Rumah Tangga Masa Kini

Kesehatan Mental Si Ibu Baru yang Tidak Boleh Dianggap Remeh

Ajaib.co.id – Anak sulungku, perempuan, lahir pada tanggal 27 Juli 2000, dan ternyata aku tidak siap sama sekali. Tadinya kukira aku sudah siap menyambut kelahirannya. 

Aku sudah membaca banyak buku serta artikel tentang kelahiran dan perawatan bayi; aku sudah membeli semua yang tercantum dalam daftar belanjaku. 

Kamar bayi sudah siap digunakan, dan aku serta suamiku sudah tak sabar menanti kelahirannya. Aku sudah siap menghadapi malam-malam kurang tidur, popok yang harus sering diganti, puting susu yang lecet, tangisan (tangisku dan tangis si bayi), dan perasaan bahwa aku tak bisa menyelesaikan pekerjaan apa pun. Aku sudah siap mandi obat dan kena wasir.

Tapi ternyata aku belum siap, dunia tampak berbeda di mataku begitu anakku lahir. Aku tidak menyangka bahwa aku tak akan sanggup menuntaskan nyanyian nina bobo yang pertama kali ku senandungkan karena aku tidak bisa menyanyi dengan air mataku meleleh.

Aku bahkan tidak menyangka bahwa proses melahirkan dan menyusuinya akan membuatku lebih menghargai tubuhku. 

Aku pernah mendengar suatu pepatah, dan aku tahu bahwa hal itu benar adanya, bahwa ketika seorang wanita melahirkan anak pertamanya, sebetulnya ada dua sosok yang dilahirkan. Yang pertama adalah kelahiran si bayi, yang kedua adalah kelahiran si ibu. Mungkin ini lah kelahiran yang tidak mungkin kita bisa persiapkan.

                                ~~~~

Kisah di atas merupakan kisah nyata yang diceritakan oleh Regina Phillips dalam buku Chicken Soup for the Mother and Daughter Soul.

Dan dari kisah tersebut kita sudah bisa menyimpulkan bahwa menjadi seorang ibu bukanlah perkara yang mudah. 

Sekalipun sudah dipersiapkan, tetap saja akan merasa tidak siap.  Seorang ibu baru akan sering merasakan perasaan yang berubah-ubah, yang tentunya sangat berpengaruh bagi kesehatan mentalnya.

Dan hal ini tidak boleh dianggap remeh oleh suami atau bahkan keluarga terdekatnya.

Karena melansir dari artikel halodoc.com, bahwa beberapa risiko kesehatan mental menempatkan perempuan setelah melahirkan pada urutan kedua.

Sehingga, ini artinya sangat urgent dan perlu untuk diperhatikan dengan lebih serius.

Karena jika dianggap remeh dan dibiarkan begitu saja dengan berkata ”wajar kok ibu baru mengalami seperti itu,” maka dikhawatirkan kesehatan mental akan terganggu dan berpotensi pada timbulnya gangguan mental atau penyakit mental.

Gangguan mental ini pada akhirnya dapat mengubah cara seseorang dalam menangani stres, berhubungan dengan orang lain, membuat pilihan, bahkan memicu hasrat untuk mulai menyakiti diri sendiri.

Masih mengutip dari artikel halodoc.com, beberapa jenis gangguan mental yang umum ditemukan, antara lain, depresi, gangguan kecemasan, gangguan bipolar, gangguan stres pasca trauma (PTSD), gangguan obsesif kompulsif (OCD), dan psikosis.

Dan untuk kasus ibu yang baru melahirkan, gangguan kesehatan mental atau penyakit mental yang mungkin dialami ketika kesehatan mentalnya kurang diperhatikan dan dirawat, adalah postpartum depression.

Postpartum depression

Penyakit mental ini membuat penderitanya merasa tidak menjadi ibu yang baik, putus harapan, sampai tidak mau mengurus anak yang baru saja dilahirkannya. Jika tidak segera ditangani, penyakit ini juga berpotensi menyerang sang ayah. 

