Ajaib.co.id – Sejak 1 Juli 2020, pajak digital mulai diberlakukan oleh pemerintah Indonesia kepada perusahaan digital luar negeri. Aturan ini diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak negara melalui produk digital dari luar negeri.
Pajak yang dikenakan ini berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) digital sebesar 10% bagi perusahaan-perusahaan digital yang masuk kriteria.
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2020. Perusahaan-perusahaan digital yang ditunjuk sebagai pemungut PPN adalah perusahaan-perusahaan yang punya kriteria sebagai berikut.
- Perusahaan digital yang punya nilai transaksi sebesar Rp600 juta per tahun atau Rp50 juta per bulan.
- Perusahaan digital sudah diakses setidaknya lebih dari 12.000 pengunjung atau sebanyak 1.000 pengunjung per bulan.
Bila perusahaan digital tersebut dinilai telah memenuhi kriteria-kriteria di atas, perusahaan digital tersebut bisa ditunjuk oleh DJP sebagai pemungut PPN. Bila ada perusahaan digital yang memenuhi kriteria namun belum ditunjuk sebagai pemungut PPN oleh DJP.
Perusahaan-perusahaan tersebut bisa mengajukan diri sebagai pemungut PPN dengan menyurati DJP lewat surat elektronik, atau aplikasi yang sudah disediakan oleh DJP.
Bagi perusahaan-perusahaan yang memungut PPN dari transaksi digital. Pihak perusahaan perlu membayarkan PPN ini kepada negara agar memperoleh bukti pungut PPN.
Berapa Banyak Perusahaan yang Dikenakan Pajak Digital?
Sejak pajak digital mulai diberlakukan pada 1 Juli 2020 lalu, jumlah perusahaan digital yang ditunjuk oleh DJP sebagai pemungut PPN terus bertambah. Tercatat per 1 Juni 2021, jumlah perusahaan yang dikenakan pajak digital sudah mencapai 73 perusahaan.
Mayoritas perusahaan yang dikenakan PPN digital 10% adalah perusahaan-perusahaan luar negeri yang melayani transaksi produk digital antara lain:
- Amazon
- Netflix
- Shopee
- JD.ID
- Zoom
- Alibaba
Selain perusahaan ini, ada pula e-commerce lokal seperti Tokopedia yang diketahui juga ditunjuk sebagai pemungut pajak digital oleh DJP.
Apa itu PPN Digital?
Pajak digital adalah sebuah reformasi dari sistem perpajakan di Indonesia yang menyangkut objek pajak yang lebih luas lagi. Dalam hal ini, pajak digital menyasar kepada perusahaan-perusahaan yang melayani transaksi jual-beli produk digital dari luar negeri.
Misalnya Tokopedia, walaupun perusahaan ini berasal dari Indonesia. Namun, barang-barang yang dijual di marketplace ini begitu beragam, salah satunya adalah produk-produk digital yang berasal dari luar negeri.
Dengan demikian, transaksi jual-beli di Tokopedia yang menyangkut produk-produk digital asal luar negeri akan dikenakan PPN 10%. Biaya PPN ini akan dibebankan kepada pembeli.
Nah, bagi kamu yang masih bingung terkait produk digital luar negeri mana saja yang dijadikan objek pajak. Yuk, kita simak daftar produk digital luar negeri yang dipungut PPN menurut PMK No.48/2020 berikut.
- Konten audio visual
- Langganan streaming film dan musik
- Aplikasi mobile
- Game online
- Software komputer
- E-Book, jenis buku digital yang tidak dikenakan PPN 10% adalah buku digital pelajaran, agama, dan kitab suci
- Komik
- Majalah luar negeri
- Penyedia jasa video konferensi
- Penyedia jasa jaringan komputer
Itulah produk-produk digital asal luar negeri yang dibebankan PPN 10% bagi setiap konsumen yang membeli produk-produk tersebut dari 73 perusahaan digital yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN oleh DJP.
Mekanisme Pengenaan PPN 10% di Indonesia
Sebenarnya jenis pajak satu ini bukanlah suatu hal yang asing di telinga masyarakat pada umumnya. Lantaran, Pajak Pertambahan Nilai atau biasanya disebut PPN ini memang seringkali kita temukan saat membeli suatu barang.
Dalam kasus ini, hanya pedagang atau penjual yang bisa memungut PPN 10% dari pembeli. Pihak yang memungut PPN bukan hanya berstatus badan usaha saja, melainkan pribadi juga bisa. Asalkan, mereka sudah berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan produk yang dijual termasuk Barang Kena Pajak (BKP). Dengan nilai transaksi per tahun mencapai Rp4,8 miliar.
- Contoh PPN 10% di Kehidupan Sehari-hari
Misalnya kamu membeli suatu produk yang termasuk Barang Kena Pajak di sebuah perusahaan senilai Rp100 juta, kamu akan dikenakan PPN 10%. Ini dia cara menghitungnya
(Harga Barang Kena Pajak (BKP) x 10% ) + Harga Barang Kena Pajak (BKP)
*Harga produk = Rp100 juta.
*PPN = 10%
Berapa harga yang perlu kamu bayarkan ketika membeli produk tersebut?
(Rp100 juta x 10%) + Rp100 juta = Rp110 juta.
Untuk memastikan apakah benar pihak penjual membayarkan PPN tersebut kepada negara. Kamu bisa meminta kepada pihak penjual untuk mengirimkan bukti pembayaran PPN tersebut. Selain itu, kamu juga bisa meminta NPWP perusahaan penjual untuk disamakan dengan rekening yang hendak dikirimkan uang.
Ini adalah sebuah cara yang bisa dilakukan oleh pembeli untuk memastikan bahwa memang benar pihak penjual berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Tantangan Pajak Digital di Indonesia
Penerapan pajak digital di Indonesia tentunya akan menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah ketika perusahaan digital luar negeri tidak melaporkan pajak kepada DJP.
Jika perusahaan digital luar negeri tersebut nakal, siapa yang akan memeriksa kantor tersebut. Lantaran, perusahaan tersebut tidak berbasis di Indonesia melainkan di luar negeri.
Hal ini disebabkan konsep bisnis perusahaan digital berbeda dengan perusahaan konvensional. Di mana, perusahaan digital menjangkau konsumennya dengan mengoptimalisasi teknologi yang ada. Sehingga, perusahaan-perusahaan tersebut tidak perlu membuka banyak cabang di berbagai negara.
Selain itu, pengenaan pajak bagi perusahaan-perusahaan tersebut juga harus punya kepastian hukum dan keadilan. Jangan sampai ada perusahaan digital luar negeri yang dikenakan pajak berlapis. Menurut IMF, penerapan pajak digital di Indonesia juga mendapatkan catatan khusus.
Salah satunya yakni mengenai dasar hukum pajak digital di PMK No.48/2020 yang isinya tidak mewajibkan perusahaan-perusahaan digital luar negeri yang punya nilai transaksi Rp600 juta per tahun mewajibkan diri untuk mengajukan diri sebagai pemungut PPN. Melainkan, di aturan tersebut hanya sekedar imbauan saja dan tidak bersifat wajib.