Ajaib.co.id – Pajak adalah salah satu sumber pemasukan bagi negara sehingga merupakan hal yang sangat penting bagi keberlangsungan sebuah negara. Apabila suatu negara tidak mempunyai sistem perpajakan yang baik, akan berimbas pada pembangunan negara yang sulit diwujudkan.
Dalam tatanan bernegara, pajak memiliki sifat yang memaksa, serta wajib pajak tidak memperoleh imbalan secara langsung. Adapun manfaat pajak akan dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk lain. Seperti berupa program kesejahteraan sosial, perlindungan keamanan, pelayanan kesehatan, hingga pelayanan pendidikan.
Adapun jenis-jenis pajak di Indonesia dikelompokkan berdasarkan beberapa cara di antaranya sifat, pemungutan, dan lembaga pemungutnya.
Kali ini Ajaib akan membahas terkait pajak subjektif. Pajak ini merupakan jenis pajak berdasarkan sifatnya. Pajak subjektif adalah pungutan yang melihat pada keadaan diri dari wajib pajak.
Pengertian Pajak Subjektif
Dilihat dari pengertiannya, pajak subjektif merupakan pajak yang didasarkan pada subjeknya. Sebuah pungutan pajak disebut pajak subjektif jika memperhatikan atau melihat dari keadaan diri wajib pajak tersebut.
Seorang Individu tersebut harus sudah dikukuhkan sebagai seorang wajib pajak (WP). Untuk selanjutnya, wajib pajak tersebut pun sudah mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP ini adalah salah satu syarat administrasi agar bisa melaksanakan hak dan kewajiban pajaknya.
Terkait pajak subjektif ini, fokus pengenaan pajaknya memperhatikan pribadi atau individu dari wajib pajak tersebut. Seorang WP tersebut merupakan subjeknya, kemudian akan ditetapkan apa saja objek untuk dikenakan pajaknya. Hal ini akan disesuaikan dengan ketentuan undang-undang yang berlaku saat ini.
Selain itu, terkait dengan besaran jumlah pajak terutang dari pengenaan pajak subjektif dipengaruhi oleh keadaan pribadi dari subjek pajaknya.
Selain pajak subjektif, ada juga jenis pajak objektif. Pajak objektif ini merupakan jenis pajak yang tidak memperhatikan kondisi wajib pajak. Melainkan, yang diperhatikan dalam pajak objektif yakni, sifat dari objek pajaknya tersebut.
Pada dasarnya pajak objektif berfokus dalam pengenaannya memperhatikan objek pajaknya. Objek pajak tersebut bisa berupa keadaan, benda, perbuatan, hingga peristiwa yang bisa menimbulkan pajak terutang. Setelah itu, baru akan ditetapkan subjek pajaknya.
Sebagai informasi, dalam pajak objektif keberadaan objek pajak tidak dipersoalkan. Seperti saat subjek pajak sedang berada di Indonesia atau di luar Indonesia. Sementara itu, untuk tarif dari pajak objektif yang dikenakan mengikuti dari kebijakan undang-undang yang berlaku saat itu juga.
Apa Saja Pajak Subjektif?
Untuk contoh dari pajak subjektif salah satunya berupa pajak penghasilan atau PPh. PPh adalah pajak yang dipungut berdasarkan pada penghasilan yang didapatkan oleh seorang wajib pajak. Wajib Pajak di sini merupakan subjek dengan penghasilan dalam satu tahun pajak.
Sementara itu, untuk wajib pajak dari kewajiban pajak subjektif didasarkan pada undang-undang pajak penghasilan (PPh) yang terdiri dari, subjek pajak dalam negeri orang pribadi, lalu subjek pajak dalam negeri yang berbentuk badan, kemudian subjek pajak luar negeri yang berbau berbentuk Badan Usaha Tetap (BUT), selanjutnya subjek pajak luar negeri yang berbentuk selain Badan Usaha Tetap (BUT), dan warisan yang belum terbagi.
Pejak penghasilan akan dibebankan berdasarkan ketentuan dari subjek pajak, oleh karena itu dikategorikan sebagai jenis pajak subjektif. Setiap wajib pajak PPh akan dikenakan sesuai dengan penghasilan yang didapatkan dalam periode pembayaran pajak tertentu.
Terdapat empat (4) jenis pajak penghasilan (PPh) yang harus kamu ketahui berdasarkan pasalnya. Ini berkaitan juga dengan penghasilan yang kamu dapatkan di tempat kamu bekerja. Karena selalu ada pemotongan pajak, salah satunya pajak penghasilan. Itu terdiri dari PPh pasal 15, PPh pasal 21, PPh pasal 22 dan PPh pasal 23. Berikut penjelasan lengkap dari jenis-jenis pajak penghasilan tersebut:
1. PPh Pasal 15
Pajak penghasilan yang pertama adalah PPH pasal 15. Beban pajak ini akan dikenakan pada individu atau sebuah badan perusahaan yang dihitung secara khusus. Adapun kategori yang masuk dalam perhitungan tarif pajak khusus ini berdasarkan ketentuan khusus juga. Misalnya, untuk industri penerbangan internasional sampai industri pelayaran.
2. PPh Pasal 21
Kemudian, ada PPH pasal 21 yang akan mengatur beban pajak yang wajib dibayarkan oleh subjek pajak berdasarkan beberapa hal. Di antaranya, upah, komisi, honorarium, gaji, ataupun jenis penghasilan lainnya. Hal ini berarti, semakin banyak penghasilan yang didapatkan oleh subjek pajak, maka semakin tinggi pula besaran beban pajaknya.
Pada pembayaran PPH pasal 21 ini pun mewajibkan setiap subjek pajaknya atau wajib pajaknya memiliki NPWP.
3. PPh Pasal 22
Jenis pajak penghasilan selanjutnya adalah PPh pasal 22. PPh Pasal 22 ini mengatur berbagai beban pajak yang berasal dari subjek pajak dengan didasarkan kepada kegiatan impor yang dilakukannya. Selan itu, pajak penghasilan jenis ini juga mengatur beban pajak dari berbagai barang mewah milik subjek pajak.
4. PPh Pasal 23
Jenis pajak penghasilan yang keempat adalah PPH pasal 23. Pajak ini dibebankan kepada subjek pajak saat terjadi transaksi seperti, royalti, bunga, biaya sewa, dividen, hadiah, dan biaya lainnya lagi.
Sebagai penutup, pajak penghasilan ini memiliki berbagai fungsi khusus yang memang diterapkan untuk mendukung proses pembangunan dan mendorong kesejahteraan masyarakat yang lebih baik di satu negara.
Fungsi pajak penghasilan ini turut mendukung distribusi pemerataan penghasilan di sebuah negara. Selain itu, mendorong adanya keseimbangan regulasi anggaran negara. Hingga berfungsi untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Sehingga pemungutan pajak penghasilan ini perlu dipahami dengan jelas manfaat bersamanya. Sehingga kamu bisa berkontribusi pada pembangunan negara dan kehidupan masyarakatnya yang lebih baik.