Saham, Teknologi

Menilik Daftar Startup yang Berencana IPO di 2022

Ajaib.co.id – Tahun ini pihak bursa membuka pintu lebar-lebar bagi perusahaan-perusahaan startup yang bergerak di sektor teknologi berstatus Centaur, Unicorn, dan Decacorn untuk bisa melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Jika kamu belum tahu, unicorn adalah istilah untuk startup yang memiliki valuasi sedikitnya US$ 1 miliar hingga US$ 10 miliar. Di atas Unicorn ada Decacorn yang valuasinya lebih dari US$ 10 miliar. Sementara itu yang valuasinya diantara US$ 100 juta hingga US$ 1 miliar disebut dengan Centaur.

Sejauh ini terdapat 50 lebih startup/perusahaan rintisan sektor teknologi di Indonesia yang berstatus setidaknya Centaur. 15 diantaranya diketahui, dalam pertemuan one-on-one dengan pihak BEI menyatakan memiliki rencana untuk go public.

Dan kini per februari 2022 Komisaris BEI, Pandu Sjahrir, dalam wawancaranya yang dikutip oleh KataData, Bisnis Indonesia dan Kontan menyatakan bahwa terdapat empat unicorn yang berpotensi kuat mencatatkan sahamnya di BEI tahun 2022 ini. Siapa saja mereka?

Daftar Startup yang Berencana IPO

1. GoTo

GoTo atau PT Goto Gojek Tokopedia adalah perusahaan hasil gabungan raksasa startup Gojek dan Tokopedia yang IPO-nya menjadi salah satu yang paling ditunggu-tunggu.

Pada awalnya hajatan penawaran saham perdana GoTo akan digelar di tahun 2021, namun tertunda dan diperkirakan baru akan dilaksanakan di semester pertama tahun 2022. Meski tertunda, GoTo telah mendapat suntikan dana melalui skema pra-IPO di akhir tahun 2021 senilai US$ 1,3 miliar atau setara dengan Rp 18,65 triliun dengan kurs Rp 14.350/US$ saat itu.

Tidak berlebihan memang mengingat valuasi perusahaan gabungan Gojek dan Tokopedia ini berada di kisaran US$ 35 miliar hingga US$ 40 miliar atau setara dengan Rp 502 triliun – Rp 574 triliun. Dalam IPO-nya kini GoTo diberitakan mengincar dana sebesar US$ 1 miliar hingga US$ 1,5 miliar atau setara dengan Rp 14,3 triliun dengan kurs Rp 14.300/US$.

Setelah menyasar bursa domestik, rencananya GoTo hendak melebarkan sayapnya untuk melantai di bursa Amerika Serikat di Nasdaq dan Dow Jones.

2. Traveloka

Traveloka, startup unicorn aplikasi pemesanan tiket online dan kamar hotel yang sudah tak asing ini, juga menyatakan kepada Komisaris BEI hendak IPO di tahun ini.

Pada awalnya Traveloka berniat melakukan pencatatan saham perdananya alias IPO di bursa saham Amerika Serikat melalui merger ke perusahaan Special Purpose Acquisition Company (SPAC) yakni Bidgetown Holdings, Ltd.

Akan tetapi, Bloomberg melaporkan bahwa direksi Traveloka kemudian urung melakukannya karena antusiasme di pasar Amerika mengenai SPAC berkurang. Sumber lain menyebutkan bahwa masih terbuka kemungkinan penjajakan untuk listing di Amerika dilakukan kembali.

Menjelang akhir tahun lalu, Traveloka menyatakan akan melakukan penawaran saham perdana di bursa domestik yakni BEI. Pandu Sjahrir sebagai Komisaris BEI antusias dengan masuknya Traveloka ke dalam daftar Unicorn yang hendak IPO di bursa.  

3. Tiket.com

Tak mau ketinggalan, pesaing Traveloka yang merupakan perusahaan rintisan Grup Djarum ini juga dikabarkan tertarik untuk menjadi perusahaan publik di BEI. Rencananya Tiket.com akan masuk ke bursa melalui merger dengan sebuah perusahaan cangkang alias SPAC (Special Purpose Acquisition Company) COVA Acquisition Corp.  

