana kebijakan apa pun yang dilontarkan pemerintah kepada publik.

Wacana pemerintah berpotensi memengaruhi harga saham, terlepas dari apakah wacana itu sudah tertuang dalam legislasi resmi atau belum.

Pertanyaannya, dari mana kita dapat mengetahui ucapan-ucapan pemerintah yang berpengaruh pada pasar? Satu-satunya cara adalah dengan memantau berita ekonomi terkini di media massa.

Perhatikanlah isu-isu terkait perubahan kebijakan dalam industri tertentu, kemitraan pemerintah dengan perusahaan untuk menggarap suatu proyek besar, rencana buyback saham BUMN atau pembentukan holding BUMN, dan sejenisnya.

Artikel Terkait