Gejala postpartum ini bisa terjadi di awal kehamilan, beberapa minggu setelah melahirkan, bahkan hingga bayi sudah berumur satu tahun. Melansir dari situs berita kesehatan online, gejala penyakit mental ini antara lain seperti berikut,

  • Merasa cepat lelah atau tidak bertenaga.
  • Mudah tersinggung dan marah.
  • Menangis terus-menerus.
  • Merasa gelisah tanpa alasan yang jelas.
  • Mengalami perubahan suasana hati yang drastis.
  • Kehilangan nafsu makan atau justru makan lebih banyak dari biasanya.
  • Tidak dapat tidur atau tidur terlalu lama.
  • Sulit berpikir jernih, berkonsentrasi, atau mengambil keputusan.
  • Tidak ingin bersosialisasi dengan teman dan keluarga.
  • Kehilangan minat terhadap kegiatan yang biasa disukai.
  • Putus asa.
  • Berpikir untuk melukai dirinya sendiri atau bayinya.
  • Munculnya pikiran tentang kematian dan ingin bunuh diri.

Peran suami

Menghadapi risiko terkena penyakit mental ini, diperlukan peran suami yang sangat besar.

Suami harus mau mendampingi istri yang baru melahirkan. Pihaknya harus mau diajak kerja sama dalam mengurus si bayi. 

Seperti, mau bergantian menjaga bayi di malam hari dan memberikan ruang untuk si ibu tidur atau ikut menjaga bayi secara full ketika hari libur datang.

Bahkan, penting untuk sang suami tetap menyatakan bahwa perasaan cintanya kepada sang istri tidak berubah meskipun beberapa bentuk tubuh sang istri mengalami perubahan setelah melahirkan.

Tetap menjalin komunikasi dan memberikan dukungan-dukungan lewat perkataan dan perbuatan adalah hal yang juga sangat wajib dilakukan oleh suami.

Misalnya, dengan memijat istri, memberikan hadiah kejutan, memujinya atau bahkan menghiburnya dengan melontarkan beberapa candaan. 

Lewat peran suami yang begitu setia mendampingi dan mendukung ini lah, maka kesehatan mental si ibu baru ini akan tetap terjaga. 

Sehingga, potensi untuk mengalami gangguan mental atau penyakit mental seperti postpartum depression tidak pernah hadir dalam kehidupan rumah tangga mereka.

Peran orang terdekat

Orang terdekat dalam hal ini adalah para orang tua, mertua, kakak, atau pun adik. Mereka semua harus juga mendampingi si ibu baru ini.

Pernahkah kita melihat di lingkungan sekitar kita, bahwa ketika seorang wanita melahirkan, maka ibu atau mertuanya akan datang dan tinggal di rumahnya selama beberapa bulan?

Jika pernah, maka itu lah gambaran peran orang terdekat bagi kehidupan seorang ibu baru agar tetap terjaga kesehatan mentalnya.

Peran orang terdekat utamanya orang tua perempuan atau disebut ibu ini sangat penting untuk memberikan dukungan bahwa si ibu baru ini tidak sendirian. Bahwa ibunya dulu juga pernah ada di masa tersebut dan berhasil melewatinya.

Bahkan peran orang terdekat seperti ibu sangat penting ketika sang suami sibuk bekerja.

Kehadirannya diperlukan untuk mengajarkan banyak cara yang lebih praktis (daripada membaca buku) tentang bagaimana cara yang baik dan benar dalam mengurus seorang bayi, karena tentu saja ini menjadi pengalaman pertama bagi si ibu baru.

Contoh nyata pentingnya peran orang terdekat utamanya orang tua perempuan atau ibu di dalam mendampingi ibu baru ini, dikisahkan melalui cerita Kendeyl Johansen di buku Chicken Soup for the Mother and Daughter Soul. Simakberikut ini.

                                  ~~~~

Gerakanku limbung karena kelelahan, menggapai pesawat telepon yang terus berdering. Max, yang baru berusia tiga bulan dan terserang mules, hanya tidur dua jam setiap kali, dan suamiku sedang bepergian lagi. 

Tubuhku yang kecapekan terasa penat. Kutemukan pesawat telepon itu di balik selimut, lalu menjawabnya.

Ibuku bertanya, ”Bagaimana Max? Tidurnya sudah mendingan?”

”Lumayan.”

”Kau kurang tidur ya?” Suaranya terdengar cemas.

Mataku yang perih terasa terbakar. ”Memang kurang tidur.”

”Pasti capek sekali ya.”

Leherku tercekik. ”Ya ampun, Bu, aku capek sekali! Sudah tidak bisa berpikir lagi.”