Merger antara COVA dan Tiket.com ditaksir mencapai sekitar US$ 2 miliar atau setara dengan Rp 27 triliun. Hal ini kemungkinan besar terjadi karena CEO (Chief Executive Officer) dari Tiket.com yakni George Hendrata sudah menyatakan bahwa Traveloka sedang menjajaki opsi penawaran saham perdana dan berpotensi melakukan penggabungan entitas.

4. SiCepat Ekspress

Masih berdasarkan Pandu Sjahrir, Komisaris BEI, menyatakan bahwa perusahaan logistik SiCepat Ekspress dikabarkan masuk dalam daftar perusahana rintisan/startup berskala unicorn yang siap mencatatkan sahamnya di bursa.

Pendiri sekaligus CEO dari SiCepat, Hartono Fransesco, diketahui memiliki minat yang besar untuk melakukan ekspansi bisnis dan investasi di bursa domestik. Tahun lalu Hartono membeli saham emiten PT Panca Global Kapital Tbk (PEGE) sebanyak 5,10 juta lot atau setara dengan 18% dari modal ditempatkan dan disetor Panca Global.

Hartono juga diketahui bersinergi dengan eksekutif lainnya dari Grup Kresna untuk menjadi pembeli siaga dalam aksi korporat Right Issue PT Mahaka Media Tbk (ABBA). Tak hanya itu SiCepat bersama anak usaha Grup Kresna yakni MCAS juga membentuk perusahaan patungan (joint venture) bisnis kendaraan listrik.

Diketahui juga SiCepat bekerja sama dengan PT Telefast Indonesia Tbk (TFAS) dalam bisnis ekspres berkonsep kontainer. Luasnya minat investasi SiCepat juga merambah dunia Podcast. Diketahui SiCepat berinvestasi menjadi salah satu pemegang saham di PT Dektos Digital Corbuzier yang berfokus dalam pengembangan Podcast dan Entertainment milik Deddy Corbuzier.

Startup Lainnya dan Aturan Bursa yang Diperlonggar

Diketahui terdapat beberapa startup lain berskala Centaur dan Unicorn yang sedang menimbang-nimbang untuk melaksanakan IPO di bursa. Sebagai informasi, pihak bursa tak menutup kemungkinan bagi startup di luar negara Indonesia untuk bisa melantai di bursa efek Indonesia. Startup-startup tersebut diantaranya Kredivo, JD.ID, J&T Express, Blibli, OnlinePajak dan OVO.

Untuk mendorong para unicorn dan centaur ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sampai membuat kelonggaran aturan untuk menjaga pengendalian dari para pendiri perusahaan. Kebijakan Multiple Voting Share (MVS) dikeluarkan OJK untuk memungkinkan pemegang satu saham dapat memiliki lebih dari satu hak suara.

Hal ini lantaran secara permodalan para Startup mengandalkan pihak lain yang sebagian disebut angel investor untuk menopang mereka. Dan oleh karenanya kepemilikan saham para pendiri Startup kecil saja dibandingkan dengan jumlah dana investor yang ditanam di perusahaan rintisan mereka.

Oleh karenanya untuk menjaga agar para pendiri Startup ini tetap menjadi pengendali meski persentase kepemilikan kecil saja maka kebijakan MVS ini dikeluarkan dan resmi tertuang dalam POJK Nomor 22/POJK.04/2021. Dengan begitu para pendiri bisa tetap menjadi pengendali di perusahaan rintisannya dan sudah masuk syarat untuk bisa melenggang masuk ke lantai bursa efek Indonesia.

Tak hanya itu, seperangkat kebijakan lainnya yang mendukung para Startup ini masuk ke bursa juga sudah dibuat. Bursa benar-benar sepenuhnya mendukung startup-startup ini melakukan penawaran saham perdana di BEI.

Startup: Exit Strategy?

