Milenial

Nilai Sosial Kalangan Milenial Semakin Bergeser, Apa Solusinya?

Ajaib.co.id – Istilah generasi milenial ini sering digunakan untuk merujuk kepada orang-orang yang lahir antara tahun 1990-2000. Adalah William Strauss dan Neil Howe sebagai pakar sejarah dan penulis dari Amerika Serikat yang mencetuskan istilah tersebut melalui bukunya berjudul Generations dan The Fourth Turning. Dalam buku tersebut menjelaskan mengenai siklus empat tipe generasi manusia dan juga suasana selama sejarah AS. Di tahun 2020 ini, usia generasi milenial berkisar antara 18-36 tahun, yakni tingkat usia remaja hingga dewasa muda. Tentunya dalam usia tersebut dapat memahami dengan baik nilai sosial yang ada dalam masyarakat sebagai anggapan mana yang baik dan buruk.

Apalagi dalam sejarah Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai budaya, moral, dan juga sosial. Bahkan moral masih dianggap sebagai tolak ukur seseorang itu dihargai. Akan tetapi generasi abad ke-21 yang lebih lekat dengan teknologi ini tengah dalam masalah hilangnya keseimbangan moral atau nama lainnya dis-equilibrum. Hal ini ditandai dengan proses akulturasi budaya yang sedikit demi sedikit mulai menggeser nilai-nilai moral dan sosial, khususnya anak muda.

Generasi yang Kehilangan Arah

Akulturasi budaya dari luar yang oleh asing begitu mudahnya ditelan mentah-mentah oleh kaum muda saat ini secara tidak sadar sudah menjajah moral anak bangsa. Gaya hidup kaum milenial ini begitu banyak mengabaikan nilai sosial dan moral, yaitu kurangnya rasa sopan santun terhadap sesama. Sementara di beberapa suku dan masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi adat kesopanan, misalnya suku Jawa.

Berdasarkan data tahun 2017, dari total 255 juta penduduk Indonesia hampir setengahnya merupakan generasi milenial. Melihat hal ini tentunya tidak berlebihan jika generasi ini bisa dijadikan tambahan sumber daya manusia yang sudah semestinya produktif dan menjadi penggerak kemajuan bangsa. Sayangnya, kenyataan saat ini kaum milenial jauh dari kata produktif dan mungkin lebih tepat dijuluki generasi destruktif. Penyebutan tersebut sangat beralasan mengingat telah terjadi pergeseran nilai sosial yang signifikan pada generasi milenial.

Secara tidak sadar pergeseran budaya sekarang ini berakibat pada hilangnya keseimbangan moral di kalangan anak muda milenial. Jika hal ini dibiarkan terlalu lama akan sangat berbahaya, sebab kekuatan suatu bangsa terletak pada pemudanya. Mereka pelan-pelan dirusak oleh sistem dan pola keseharian di era modern yang jadi penyebab utama penyimpangan nilai sosial, seperti:

  • Tidak ada lagi tokoh panutan yang dianggap baik dan benar.
  • Semakin maraknya tindak kejahatan orang tua terhadap anak.
  • Kurangnya rasa tanggung jawab lingkungan kepada sesama.
  • Hilangnya kewibawaan tokoh agama maupun ulama.
  • Banyak lembaga pendidikan mengambil kesempatan untuk lahan komersil demi memberi keuntungan kepada beberapa pihak bukan demi kemajuan bangsa.

Jika kamu melihat semua permasalahan yang terjadi di negara ini, itu tak lain karena akarnya dari penyimpangan moral dan pergeseran nilai sosial yang dianggap penting dalam kelompok masyarakat. Bahkan kecanggihan teknologi sekarang ini banyak dimanfaatkan untuk ajang pamer dan kegiatan yang tak berakhlak. Contohnya saja, bagaimana teganya beberapa youtuber muda membuat konten ‘prank’ dengan membagikan sembako atau bantuan namun berisi sampah. Hanya demi populer akal sehat dan moral sama sekali tidak diindahkan, seolah-olah orang lain bisa jadi objek kelucuan mereka.

Untuk bisa mengatasi krisis moral yang tengah melanda negeri ini, sudah seharusnya generasi milenial ikut andil sebagai pemberi solusi sekaligus benteng pertahanan. Memang sulit untuk bisa merubah ini semua, maka dari itu sebagai pemuda seharusnya bisa lebih bergerak aktif.

