Ekonomi

Literasi Keuangan Indonesia Naik, Apa Arti & Dampaknya!

Ajaib.co.id – Istilah literasi keuangan makin sering terdengar di tengah pandemi Covid-19. Terbatasnya kegiatan ekonomi tatap muka mendorong orang untuk ‘melek’ literasi finansial. Kabar baiknya, nilai literasi keuangan Indonesia naik. Apa artinya?

Pada tahun 2016, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menjabarkan literasi keuangan sebagai pengetahuan dan pemahaman atas konsep dan risiko keuangan.

Hal ini mencakup keterampilan, motivasi serta keyakinan untuk menerapkan pengetahuan dan pemahaman yang dimilikinya tersebut guna membuat keputusan keuangan yang efektif, meningkatkan kesejahteraan keuangan (financial well being) individu serta masyarakat, dan berpartisipasi dalam bidang ekonomi.

Apa itu Literasi Keuangan?

Merujuk kemendikbud.go.id, literasi finansial adalah pengetahuan dan kecakapan yang diperlukan untuk memahami tentang konsep dan risiko, keterampilan agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial.

Selain itu, pengetahuan dan kecakapan juga diharapkan dapat diterapkan secara konkret di lingkungan masyarakat.

Ada literasi keuangan, ada pula inklusi keuangan. Pada dasarnya, inklusi keuangan mengarah kepada tingkat penggunaan jasa keuangan di Indonesia. Baik literasi keuangan maupun inklusi keuangan bisa dikuantifikasi, setidaknya melalui survei.

Hasil Survei Literasi Keuangan di Indonesia

Di Indonesia, survei tentang literasi keuangan pertama kali dilakukan pada tahun 2013. Saat itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan survei terhadap 8.000 responden yang tersebar di 40 wilayah di 20 provinsi.

Hasil survei pada tahun itu menunjukan masyarakat Indonesia memiliki indeks literasi keuangan 21,84% dan indeks inklusi keuangan 59,74%. Artinya, dari 100 orang, sekitar 22 orang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan yang memadai mengenai produk serta layanan keuangan (well literate).

Survei-survei mengenai literasi keuangan dan inklusi keuangan terus dilakukan di tahun-tahun selanjutnya. Terakhir, survei sejenis dilakukan di tahun 2019. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan OJK pada tahun 2019 menunjukan indeks literasi keuangan mencapai 38,03%, sedangkan indeks inklusi keuangan 76,19%.

Data tersebut menunjukan terdapat peningkatan pemahaman keuangan (literasi) masyarakat sebesar 8,33% dalam tiga tahun terakhir. Di samping itu, terjadi pula peningkatan akses terhadap produk dan layanan jasa keuangan (inklusi keuangan) sebesar 8,39%.

Terdapat 12.773 responden yang terlibat dalam SNLIK tahun 2019 tersebut. Responden tersebut tersebar di 34 provinsi dan 67 kota/kabupaten. Survei ini dilakukan dengan mempertimbangkan gender dan strata wilayah perkotaan/perdesaan.

SNLIK 2019 menggunakan berbagai metode, parameter, dan indikator. Indeks literasi finansial terdiri dari parameter pengetahuan, keterampilan, keyakinan, sikap, dan perilaku. Paramater pada indeks inklusi keuangan menggunakan penggunaan (usage).

Berdasarkan SNLIK 2019, indeks literasi finansial mencapai 41,41% untuk wilayah perkotaan dan inklusi keuangan masyarakat perkotaan sebesar 83,60%. Untuk masyarakat pedesaan, indeks literasi dan inklusi keuangan tercatat 34,53% dan 68,49%.

Kemudian berdasarkan gender, SNLIK 2019 juga menunjukkan bahwa indeks literasi dan inklusi keuangan laki-laki sebesar 39,94% dan 77,24%. Angka-angka ini relatif lebih tinggi dibanding perempuan sebesar 36,13% dan 75,15%.

Hasil SNLIK 2019 ini akan digunakan OJK untuk penyempurnaan strategi pengembangan literasi finansial nasional yang lebih efektif dan tepat sasaran.

Memang, angka literasi dan inklusi keuangan Indonesia meningkat. Tapi, angka-angka tersebut masih menunjukkan rendahnya literasi dan inklusi keuangan Indonesia. Dari SNLIK 2019, dari 100 orang, sekitar 38 orang yang tergolong well literate.

Masyarakat Indonesia Belum Memahami Literasi Keuangan dengan Baik

Selain itu, masyarakat juga dinilai belum memahami dengan baik berbagai produk dan layanan jasa keuangan yang ditawarkan oleh lembaga jasa keuangan formal. Sayangnya, sebagian masyarakat lebih tertarik pada tawaran-tawaran investasi lain yang berpotensi merugikan mereka.

Rendahnya tingkat literasi finansial penduduk Indonesia diakui oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam sebuah kesempatan, ia mengatakan tingkat literasi keuangan di Indonesia masih di bawah beberapa negara di ASEAN.

“Di ASEAN saja, Singapura sampai 98%. Kita masih di angka 70%. Malaysia 85% dan Thailand 82%. Kita masih di bawah mereka sedikit,” jelasnya.

Masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap produk dan jasa keuangan ini bisa menjadi kesempatan para pelaku investasi ilegal untuk mengeruk keuntungan. Sudah banyak kasus investasi yang memberikan imbal hasil atau bunga puluhan persen per bulan.

Bila sudah tergolong well literate, imbal hasil tersebut sangat tidak masuk akal dan tidak wajar. Lembaga keuangan perbankan saja, sebagai perbandingan, hanya memberikan bunga deposito sekitar 5%–10% per tahun.

Dari data tersebut, masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bagaimana mengoptimalkan uang untuk kegiatan yang produktif.

Tingkatan Literasi Keuangan

Menurut OJK sendiri, ada empat tingkatan literasi finansial penduduk Indonesia, yakni:

1. Well literate

Tingkat ini menunjukan penduduk Indonesia memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk jasa keuangan.

Pengetahuan dan keyakinan tersebut  termasuk fitur; manfaat dan risiko; hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan serta memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan.

2. Sufficient literate

Tingkat ini bermakna penduduk Indonesia memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan. Pengetahuan dan keyakinan tersebut  ini termasuk fitur, manfaat dan risiko serta hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan.

3. Less literate

Tingkat ini artinya penduduk Indonesia hanya memiliki pengetahuan tentang lembaga jasa keuangan, produk, dan jasa keuangan.

4. Not literate

Tingkat paling rendah. Tingkat ini berarti penduduk Indonesia tidak memiliki pengetahuan dan keyakinan terhadap lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan. Penduduk Indonesia juga tidak memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan.

Dampak Rendahnya Literasi Keuangan

Ada beberapa dampak yang terjadi ketika literasi keuangan masyarakat rendah seperti:

1. Perencanaan Keuangan yang Kurang Matang

Kurang matangnya perencanaan finansial seseorang bisa menyebabkan kondisi keuangan yang tidak terukur dengan baik. Jadi, untuk mengurangi dampak ini, cobalah pertimbangkan ketersediaan dana untuk dapat membayar bahan bahan kebutuhan dan kewajiban beban finansial di kemudian hari tetap terjaga. 

Ketika kamu memiliki perencanaan yang matang maka kamu dapat mengukur batasan daya belinya untuk barang yang bersifat kebutuhan sekunder, sehingga pemenuhan kebutuhan primer tetap terjaga dan kamu akan merasa lebih aman dan nyaman secara psikologis.

2. Tidak Adanya Social Safety Net

Social safety net atau jejaring keamanan sosial terjadi karena rendahnya literasi keuangan. Hal ini bisa membuat persepsi masyarakat tertutup terhadap manfaat dan kebutuhan akan produk-produk finansial seperti asuransi kesehatan & jiwa, termasuk perencanaan pensiun dan penyisihan dana darurat pribadi. 

Penting buat kamu menyadari pentingnya manajemen keuangan untuk mempertimbangkan berbagai risiko. Tidak adanya jejaring keamanan sosial berarti masyarakat rentan mengalami kemiskinan  dan semakin kecil kemungkinan untuk dapat melakukan mobilitas sosial serta mewariskan kekayaan ke generasi selanjutnya.

3. Pengelolaan Tidak Terstruktur

Pengelolahan keuangan yang tidak terstruktur dengan baik bisa menganggu performa usaha/bisnis, pencatatan keuangan, dan pemisahan aset usaha dan rumah tangga serta pribadi haruslah dilakukan secara terpisah. 

Usaha di sini bisa diumpamakan sebagai pilar pondasi ekonomi keluarga dan jika pengeluaran dana untuk konsumsi digunakan secara campur dengan keuangan usaha, dikhawatirkan dapat mengganggu performa usaha. Dan jika pilar ekonomi rumah tangga terganggu maka terjadilah standar hidup yang tidak stabil dan berbahaya bagi financial well-being keluarga

4. Melewatkan Kesempatan Berinvestasi

Melewatkan kesempatan untuk berinvestasi pada instrumen keuangan yang potensial justru membuat kamu rentan terjebak dalam investasi bodong. Masyarakat yang paham bagaimana keuangan bekerja akan mengenal berbagai jenis risiko tiap instrumen dan return yang wajar dari sebuah investasi. Rendahnya literasi inilah yang akan berujung aksi nekad berinvestasi tanpa didasari oleh basis rasional dan pengukuran yang terancang.

5. Tidak Adanya Tujuan Keuangan

Tidak ada tujuan keuangan membuat orang tidak memahami bagaimana memanfaatkan uang untuk tujuan-tujuan yang baik di masa depan, seperti mempersiaokan dana pensiun, persiapan dana darurat, dan sebagainya.

Saat ini, banyak orang yang kurang peduli dan memikirkan dana pensiun pada usia tua sehingga mereka berakhir mengandalkan anaknya untuk menyambung hidup.

Nah itulah beberapa hal mengenai literasi keuangan di Indonesia. Agar kamu tidak terjebak di dalamnya, pastikan kamu mulai memahami pentingnya pengelolaan keuangan sekaligus memahami bagaimana cara menggunakan uang yang benar untuk masa depan, salah satunya dengan berinvestasi di Ajaib.

Di sini, kamu bisa memilih instrumen reksa dana maupun saham dengan mudah, cepat, dan dengan modal terjangkau. Jadi tunggu apalagi? Yuk investasikan uangmu sekarang di Ajaib!

Artikel Terkait