Ajaib.co.id – Teknologi finansial atau fintech menjadi instrumen finansial yang banyak dilirik belakangan ini, baik karena perannya dalam memperluas cakupan layanan keuangan, kontroversi nya, hingga sebagai sarana investasi. Dari sekian jenis, dua fintech yang ramai dibahas adalah P2P Lending vs Crowdfunding.
Perusahaan teknologi terus berkembang dari waktu ke waktu dan memunculkan berbagai jenis layanan. Beberapa layanan teknologi yang sangat umum dijumpai misalnya platform jual beli online, ojek online, perbankan digital, alat pembayaran digital, dan lain-lain.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), meskipun banyak layanan teknologi yang memiliki fitur penggunaan uang, tetapi hanya lima jenis layanan yang tergolong sebagai fintech. Dikutip dari laman resmi Sikapi Uangmu oleh OJK, berikut lima jenis layanan fintech yang ada di Indonesia:
1. P2P Lending
Fintech ini memberikan layanan peminjaman uang dari pemberi pinjaman (lender) kepada peminjam (borrower). Perusahaan P2P Lending berperan sebagai perantara yang menyalurkan dana.
Layanan P2P Lending dikenal pula dengan pinjaman online (pinjol)—yang kerap memiliki konotasi negatif sebagai entitas ilegal. Untuk menghindari risiko, pastikan aktivitas pinjam meminjam hanya dilakukan di 124 perusahaan P2P Lending yang terdaftar atau berizin di OJK (per 13 Juli 2021).
2. Crowdfunding
Fintech ini memberikan layanan penggalangan dana untuk suatu keperluan tertentu, baik permodalan usaha, maupun donasi. Salah satu perusahaan fintech crowdfunding yang familiar adalah Kitabisa.com.
Fintech ini menjadi perantara dalam penyaluran dana kepada pihak yang menggalang dana. Masyarakat dapat mengakses situs atau aplikasi dari layanan terkait untuk menyalurkan dananya.
3. Micro Financing
Fintech ini menyediakan layanan keuangan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah untuk membantu kehidupan dan keuangan mereka sehari-hari. Model bisnisnya dirancang untuk bisa membantu peminjam terkait tapi tetap memberikan imbal hasil kompetitif bagi pemberi pinjaman.
4. Market Comparison
Fintech ini memberikan layanan untuk membandingkan berbagai produk finansial dari berbagai penyedia jasa keuangan, seperti untuk membandingkan berbagai produk asuransi. Fintech ini pun dapat berfungsi sebagai perencana finansial.
5. Digital Payment System
Fintech ini menyediakan layanan pembayaran secara digital, baik oleh individu pemilik rekening secara langsung maupun yang berbasis keagenan untuk membantu masyarakat melakukan pembayaran. Beberapa layanan yang familiar adalah GoPay, OVO, dan Payfazz.
Dari kelima jenis itu, P2P Lending seringkali dibandingkan dengan Crowdfunding karena sama-sama bisa menjadi instrumen investasi. Memang benar, pemilik dana dapat memperlakukan penempatan dananya itu sebagai investasi, selain untuk membantu peminjam yang membutuhkan dana.
Jika dibandingkan P2P Lending vs Crowdfunding, keduanya memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan paling utama adalah posisi pemilik dana, atau pihak yang menyerahkan dananya kepada P2P Lending atau Crowdfunding.
Di P2P Lending, pemilik dana bertindak sebagai pemberi pinjaman yang berhak atas pengembalian pinjaman disertai bunga. Peminjamnya pun memiliki jangka waktu tertentu disertai bunga dalam mengembalikan pinjamannya.
Sementara itu, di Crowdfunding, pemilik dana berperan sebagai pemegang saham yang kemudian berhak atas hasil pengembangan usaha. Keuntungan yang didapat bisa berupa dividen maupun penjualan saham kepada investor lainnya.
Bunga pinjaman P2P lending telah ditentukan dalam kontrak yang disepakati peminjam, sehingga pemberi pinjaman berpotensi mendapatkan imbal hasil dengan kisaran tersebut. OJK mematok bahwa bunga pinjaman maksimal P2P Lending adalah 0,8% per hari, yang biasanya berlaku untuk pinjaman konsumtif dengan tenor pendek.
Imbal hasil Crowdfunding bergantung kepada keberhasilan usaha yang didanai para investor atau pemegang saham. Saat bisnisnya berjalan moncer dividen yang dibagikan bisa cukup menarik, atau jika terdapat investor baru yang tertarik melakukan akuisisi maka terdapat keuntungan lain melalui margin harga saham.
Meskipun kerap disandingkan dengan istilah P2P Lending vs Crowdfunding, kedua jenis fintech ini tetap memiliki risiko. Di P2P Lending, dana berisiko tidak kembali jika peminjam tidak mampu membayar pinjamannya, sedangkan di Crowdfunding risiko terjadi jika usaha yang dijalankan lender tidak berhasil.
Risiko-risiko yang ada dimitigasi dengan berbagai cara, baik asuransi maupun agunan. Keberadaan asuransi dari entitas P2P Lending atau Crowdfunding dapat menjadi pertimbangan bagi pemilik dana untuk menempatkan rupiahnya, selain karena prospek usaha atau untuk tujuan membantu peminjam.
Terdapat beberapa hal lain yang perlu diperhatikan saat hendak memilih atau membandingkan P2P Lending vs Crowdfunding. Di P2P Lending, kamu dapat melihat tingkat keberhasilan bayar (TKB) 90 suatu perusahaan, yang menunjukkan berapa persen pembiayaan yang berhasil dikembalikan dananya hingga hari ke-90.
Semakin besar persentase TKB 90 maka semakin baik proses penyaluran dana dari P2P Lending terkait. Selain itu terdapat istilah kebalikannya, yakni tingkat non performing loan (NPL), di mana semakin besar persentase NPL maka semakin banyak penyaluran dana yang gagal dikembalikan.
Adapun, untuk Crowdfunding, proposal bisnis yang diajukan pemberi pinjaman menjadi tolok ukur utama, mulai dari jenis bisnis, strategi pemasaran, prospek dan tujuan bisnis, hingga proyeksi jangka panjangnya. Penempatan dana di sini dapat diperlakukan sebagaimana kamu membeli saham, yakni dengan mempertimbangkan prospek bisnis yang dijalankan dan fundamental usaha terkait.
Namun, P2P ataupun Crowdfunding tidak dapat diperjualbelikan sebagaimana instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau reksa dana. Artinya, kalau kamu lebih tertarik dengan investasi yang dapat memanfaatkan kenaikan dan penurunan harga pasar, investasi yang disebutkan barusan lebih cocok dibandingkan P2P atau Crowdfunding.
Tapi, tentunya investasi di saham, reksa dana, ataupun obligasi memerlukan kemampuan analisis yang berbeda dibandingkan P2P Lending dan Crowdfunding. Pilihannya ada pada diri kamu sendiri, tentukan mana yang paling cocok dengan profil risiko dan kemampuan kamu.
Yang penting, jangan ragu untuk memulai investasi kamu di Ajaib! Aplikasi ini telah mendapatkan izin resmi dari OJK, dan berada di bawah pengawasan otoritas tersebut. Di sini kamu yang masih belum merasa mampu berinvestasi dengan baik juga dapat belajar dari beragam fitur edukasi yang disediakan di Ajaib! Jadi, jangan tunda rencana investasi. Segera wujudkan di Ajaib!