”Ibu ke situ sekarang.”

Di luar jendela kamarku badai salju bulan Desember mengerang dalam kegelapan. Ibuku nanti harus menyiasati jalan curam yang penuh es untuk mencapai rumahku.

Kataku, ”Di sini hujan salju lebat. Tidak usah ke sini. Aku baik-baik saja.”

”Ibu akan segera ke situ.” Dia menutup telepon. Air mata lelah dan lega memburamkan pandangan mataku. Ibuku selalu menjadi batu sandaranku.

Perjalanan dengan mobil yang biasanya memakan waktu tiga puluh menit, kali ini menghabiskan waktu satu jam. Ibuku tiba dengan pipi kemerahan karena dinginnya cuaca, rambutnya yang cokelat-kemerahan tampak kaku oleh bunga es.

Diraihnya Max dari gendonganku dan menyuruhku kembali ke tempat tidur. Kataku, ”Tapi Max harus minum nanti malam.”

Ibu menggeleng. ”Ibu tahu cara menghangatkan susu botol. Kau tidur saja!” Pandangannya yang tegas menyiratkan agar aku tidak membantah.

Bantalku yang lembut tampak merayuku, juga selimutku yang hangat. Aku naik tangga dengan perasaan lega, tetapi ketika terbaring di tempat tidur, aku tidak bisa tidur.

Rasa bersalah menguasai diriku. Semestinya aku sanggup mengurus bayiku. Setidaknya, aku harus menawarkan bantuan. Tapi aku tahu ibuku pasti tidak akan mengizinkanku membantunya.

Kudengar dia membujuk Max sambil naik tangga, tidak lama terdengar suara kursi goyang di kamar Max berderak-derak.

Tiba-tiba aku ingat ketika Ibu memangkuku sambil duduk di kursi goyang itu, ketika aku sakit cacar. 

Aku sudah besar sehingga tidak pantas diasuh sambil duduk di kursi goyang, tetapi bercak cacar yang menyerang leherku, telingaku, bahkan kelopak mataku masih tetap ada. 

Saat kami bergoyang bersama, ibuku bernyanyi, ”Rock-a-bye my big-big girl!” Nada nyanyian yang monoton itu membuatku merasa nyaman. Aku pun tertidur. 

Ketika aku terbangun di malam hari, Ibu memberiku minum beberapa teguk, dan mengompres keningku dengan kain basah.

Tidurku gelisah, tapi keesokan paginya bercak cacarku sudah mengering, dan aku merasa mendingan.

Sekarang aku bisa mendengar suara ibuku bernyanyi untuk Max, ”Rock-a-bye my ba-by boy.” Suaranya yang monoton membuatku rileks, sama seperti waktu aku masih kecil dulu. 

Aku mulai terlelap, karena tahu bayiku ditangani oleh tangan yang terampil. Di pagi hari, aku memeluk ibuku dan mengucapkan terimakasih, dan mengatakan kepadanya betapa cintanya telah membuatku dan Max sampai lelap tertidur.

                                    ~~~~

Kisah diatas benar-benar menjelaskan secara nyata tentang betapa peran orang terdekat utamanya ibu sangat besar untuk menolong si ibu baru ini. 

Dan sebenarnya peran orang terdekat ini tidak hanya berasal dari ibu kandung saja, tapi ibu mertua, adik, atau kakak kandung dan ipar pun juga sangat membantu menjaga kesehatan mental si ibu baru ini.

Refleksi

Aku, sebelum punya anak

  • Hari ini aku menanam bunga, mencuci baju, makan siang, menyelesaikan semua belanjaku di musim liburan, mempelajari bahasa Korea, menulis artikel, menonton Youtube, berselancar di Instagram, bahkan memasak untuk makan malam dengan suami.
  • Karier adalah mimpi, cita-cita, dan passionku.
  • Liburanku k pantai, air terjun, atau pun danau.

Aku, sesudah punya anak

  • Hari ini aku hampir bisa menyelesaikan makan siang, ketika tiba-tiba bayiku menangis – lalu aku meninggalkan makan siangku, mendatangi bayiku, dan menggendongnya.
  • Anakku adalah kareirku.
  • Liburanku masuk di dalam kolam bola kecil dan menemani anakku bermain.

Artikel Terkait