Teknologi

Metaverse: Dari Facebook ke Aset Cryptocurrency

metaverse

Ajaib.co.id – Istilah Metaverse baru-baru ini naik daun setelah Facebook melakukan branding dengan mengubah nama perusahan menjadi Meta Platforms Inc, atau Meta.

Meskipun begitu, Metaverse bukanlah istilah yang asing bagi banyak orang karena kata ini sudah banyak digaungkan di banyak film dan serial hiburan dengan tema science-fiction. Nah, untuk mengenal Metaverse dan hubungannya dengan Indonesia nantinya, yuk simak penjelasannya berikut ini.

Sejarah Metaverse

Sebenarnya, orang pertama yang terkenal menciptakan istilah Metaverse adalah Neal Stephenson. Ia menyebutkan istilah tersebut pada novelnya yang berjudul Snow Crash pada tahun 1992. Dalam karyanya, Metaverse merujuk pada dunia virtual 3D yang dihuni oleh avatar orang sungguhan.

Istilah Metaverse sebenarnya tidak memiliki definisi yang bisa diterima secara universal. Dalam beberapa film dengan tema science-fiction, Metaverse diibaratkan sebagai dunia digital yang sangat luas dan bisa diakses melalui internet.

Dunia digital ini juga didukung oleh teknologi virtual, augmented reality dan artificial intelligent yang merupakan bagian dari Metaverse. Salah satu film yang menjelaskan kondisi ini adalah Avatar yang dirilis pada Desember 2009 silam. Namun, bukan berarti pada realitanya di masa depan Metaverse akan benar-benar seperti pertarungan di film ini, ya.

Nah, istilah Metaverse kembali naik daun setelah CEO Facebook Mark Zuckerberg mengumumkan bahwa perusahaan yang juga menaungi Instagram dan WhatsApp tersebut melakukan rebranding dengan nama Meta pada Oktober 2021.

Dalam pengumuman pidatonya, Mark menyebutkan bahwa rebranding ini dilakukan agar perusahaan tersebut dikenal lebih dari sekedar ‘Facebook’. Menurutnya, saat ini nama Facebook sangat erat dengan satu produk yakni media sosial Facebook itu sendiri. Sehingga, nama tersebut tidak mungkin mewakili semua jenis produk yang sudah dan akan dikembangkan oleh perusahaan.

Perubahan ini juga mengikuti kinerja bisnis perusahaan. Setelah menjadi Metaverse, perusahaan akan melakukan pelaporan pada dua segmen yakni produk aplikasi yang tersedia dan platform yang akan dikembangkan di masa depan.

Hal ini bisa jadi signal bahwa seiring waktu berjalan, perusahaan akan banyak mengadopsi beberapa merek baru. Harapannya, banyak orang akan mengasosiasikan Meta sebagai semua jenis produk yang ada di bawah perusahaan.

Pada dasarnya, Metaverse meliputi dua unsur yakni teknologi virtual reality (VR) dan augmented reality (AR) yang menciptakan dunia virtual. Tanpa kedua teknologi itu, dunia virtual 3D tak akan tercipta.

Nantinya, dalam dunia Metaverse manusia bisa merasakan sensasi berinteraksi seperti di dunia nyata. Bedanya, semua pengalaman akan terjadi di dunia maya.

Metaverse dan Facebook

Mark Zuckerberg sendiri memiliki mimpi yang lebih besar dari sekedar Facebook semata. Baginya, Meta adalah lingkungan virtual tanpa akhir yang saling terhubung.

Jadi, orang bisa bekerja, bermain, bertemu dan terhubung satu sama lain menggunakan aplikasi smartphone dan atau perangkat pendukung seperti headset realitas virtual dan kacamata augmented reality.

Jadi aktivitas virtual menggunakan Meta nantinya akan jauh lebih canggih seperti menikmati konser, perjalanan, membuat karya seni dan mencoba pakaian yang semuanya dilakukan secara virtual.

Salah satu langkah konkret yang dilakukan Meta adalah meluncurkan software meeting yang ditujukan untuk karyawannya selama masa Covid-19 yang diberi nama Horizon Workrooms.