Tantangan Bagi Generasi Milenial

Mengembalikan nilai sosial ke arah yang lebih baik butuh proses panjang dan tantangan yang sulit, seperti beberapa poin berikut ini:

  • Lingkungan yang Buruk

Lingkungan yang buruk menyebabkan nilai moral kaum milenial mulai bergeser, pertukaran budaya yang tidak terfiltrasi dengan baik jadi penyebabnya. Terlebih adanya media sosial memberikan akses secara luas untuk melihat dan juga meniru sesuatu yang kurang pantas serta tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Semakin berkembangnya dunia internet, pengawasannya jadi tidak sebanding sehingga menciptakan komunikasi yang salah arah. Inilah mengapa banyak bermunculan berita-berita hoax atau informasi palsu begitu mudahnya dan ini jadi tantangan berat bagi generasi milenial.

Sebagai generasi yang lahir di era modern, tentu teknologi dan internet berperan besar dalam keberlangsungan hidup anak muda zaman sekarang atau kids jaman now. Secara komunikasi, kaum muda milenial sangat lancar. Namun, tidak semua komunikasi itu dilakukan secara tatap muka. Anak muda sekarang lebih suka berkomunikasi melalui pesan singkat atau chatting di dunia maya, seperti melalui Whatsapp, Line, atau Instagram. Sementara ketika bertemu langsung mereka justru kesulitan untuk berkomunikasi. Media sosial ini seharusnya digunakan untuk sarana komunikasi yang lebih mudah, dan mengembangkan bakat serta minat sehingga lebih bermanfaat.

  • Mudah Terprovokasi

Media sosial juga dijadikan pihak-pihak lain sebagai ajang untuk mendapatkan popularitas, seperti penceramah. Banyak tokoh agama maupun pihak lain membuat isu agama dengan mempengaruhi kaum milenial untuk di adu domba sehingga memiju kebencian dan pertengkaran terhadap agama lain bahkan agamanya sendiri.

Ini memperlihatkan betapa lemahnya iman dan ketaatan generasi milenial dalam beragama. Mereka lebih suka mendengar ceramah ‘omong kosong’ dari tokoh-tokoh agama yang baru bermunculan daripada membaca kitabnya langsung.

  • Hedonisme

Bergesernya nilai sosial dan moral pemuda milenial tak lepas dari gaya hidup modern. Kebanyakan dari mereka cenderung konsumtif dan hedonistik, di mana gengsi dan keinginan lebih penting dibandingkan kebutuhan sehari-hari. Maka tak heran kalau mereka selalu merasa kurang meskipun bergaji puluhan juta. Bahkan keinginan tersebut bisa berujung pada tindakan kriminal.

  • Gelar Pendidikan Hanya Prestise Semata

Tujuan seseorang menempuh pendidikan seharusnya untuk mengejar ilmu. Namun, budaya saat ini gelar pendidikan lebih dianggap sebagai prestise guna bisa mencapai ambisinya. Akan tetapi mereka yang memiliki gelar ‘sarjana’ ternyata seringkali melupakan niat utama untuk menggapai ilmu dan berguna bagi lingkungannya. Hanya segelintir anak muda yang mampu mengaplikasikan ilmunya untuk peduli terhadap sesama.

Pada era globalisasi ini ada begitu banyak peluang yang dapat dimanfaatkan kaum milenial. Di sisi lain tak menampik juga bahwa tantangan yang ada akibat dari pergeseran nilai dan penyimpangan moral begitu rumit untuk diselesaikan. Namun, permasalahan ini harus segera diatasi di masa depan. Karena generasi milenial inilah yang memegang tonggak kesuksesan bangsa dan negara. Ide-ide yang segar sudah seharusnya lahir dari kaum milenial untuk memajukan ibu pertiwi menjadi bangsa yang dapat berdiri sendiri.

Oleh karena itu, solusinya harus diawali dari peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Lewat pendidikan, pergeseran nilai sosial dapat kembali diarahkan ke jalur yang benar, di mana pendidikan usia dini hingga remaja perlu ditanamkan nilai moral. Ditambah dengan ajaran agama harus berfokus pada ajaran dan ilmu agama itu sendiri. Selain itu, peran orang tua harus lebih ditingkatkan dalam hal pengawasan dan mengajarkan nilai-nilai yang dianut, seperti kesopanan dan kesantunan dengan kasih sayang dan perhatian kepada anak.

Artikel Terkait