IPO-nya para Startup seringkali ditakutkan menjadi kedok para investor awal Startup untuk bisa Exit, alias pendekatan untuk mengakhiri investasi dengan memaksimalkan keuntungan dan/atau meminimalisir kerugian setelah tahap penguasaan pangsa pasar terjadi.

Rata-rata sebuah startup membutuhkan waktu sembilan tahun untuk menjadi pemimpin pasar. Gojek dan Tokopedia sendiri sudah berada dalam tahap untuk exit karena sudah dianggap merajai pangsa pasarnya setelah berkiprah lebih dari lima tahun di Indonesia.

Rata-rata startup saat ini memang sudah memasuki tahap tersebut dan cara para startup ini untuk bisa exit pun macam-macam, bisa melalui merger, akuisisi atau IPO di bursa.

Jika niatnya untuk exit, para investor saham seringkali khawatir mereka hanya akan dimanfaatkan dananya untuk menggenapi keuntungan para pemodal awal startup-startup ini. Akan tetapi hal ini dibantah oleh Bukalapak yang sudah lebih dahulu IPO di tahun 2021.

Bukalapak yang IPO dengan kode saham BUKA memang mengalami penurunan harga saham dari yang semula dibuka di harga Rp 850 pada 6 Agustus 2021 lalu kini hanya bernilai Rp 282 saja per 10 Maret 2022. Akan tetapi peluang-peluang baru untuk pengembangan usaha yang berkelanjutan telah terbuka bagi Bukalapak dan pada akhirnya mendorong perekonomian nasional.

Pasca IPO, Presiden Bukalapak yakni Teddy Oetomo mengaku kebanjiran tawaran kolaborasi usaha dengan nilai yang aduhai yang akan dikemukakan dalam keterbukaan informasi resmi. Padahal sebelumnya kolaborasi tersebut sulit terjadi sebelum IPO.

Jadi penjualan saham perdana ke publik ini bukan tujuan akhir pemilik startup dan para pemodalnya untuk meraup keuntungan melainkan untuk membiayai ekspansi usahanya ke depan. Adapaun dana jumbo yang berhasil dikantongi dari IPO-nya adalah sebesar Rp 21,9 triliun.

Berkaca Dari Startup Sebelumnya: Shopee SEA Group

Pandu Sjahrir menyatakan bahwa startup tidak bisa disamakan dengan perusahaan biasa yang permodalannya sepenuhnya berasal dari para Pemegang Saham Pengendalinya saja. Misalnya induk usaha Shopee, yaitu Sea Limited yang berbasis di Singapura.

Ketika IPO di New York Stock Exchange pada tahun 2017, Sea Limited sedang dalam keadaan merugi sama seperti startup-startup saat ini yang sedang menjalani proses IPO. Kemudian para investor melihat model bisnis SEA Limited terbukti menciptakan nilai ekonomi dan penggunanya juga sudah meluas sehingga prospek pertumbuhan kinerja terlihat jelas.

Kini harga saham induk Shopee ini meningkat menjadi US$ 357,8 dari semula hanya US$ 16,26 saja di awal IPO. Dengan demikian kapitalisasi pasarnya saat ini adalah US$ 197,6 miliar atau setara dengan Rp 2.825 triliun.

Indonesia saat ini masih berada pada tahap awal dalam mengenalkan saham-saham teknologi khususnya emiten startup kepada masyarakat. Emiten-emiten ini adalah masa depan kita semua di mana penggunaannya sudah erat sekali dengan kehidupan kita sehari-hari.

 Di Amerika sendiri saham-saham teknologi merupakan saham-saham dengan kemajuan paling pesat, mereka bahkan punya bursa khusus untuk saham-saham semacam itu yang disebut dengan bursa Nasdaq.

Bursa Efek Indonesia yang masih berada dalam tahap awal perkenalan saham startup seharusnya bisa menjadi tempat yang paling baik untuk kamu mengiringi kesuksesan para startup ini hingga menjadi jaya layaknya saham-saham di Nasdaq.

Artikel Terkait