Lebih dari itu, Mark ingin semakin banyak pengalaman virtual di Meta yang bisa dijangkau seperti misi besar seperti melakukan teleportasi. Sehingga, perusahaan perlu mencari cara untuk menghubungkan platform daring satu sama lain.

Metaverse Bukan Hanya Facebook

Bukan hanya Facebook, Microsoft juga sedang mengembangkan dunia virtual yang hampir mirip dengan Metaverse dengan versi mereka sendiri. Dalam proyek ini, Microsoft meluncurkan Microsoft Mesh yang merupakan platform mixed reality untuk membuat kolaborasi dan kreasi aplikasi semakin mudah menggunakan perangkat virtual dan augmented reality.

Sementara itu, platform gim daring Roblox juga sudah bergerak jauh lebih cepat dengan menggandeng rumah mode Italia yakni Gucci untuk kolaborasi penjualan koleksi aksesoris khusus digital.

Jadi, Metaverse bisa diartikan lebih dari sekedar Facebook. Mark juga meyakini bahwa Meta bukan produk tunggal yang dibangun oleh perusahaannya semata. Tetapi jauh lebih luas, Metaverse dan adalah internet itu sendiri yang tidak memiliki batas ruang dan waktu.

Di Indonesia, pengembangan Metaverse masih menemui sejumlah tantangan seperti tingginya harga alat yang dibutuhkan untuk membuat teknologi VR dan AR. Di samping itu, adopsi Metaverse juga belum merata dan mudah diakses oleh masyarakat Indonesia.

Nah, hal ini sebenarnya bisa disesuaikan dengan infrastruktur telekomunikasi yang akan berkembang sehingga mengoptimasi kecepatan internet rata-rata di seluruh penjuru tanah air. Hal ini juga diikuti dengan tantangan berikutnya yakni perlindungan privasi yang belum cukup optimal di Indonesia.

Metaverse dan Aset Kripto

Konsep metaverse erat kaitannya dengan aset kripto yang merupakan kebutuhan turunan dari teknologi blockchain. Blockchain sendiri merupakan teknologi yang terhubung satu sama lain yang memungkinkan perekaman data secara sempurna, tidak mudah dimanipulasi dan mustahil untuk diretas.

Karenanya, blockchain adalah solusi dari sistem yang melindungi privasi, meminimalisir risiko kejahatan, tetapi juga didukung oleh pencatatan data terpusat. Hal inilah yang membuat aset kripto diproyeksikan akan memiliki potensi besar di masa yang akan datang karena kripto adalah satu-satunya alat tukar digital yang telah mengandalkan blockchain sebagai sistem penopangnya.

Salah satu aset kripto yang memiliki eksposur besar untuk proyek Metaverse adalah Sandbox (SAND). Sandbox adalah alat tukar berupa koin kripto pada platform gim besutan Metaverse yang disebut The Sandbox.

Di The Sandbox, pemain dapat melakukan transaksi jual beli aset berbasis non-fungible token (NFT) untuk membeli tanah virtual, menjelajahi tanah dan berinteraksi dengan pemain lain. Hingga tahun ini saja, The Sandbox sudah memiliki 500.000 pengguna. 12.000 bagian dari pengguna tersebut sudah memiliki 166.464 tanah virtual.

The Sandbox juga telah bekerja sama dengan beberapa brand dan selebritas seperti The Walking Dead, The Smurfs, Snoop Dogg dan lain sebagainya untuk menciptakan karakter mereka di platform tersebut. Menurut kabar, The Sandbox sudah menghasilkan gross merchandise value (GMV) sebesar USD144 juta atau Rp2,07 triliun.

Nah, apakah investasi ke aset kripto menurut kamu cukup menggiurkan di masa depan? Meski potensial, penting untuk melakukan diversifikasi investasi di berbagai kelas aset termasuk ekuitas atau saham, pendapatan tetap atau obligasi dan pasar uang yang setara khas.

Di sinilah kehadiran Ajaib yang menjawab kebutuhan kamu untuk berinvestasi saham dan reksa dana hanya dalam satu platform. Sudah dapat diakses melalui Google Play dan App Store, Ajaib adalah pialang yang terdaftar di OJK dan IDX. Sehingga, kamu tidak perlu khawatir lagi tentang keamanannya.

Artikel Terkait